Satu

45 9 7
                                    

"Tau gitu gue gak berangkat"

Setelah sampai ditempat tujuan, Anna melangkahkan kakinya menuruni angkutan umum. Langsung berjalan menuju pintu gerbang sekolah.

Ia sendiri heran kenapa dirinya tetap menuju sekolah, padahal ada banyak kegiatan lain yang lebih menyenangkan untuk dilakukan.

Sepasang mata memandang sendu ke arahnya, lalu menggelengkan kepala.

"Hobby ya neng telat?" Ucap Pak Suratmin-satpam sekolah Anna.
Anna memutar bola matanya malas, "Aduh Pak Min, bukan hobby. Ini udah jadi rutinitas saya setiap hari," jawab Anna dengan tampang tidak serius.

Pak Min adalah satpam yang baik, baik kepada Anna lebih tepatnya. Beliau mengerti Anna, namun terkadang Anna suka menyalahgunakan kebaikan Pak Min. Misalnya dengan meminta untuk membantunya lolos dari hukuman anak-anak yang terlambat datang.

"Pak pagar belakang ada yang jaga?"

Pak Min membulatkan matanya tidak percaya. "Duh neng, udah jangan manjat lagi. Nanti kalo jatoh bapak yang repot."

"Tapi pak.." elak Anna. "Udah sekarang masuk aja!"

Bukannya mendengarkan kata-kata pria itu, Anna justru memutar balikan tubuhnya.

"Neng kok malah pergi?!" Teriak Pak Min dibelakang Anna.

Gak sekolah sehari gak bikin gua rugi kok-batin Anna

Baru beberapa langkah Anna berjalan tangannya dicekal dari belakang. Membuat Anna sontak membalikan badan "Pak saya mau pul.." kata-kata Anna terhenti menyadari orang yang kini di depannya bukan lah Pak Min.

Kini di depannya ada seorang pria tinggi dengan iris mata abu-abu. Sorot matanya yang tajam membuat Anna ingin mencolok mata itu segera.

"Mau jadi apa lo bolos sekolah?" Tanya pria itu jutek, dengan alis yang bertautan.

"Bukan urusan lo!!" Anna menyentakan tangannya agar terlepas dari genggaman pria itu, lalu bergegas pergi dari sana.

Dasar cowo gila

***

Ting

Suara bel berbunyi tanda pintu cafe terbuka. Kira-kira sudah 3 jam Anna berada disana. Menghindari kegiatan belajar, atau sekedar menenangkan diri.

Anna suka seperti ini, hanya sendirian. Tidak ada yang mengganggu, kadang disaat seperti ini Anna sering memikirkan kakaknya. Semua hal manis yang mereka lalui dulu, hingga kini hubungan mereka mulai merenggang. Bahkan, hubungan Anna dan kakaknya tidak bisa dikatakan baik.

"Duh ngapain sih gue mikirin dia" ucap Anna pada dirinya sendiri.

Kini pandangan matanya mengarah keluar jendela. Memperhatikan kendaraan berlalu lalang. Entah kemana mereka bergerak, atau apa yang mereka cari.

Tangannya sibuk mengaduk cokelat panas yang tadi ia pesan, setelah 3 gelas lain yang sebelumnya juga telah dihabiskan.

Lamunannya terhenti saat ponsel yang berada di saku jaket jeansnya bergetar.

Alis Anna bertaut saat melihat nama yang tertera dilayar handphonenya.

Michelle- kakak Anna

Sejenak Anna berfikir, haruskah ia mengangkat telepon tersebut?

Anna meletakan handphonenya di meja membiarkannya bergetar. Tanpa berniat menjawab telepon tersebut.

Namun getaran handphonenya tak kunjung berhenti membuat Anna jengah. Dia mengangkat telepon tersebut mengarahkannya ke telinga, menutupi deretan tindik yang menempel di sana.

"Kemana aja kamu, kok baru jawab telepon kakak?"

Anna memutar bola matanya malas, mendengar celoteh orang di sebrang sana. "Kenapa?" Tanya Anna jutek.

"Kakak malem ini pulang" jawab Michelle, "Oh iya, kok kamu angkat telepon kakak, kamu gak sekolah?"

"Terus gue peduli?" Sungguh Anna hanya ingin menyelesaikan obrolan ini.

"Gue udah biasa di rumah sendirian, gak penting lo ada di rumah atau enggak. Satu lagi, kalo lo tau ini jam sekolah ngapain lo nelpon gue, bikin ribet aja." jawab Anna jutek seraya mematikan sambungan telepon.

Anna melanjutkan aktivitasnya di cafe itu, menghabiskan cokelat panas yang kini tidak hangat lagi. Ia segera memanggil pelayan membayar pesanannya lalu bergegas meninggalkan cafe.

Anna merasa kesal pada kakaknya, tapi ia juga merasa salah dengan apa yang telah ia lakukan.

Bagaimana pun Michelle adalah kakak Anna kan? Anna harus menghormati michelle.

Belum lagi tanggung jawab yang kini diemban oleh michelle. Aktif diberbagai organisasi di kampusnya, sekaligus mencari uang untuk kebutuhan hidup mereka.

Namun hal yang telah terjadi membuat cara pandang Anna ke Michelle berubah sepenuhnya

***

Panas matahari terasa menyengat kepala. waktu menunjukan pukul 11:45 saat Anna tiba di rumahnya. Ia melangkahkan kakinya untuk membuka pintu rumahnya.

Saat pintu terbuka, seorang gadis sedang duduk di atas sofa, memangku beberapa buku tebal yang terasa membosankan.

Menyadari sedang diperhatikan, gadis itu menurunkan buku yang ia baca. Michelle berdiri menghampiri Anna yang masih berada di ambang pintu.

Michelle menaikan kacamatanya "Kamu gak sekolah?".

Anna membulatkan matanya kaget. Ia yakin matahari masih terbit, lalu kenapa kakaknya sudah sampai di rumah? Kakaknya bilang akan pulang malam ini.

Anna segera menetralkan raut wajahnya, lalu mengangkat dagunya "Peduli apa lo sama gue?"

Michelle hampir saja menganga mendengar kata-kata adiknya itu "Gue kakak lo! Harusnya lo yang sopan sama gue. Jelas gue peduli sama lo, lo itu adik gue."

"Oh masih inget kalo gue adik lo?" Anna terus menantang Michelle. Michelle tampak membeku ditempatnya. "Gue pulang capek, mau istirahat. Tapi mendadak gue males buat ada di rumah" Anna menghentakan kakinya keluar rumah membanting pintu hingga menyebabkan suara yang keras.

Ia segera melangkahkan kakinya pergi, untuk saat ini Anna tidak ingin kembali ke rumah dulu.

Sementara di balik pintu Michelle mematung, kristal bening menetes begitu saja dari pelupuk matanya.

Kakinya terasa lemah untuk menopang tubuhnya. Dadanya terasa sesak karena apa yang dilakukan adiknya.

Kamu berubah na

Kenalin Michelle kakaknya Anna. Duh yang sabar ya, ngadepin Anna :')

Jangan lupa vote & comment

Reden (Alasan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang