Dangerous.

655 59 30
                                    

---

Sana bukan seseorang yang gemar berolahraga. Dia lebih memilih berdiet atau bahkan tidur ditempat sauna untuk menghilangkan lemak ditubuhnya. Dia lebih memilih kelaparan dari pada harus datang ke tempat yang dipenuhi oleh alat-alat pembentuk otot dan manusia-manusia berbadan kekar satu ini.

Sebelumnya, selalu ada saja alasan Sana untuk menolak datang ke tempat itu. Bahkan dia memblokir dengan sengaja pemilik gym yang bekerja sama dengan perusahaannya.

Dia akan berpura-pura tuli saat satu atau dua orang di agensinya berbicara tentang bagaimana serunya berolahraga, dan bagaimana mereka mendapatkan otot-otot cantik ditubuhnya.

Sana benar-benar benci.

Dan tidak ada alasan mendasar kenapa dia membenci tempat itu sebelumnya. Gym dan Olahraga, mendengar kedua elemen itu disatukan saja sudah membuat dirinya menguap.

Tapi, kenyataan tidak selalu sama dengan apa yang kau harapkan. Jadi, penampakan Sana dengan celana training hitam dengan keringat mengucur deras ditubuhnya yang terbungkus hodie kebesaran berwarna serupa bukanlah hal yang tidak mungkin.

Tentu saja dia tidak sedang berolahraga. Dia bahkan tidak ada waktu untuk itu.

Dia terlambat.

"Aduh. Bagaimana ini?" Kakinya ditekuk satu-satu, berulang-ulang, berharap rasa pegal di kedua kakinya berkurang. Lalu dadanya ditepuk-tepuk pelan, berharap gerakannya itu dapat membantu paru-parunya meraup udara.

Kacamatanya melorot. Mungkin karena keringat yang juga menghiasi wajahnya, atau karena goncangan yang dibuatnya karena berlari tadi.

Sana tau pasti penampakan tubuh dan wajahnya sangat kacau, tapi dia harus segera menempati janjinya untuk orang itu.

"Tidak masalah.. Dia mengenalku dengan baik, aku yang asli bahkan lebih kacau dari ini." Begitu optimis batinnya dalam menenangkan diri.

Jadi dia melanjutkan larinya yang tertundah, sedikit lagi mencapai tikungan dan.. Kosong.

Seharusnya dikursi itu ada orang yang akan menunggunya.

'Ah.. Seharusnya aku tau dia sudah pulang.' Air mukanya sendu dan bahunya turun karena kecewa.

'Yah.. Apa yang kuharapkan. Aku bahkan telat lebih dari 2 jam, bodoh sekali.' Batinnya lagi-lagi kecewa.

Padangannya mengedar, hatinya masih berharap, yang dapat dia lihat hanyalah bangunan-bangunan rumah minimalis khas korea yang dia jamin isinya telah hanyut ke alam mimpi.

11 Malam.

Lalu kakinya melangkah menghampiri bangku itu, dan didudukinya sendirian. Tidak ada yang boleh sia-sia, toh tujuannya kemari adalah menduduki bangku ini. Bangku taman yang keras, yang catnya selalu di ganti sesuai musim di Korea.

"Maaf Jungkook-ah, aku terlambat menemuimu. Kau pasti kesal sekali, makanya kau pulang duluan." Sana berbicara sendiri, terdengar sedikit keras karena tempat itu memang sangat sepi.

"Siapa yang pulang?" Wajah condong Jungkook seperti di zoom tepat di hidungnya.

"AAAAAHHHKKK!!" Pemuda itu tertawa sambil menutupi kedua telingahnya yang nyaris rusak.

"Kau, berhentilah bersikap jahil." Sana misu-misu di tempat sambil mengikuti kemana pemuda itu bergerak dengan matanya. Berdiri tepat didepan mesin minuman.

"Cappucino atau moccacino?" Jungkook yang suka menghiraukan pertanyaan Sana hanya karena wajah Sana saat di cuekin terlihat lucu.

"Yak!! Berikan aku Cola!!" Jungkook tertawa mendengar jawaban gadis itu, out of the box.

Pekain Adek. (OSH. JJK. MT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang