Mark mematikan layar raksasa didepannya dengan tenang. Sangat kontras dengan keadaan hatinya yang kacau balau. Baru saja dia melihat —calon— kekasihnya sedang tersenyum dan menunduk malu-malu dengan pria lain. Sana bahkan terlihat selalu tersenyum dan mereka membuat terlalu banyak skinship. Padahal dia tahu itu semua hanyalah acting, tapi dia tetap kesal dan marah.
Mark mengambil sweater bewarna pinknya dan juga topi bewarna serupa. Outfit yang dia gunakan sesuai dengan pilihan Sana tentang ideal type kala itu. Dan menghampiri gadis itu di kantor agensi tempat mereka semua bernaung, membuat seolah-olah pertemuan mereka adalah kebetulan atau bahkan takdir.
Mark mendengus menyadari isi kepalanya yang penuh akan skenario-skenario murah.
Ketika semua member Twice tiba yang terlihat diujung loby adalah sesosok rupawan yang duduk tenang memperhatikan mereka. Mata pemuda itu mencari-cari kepala kecil dengan rambut paling terang. Nihil, gadis itu menghilang.
"Dimana Sana? Kenapa kalian hanya berdelapan? Kalian meninggalkan Sana? Sana diculik oleh lelaki bangsa—maksudku bangtan itu? Ataukah—"
Semua member Twice serempak mendengus. Karena Mark yang pendiam akan selalu menjadi cerewet jika itu bersangkutan dengan Sana. Dan sifat Mark yang to the point kepada mereka adalah kebalikan jika berada di hadapan Sana.
"—YAK KAU!! TERUSLAH BERBICARA DAN KAMI AKAN IKUT MENINGGALKANMU!" Itu suara Nayeon, seorang gadis cantik yang terlihat paling berani diantara mereka ber-8.
"Kau yang terlalu banyak bicara, bodoh. Aku hanya ingin tau dimana Sana.." Topi pink dikepalanya di lepas, rambut yang sengaja di cat sama dengan Sana itu diacak.
Menatap Mark yang telah berpenampilan sedemikian rupa, membuat hati mereka tersentuh tapi juga kasihan diwaktu bersamaan.
Mereka tidak habis pikir. Hubungan antara Mark dan Sana terlalu membingungkan. Entahlah yang salah si gadis atau pemudanya. Tapi mereka selalu sukses membikin gemas dan geregetan orang yang melihat interaksi mereka. Mark yang bertele-tele dengan banyaknya kode dalam setiap kata yang terucap untuk Sana dan Sana yang selalu salah paham oleh kata-kata Mark. Mereka bahkan ingat insiden beberapa hari lalu, dikonser Jyp nation. Mereka tidak habis pikir Mark yang notabennya tahu sifat Sana lebih memilih serangkai kalimat manis yang tentu saja keliru jika diberikan kepada Sana.
Kenapa tidak mengganti kalimat 'Untuk gadis yang paling cantik' menjadi satu kata simple seperti : 'Pakailah..' saja? Oh Kak Mark yang malang.
"Dia minta diturunkan di kedai kopi kiri jalan, Dia—" Nayeon mendengus sebal saat Mark menyelah ucapannya dan pergi begitu saja. Bahkan Jeongyeon sampai mengusap lengan Nayeon dan yang lainnya malah terkikik geli.
"Oke. Sampai jumpa." Ucap Mark saat sudah diambang pintu keluar.Sana tidak tahu ada apa dengan dirinya jika malam tiba. Dia merasa begitu hampa dan ingin menyendiri. Maka dia minta diturunkan di kedai kopi didekat kantor Jyp, dia juga sudah meminta izin untuk kembali ke dorm sendiri.
Uap kopinya mengepul, bau khas kopi dan suasana malam yang selalu dia sukai. Ada kalanya dia merasa begitu sedih, entah kenapa. Matanya seperti memanas dan dadanya seakan penuh sesak. Pikirannya berkecamuk.
Helaan nafasnya kian memberat.
'Kling.... Bahkan Sana tidak mendengar lonceng ketika Cafe itu terbuka. Karena terlalu asik memandangi kopinya yang hitam.
"Americano? Ku kira gadis sepertimu lebih suka Kopi dengan banyak gula seperti Caramel Macciato atau paling tidak Cappucino." Mark hanya tersenyum begitu tipis saat melihat Sana sedikit berjengit kaget di tempatnya.
"Kak Mark? Sedang apa kemari?" Sana bertanya kepada pemuda bersweater pink itu. Pemuda yang tanpa permisi duduk disampingnya.
"Kau sendiri? Sedang apa malam-malam disini?" Sana mendengus. Lagi-lagi seniornya menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.
"Aku hanya ingin."setelah mengucapkan itu, Sana memandang Mark dengan pandangan balik bertanya. Matanya seperti berkata 'Kau sendiri?'
"Kalau begitu sama" Mark menjawab padangan Sana dengan senyum lebar, sampai-sampai deretan giginya yang sangat rapi terekspos. Dan Sana hanya sedang mencoba memalingkan wajahnya kearah manapun kecuali Mark.
Gemuruh didadanya muncul. Tapi wajahnya seolah sudah di atur dengan sedemikian rupa, sehingga yang terlihat hanyalah senyuman hangat yang wajar.
Tidak ada yang pernah tahu. Sekalipun itu adalah orang tuanya sendiri. Perasaannya, hatinya, pikirannya hanya miliknya sendiri. Sana hanya memberi apa yang seharusnya diberi dan menerima apa yang harusnya diterima.
"Kau suka pahit?" Sana bertanya pada Mark yang sedang menyesap kopi miliknya. Milik Sana. Alih-alih mengatakan bahwa minuman itu miliknya, lagi-lagi Fokus Sana berbeda.
Mark tertawa mendengar pertanyaan Sana.
"Kenapa tertawa?" Lagi, Mark tertawa semakin kencang. Sana kemudian ikut tertawa. Padahal benar-benar tidak ada yang lucu.
"Ah.. Bukannya wajar jika laki-laki suka pahit maksudku kopi hitam?" Gadis itu hanya menatap kosong dengan cengiran super lebar setelahnya. Wajah seorang idiot yang menurut Mark, semakin terlihat imut. Cause you know(?) Love is blind. Yah, begitu.
"Yah.. Pahitnya kopi tidak sepahit kenyataan, Sih." Dan mata Sana yang telah bersih dari make up menyipit karena lelucon—Gagal— buatannya sendiri.
Mark tersenyum hangat dan mengacak rambut Sana. Mengacak tentu hanya modus Mark saja, karena yang dirasakan Sana setelahnya adalah elusan lembut dipucuk kepalanya. Tangan Mark yang benar-benar hangat dan besar.
Bonus:
KAMU SEDANG MEMBACA
Pekain Adek. (OSH. JJK. MT)
FanfictionNo Sana No Life. Virus Sana menyebar, gue nggak bisa hidup tanpa Sana. "I Have everything that i want there is something i don't but, i'm 2% lack of something. This is the first time i feel like this only for the spesial you." Minatozaki Sana (shot...