Kau...
"Fang..." lirih Ying penuh gemetar. Mungkin ia sendiri pun tidak sadar dengan apa yang telah di ucapkannya. Mungkin ia sendiri pun masih belum percaya dengan apa yang di lihatnya. Ternyata firasatnya tidak salah, Ying masih ingat segalanya tentang Fang, bahkan aura pemuda itu jika berada di sekitarnya, harum pemuda itu masih melekat di indranya hingga detik ini. Bukankah dia Fang? Bagaimana bisa ia disini?
Pemuda di hadapannya berjongkok, tersenyum penuh kecanggungan, menyesuaikan tingginya dengan gadis yang masih memeluk lututnya dengan tatapan-aku tidak percaya ini.
"Apa kabarmu Ying?" tanyanya di detik berikutnya. Tangannya maju hendak mengelus puncak kepala gadis itu--rindu akan kebiasaannya dahulu.
Satu tetesan lolos dari manik biru Ying, menjawab pertanyaan Fang dengan air mata yang kemudian menyusul luruh membasahi wajahnya. Mengatakan seluruh kesedihan yang selama ini di kuburnya dalam-dalam, melelehkan rindunya yang sekuat tenaga berusaha ia pendam. Sore ini Fang telah kembali.
Terlambat--Ying buru-buru bangkit, mengusap pipinya kasar, menghapus jejak air mata yang akan terus turun jika ia tidak segera mengakhirinya. Apa yang Ying lakukan? Bukankah pertemuan ini yang selama ini ia harapkan, kenapa ia justru menghindari Fang? Bukankah selama ini ia merindukannya? Lantas kenapa separuh hatinya menolak saat pemuda itu sudah benar-benar nyata berdiri dihadapannya.
"Apa sekarang aku membencinya? Kenapa aku ketakutan seperti ini" Ying refleks melangkah mundur, menghindari sentuhan tangan Fang. Ia sendiri tak mengerti kenapa ia bersikap seperti ini, bukankah seharusnya ia memeluk Fang erat setelah sekian lama?
"Ying..." Fang mengernyit, wajahnya menyiratkan kesedihan atas tanggapan Ying yang sama sekali tak di duganya barusan. Ia tidak menyangka Ying akan sebenci itu dengan dirinya, walaupun sebenarnya Fang tahu betul alasan Ying bersikap demikian.
Tanpa berniat menjawab Fang, dengan mata nanar dan berjuta dilema yang berkecamuk di hatinya, Ying mencangklong tasnya, berniat meninggalkan tempat ini, menuruni bukit dengan hamparan dandelion yang sedang bersemi di bawahnya. Ia tak tahu lagi harus bagaimana, satu-satunya yang ada dipikirkannya hanyalah menenangkan dirinya sendiri. Tanpa di sadarinya, foto Hugo terjatuh dari genggamannya, tapi Ying sudah tidak perduli lagi.
Namun secara tiba-tiba, Fang menariknya kedalam sebuah pelukan erat. Ying hendak meronta, ingin melarikan diri dari Fang, memukul bahu pemuda itu, tak memikirkan apakah Fang akan kesakitan atau tidak. Namun tubuhnya tak kuasa, akhirnya hanya sebuah isakan yang lolos dari bibir ranumnya, disusul air mata yang turun tak terbendung. Ying merasakan dadanya sesak karena kerinduan akan kehangatan ini, ia benar-benar tak bisa menyangkalnya.
"Kumohon jangan membenciku" pelukan Fang semakin erat, membuat isakan Ying semakin nyaring terdengar, membasahi kemeja pemuda bersurai raven itu.
Fang membuang nafasnya kasar "Maafkan aku, aku benar-benar tidak berniat meninggalkanmu Ying" akhirnya, Fang mengucapkan sepenggal kalimat yang menjadi bebannya selama ini, pengakuan dan permintaan maaf untuk gadis yang sangat disayanginya, untuk gadis yang telah ia lukai.
"Biarkan aku menjelaskan semuanya, berikan aku kesempatan untuk mengakhiri kesalahpahaman yang telah ku buat"
Ying terus terisak, menyalurkan semua bebannya selama ini. Ia ingin egois kali ini, ia ingin terus berada dalam posisi seperti ini, ia ingin Fang tahu betapa menyakitkan ini bagi dirinya selama ini, ia ingin dengan pelukan Fang--semua lukanya berganti dengan kehangatan yang menenangkan, ia ingin beristirahat sebentar saja, ia ingin melepas semua rindunya pada Fang, masa bodoh dengan rasa sebalnya terhadap pemuda ini pada awalnya, Ying tidak ingin kehilangan Fang lagi. Perlahan, lengan Ying melingkari bahu Fang, menenggelamkan wajahnya di dada pemuda itu lebih dalam, menangis sepuasnya, menghirup aroma anggur parfum Fang yang masih tetap sama--selalu membuatnya merasa tenang.
"Fang, aku lelah" isak Ying di sela tangisannya, lirih, hampir tidak terdengar. Namun cukup membuat Fang lebih terguncang, membuat rasa bersalah semakin menyeruak memenuhi dada Fang.
"Aku tahu Ying" yang pemuda itu lakukan hanya memeluknya lebih erat, mengusap rambutnya sayang, menyalurkan setiap kenyamanan yang gadis itu butuhkan. Berharap semuanya segera baik-baik saja.
~
Chapter 3 ready. Huhu lama sekali ya updatenya. Sejujurnya pun aku tak tau apa ada yang menunggu update-an Fang sama Ying┌(˘⌣˘)ʃ.
Inipun belum bisa maksimal dan ceritanya jadi pendek karena author sedang dilanda krisis waktu senggang. Inipun sudah curi-curi waktu disela-sela teriakan yang menyuruh author belajar.
Sebenarnya sambil menunggu update berikutnya, author merombak chapter-chapter sebelumnya, menulis yang belum sempat tertulis, kalian bisa baca ulang ya ^^
Pengennya segera selesai sebelum ujian-ujian tiba~
Terimakasih untuk yang sudah vote ^^-da-
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sadness Dandelion
Fiksi Penggemar... diantara rengkuhan sepi dan senja, kutemukan satu waktu untuk merenung, bahwa kita tidak pernah saling membenci, hanya saling merindu... "--dan sekarang kita tidak tersesat lagi, kita bisa menemukan rumah kita, kau bisa menemukan tempatmu yang...