2• Keputusan Itu

755 54 6
                                    

"Hugo..." lirihnya. Membuatnya kembali menatap punggung kesepian yang semakin jauh darinya.

~


Flashback

Tempat yang tak asing, suasana yang sama, padang dandelion dan kupu-kupu terbang rendah disekitanya. Semua masih sama seperti tiga tahun yang lalu, kecuali pohon meranggas yang dulunya hijau-dan juga pemuda yang kini bersamanya.

Ying. Gadis itu, menatap kaku hamparan putih di hadapannya, menyesap dalam-dalam aroma alam sarat akan kerinduan yang tak terbalaskan. Dia berdiri kebas tanpa sepatah kata pun disamping kekasihnya-Hugo.

"Ying" gadis itu beralih menatap seseorang yang mengelukan namanya, tanpa berniat menjawabnya.

Ini sungguh tak terduga, bagaimana bisa kekasihnya itu mengetahui tempat ini, tempat favorit Ying dulu dengan mantan kekasihnya. Tempat penuh kenangan dan sejuta luka. Tempatnya menanti kerinduannya kepada pemilik nila berkacamata.

"Ying... Apa yang kau rasakan sekarang?" tanya Hugo, seakan tahu isi pikiran Ying.

"Kenapa kau membawaku kesini Hugo?" ada jeda lama setelahnya "Kau, kau tahu kan masa laluku? Kenapa kau tidak memberitahuku?"

"Itu..." Hugo menorehkan senyum tipis di bibirnya. Bersiap merangkai kata terbaik untuk Ying.

"Aku menyayangimu Ying, kau tahu itu" matanya menatap manik Ying lekat "Aku menyukai senyummu, lengkung paling manis yang pernah kulihat. Netra biru lautmu, tak ada yang lebih menenangkan daripada menyelaminya dalam-dalam. Tubuh mungilmu itu--" Hugo mulai mengacak poni Ying lembut "--membuat siapapun ingin merengkuh melindungimu Ying" senyum Hugo mengulum lembut, membuat Ying terpana.

"Tapi Ying... Sakit saat menyadari hatimu bukan milikku. Kau masih menyimpan luka dan rindu untuk orang yang telah meninggalkanmu, aku kalah oleh dia Ying" lagi-lagi Hugo tersenyum.

"Hugo... Itu tidak benar--" rintih Ying, bingung harus mengatakan apa. Masih sibuk mencerna apa maksud dari Hugo.

Pemuda itu menyentuh jemari Ying, lantas menggenggamnya "Ini yang terbaik untuk kita Ying, berjalan dengan jalan kita masing-masing. Aku tidak mau terus menerus melukaimu Ying, membebanimu dengan menjadi kekasihku diatas semua luka dan rindu lamamu. Aku ingin kau bahagia" Hugo menatap dengan tatapan yang tak bisa Ying artikan, lama. Dengan pelan dan kaku, Ying menundukkan kepalanya, dalam.

"Aku tau kau tidak bahagia" Hugo berusaha sekuat mungkin untuk menarik kedua sudut bibirnya yang kini melemas. Ying diam seribu bahasa.

Hugo memberikan senyum terbaik yang ia bisa "Anggap saja semua yang kita lalui adalah perjalanan. Perjalanan untuk menemukan tempat berpulang. Dan kita sedang tersesat selama ini, aku bukan tempatmu berpulang, aku tidak bisa memberikan rasa nyaman dan ketenangan untukmu Ying. Maka, mulai sekarang aku melepasmu" lirih Hugo. Perlahan melepas genggaman tangannya dari gadisnya "--dan sekarang kita tidak tersesat lagi, kita bisa menemukan rumah kita, kau bisa menemukan tempatmu yang seharusnya"

Mata Ying membulat tak percaya "Hugo, bukan seperti itu. Aku-" Ying terbata "Maafkan aku Hugo..." Hugo tersenyum dan menggeleng, matanya seakan berbicara tidak apa-apa.

Hugo mengusap pipinya, lama Ying membiarkan Hugo mengelus pipi bulatnya, sambil terpejam ia mencoba mencerna apa yang tiba-tiba terjadi sore ini. Mengapa Hugo memutuskan hubungan mereka secara tiba-tiba, di saat ia sudah berencana membuka hatinya. Namun di sisi lain, seperti ada beban yang terangkat dari hati Hugo dan Ying saat itu, entah mengapa, mereka merasa lega di tengah-tengah perasaan kalut masing-masing.

Tepekur Ying saat tubuh jenjang Hugo memeluknya erat, tersenyum penuh makna "Terimakasih untuk semuanya. Aku percaya kau akan segera bahagia" lantas meninggalkannya tanpa memberinya kesempatan bertanya.

Semua telah usai.

~

Sekali lagi Ying menarik nafas dalam-dalam. Tertunduk merutuki nasib buruknya. Meremas foto Hugo kedalam pelukannya.

"Kenapa?" desahnya lirih, serak.

"Aku bahkan belum mengucapkan terimakasih, aku bahkan belum pernah membahagiakannya, setidaknya aku harus berterimakasih. Aku benar-benar telah melukainya. Aku sangat buruk, aku tidak berperasaan" Ying merutuki dirinya sendiri, merasa bersalah dengan semua kebohongan yang telah ia buat, ia telah menyakiti seseorang yang telah menyayanginya sepenuh hati.

Namun di sisi lain, Hugo benar-benar membuat beban berat dalam hatinya kembali, terlebih kenangan di tempat ini, angin seperti membisikkan setiap detail kisahnya, slide-slide memori masa lalu itu terputar jelas di hadapannya. Saat mereka berkejaran di antara hamparan bunga, dengan rangkaian dandelion yang melingkar manis di kepalanya, tampak senada dengan warna gaun putihnya.

Ying menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha menepis bayangan itu. Ditambah kejadian tak terduga barusan yang semakin menghantamnya. Namun, ia benar-benar tak punya sandaran untuk berkeluh kesah. Perlahan, isakan demi isakan terdengar dari bibir mungilnya. Buliran demi buliran liquid bening menetes dari netra birunya. Ia melanggar janji untuk tak pernah menangis lagi.

~

Lama sekali ia sendiri.

Hingga suara gemerisik rerumputan mengusik pendengarannya. Semerbak khas anggur menelisik hidungnya geli. Ya, Ying masih ingat betul harum khas orang ini.

Menengadah kepalanya demi melihat sosok tinggi berkacamata di depannya. Mencelos hati Ying mendapati sosok masa lalu yang selalu dirindukannya. Bahkan ia masih mengingat harum yang selalu menenangkannya dulu.

Kau...

~

Hai ini chapter keduaku. Sedikit lebih panjang dari chapter pertama yang hanya seujung kuku :)
Err.. Apa kisah pada chapter ini terlalu terburu buru? <(ˍ ˍ*)> jujur aku tidak percaya diri jika menulis chapter yang terlalu panjang.
Enjoy guys, semoga kalian suka.
Vote dan tinggalkan kritik dan saran ya :)

-da-

The Sadness DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang