Tiga

28 6 2
                                    

Selamat membaca ^_^

Anna memasuki rumahnya yang kini dalam keadaan gelap. Mungkin kakaknya sudah pergi, sungguh Anna tidak peduli. Ia menutup pintu, dan saat berbalik tiba-tiba lampu menyala.

Kakaknya disana berdiri memandang Anna dengan tatapan penuh selidik, tangannya terlipat di depan dada.

"Dari mana kamu?" Tanya michelle langsung ke intinya, tanpa berniat berbasa-basi. Anna menatap Michelle tak kalah tajam, rambut panjangnya dibiarkan tergerai, separuh rambutnya menutup wajah memberikan kesan garang.

"Kalo ditanya tuh jawab!?" Nada bicara Michelle meninggi, namun yang diajak bicara hanya menatapnya biasa salah satu alisnya naik seakan mengatakan "siapa lo?". Namun Anna hanya diam menatap kakaknya, kedua tangannya masuk ke dalam jaket jeans yang membalut tubuhnya.

"Kamu udah 2 hari gak sekolah! Gak jelas kemana, tidur dimana, sama siapa, ditelepon gak diangkat, mau jadi apa kamu!?" Ucap Michelle panjang lebar sambil melihat Anna dari ujung kaki hingga rambut. Ia menyadari bahwa baju yang Anna pakai saat ini bukan miliknya.

"Baju siapa yang kamu pakai?" Anna masih bungkam, "Kamu denger kakak gak sih!?" Suara Michelle semakin meninggi, Anna mengalihkan pandangannya ia malas menatap kakaknya. "Baju Rena, gue nginep semalem" jawab Anna sekenanya dan langsung melangkahkan kakinya menuju kamar. Namun langkahnya terhenti karena Michelle mencekal tangan Anna, dengan satu hentakan keras Anna melepaskan tangannya menatap Michelle dengan nyalang.

"MAU KAMU APA SIH!?" Michelle mulai kehilangan kesabarannya ia menarik tangan Anna, mengangkat dagu Anna tinggi-tinggi. Anna mencoba melepaskan tangan Michelle dari dagunya dengan menepis tangan Michelle cukup kencang, hingga tulang hasta mereka beradu.

Anna dapat menangkap ekspresi kesakitan dari Michelle akibat perbuatannya barusan. Anna maju satu langkah membuat Michelle memundurkan langkahnya, Anna semakin maju namun Michelle tidak dapat bergerak lagi karena tubuhnya sudah menempel pada dinding.

Michelle memberanikan diri menatap Anna walaupun tubuhnya sedikit gemetar, aura Anna begitu kuat membuat nyali Michelle menciut. Anna yang menangkap gelagat ketakutan dari wajah Michelle terseyum, seringai dari wajahnya sangat mengerikan. Sesaat ia mengalihkan pandangannya dan menatap Michelle lekat, sorot mata Anna begitu tajam membuat Michelle harus meneguk salivanya berkali-kali. Bahkan ia dengan susah payah menetralkan wajahnya dan menahan jantungnya yang berderu cepat.

Michelle memohon dalam hati agar ini cepat berakhir, ia tidak suka berada diposisi terpojok oleh adiknya sendiri. Anna menyibakan rambutnya kebelakang seraya tersenyum puas melihat ketakutan yang terlihat dari mata Michelle, "Lo takut sama gue?" Tanya Anna masih dengan senyumnya dan alisnya yang terangkat satu.

"Lo nanya, kan, sama gue? Mau gue apa?" Anna bercekak pinggang di hadapan kakaknya, memutar bola matanya malas. "Mau gue? Lo gausah ikut campur dengan hidup gue" ucap Anna penuh penekanan, lalu meninggalkan kakaknya sendirian.

Michelle melemas ia terduduk di lantai, air matanya meluruh sempurna, isak tangisnya pun tak tertahankan. Bagaimana bisa adik yang dulu sangat lembut dan penyayang berubah menjadi gadis suram yang penuh dengan aura mengancam.

***

Matahari masih terlihat malu–malu untuk menampakan dirinya, gelapnya langit pun belum tergantikan. Namun Anna sudah dalam perjalanan menuju sekolah. Mungkin beberapa teman sekelasnya akan menganggap ini sebuah keajaiban, untuk sekedar sekolah satu minggu full saja jarang, datang selalu terlambat, apa lagi saat ini matahari baru bersiap muncul tapi ia sudah dalam perjalanan menuju sekolah, sungguh momen langka.

Anna memang memiliki sejarah yang buruk jika dalam hal pendidikan. Sebelum menetap di SMA Tunas Muda, Anna sudah 2 kali pindah sekolah, jadi, Tunas Muda merupakan sekolah ke tiganya. Surat pindah dan biayanya semua ditanggung oleh Michelle. Entah Michelle dapat uang dari mana Anna pun tidak tau.

Anna juga tidak berniat pindah dari sekolah ini, entah kenapa ia merasa nyaman disini. Hanya saja sifat nakal Anna masih melekat jelas, sehingga namanya tidak pernah absen dari daftar bulanan di ruang konseling.

Sejujurnya alasan Anna pindah dulu juga bukan karena ia ingin, tapi ia tau bahwa cepat atau lambat ia akan dikeluarkan. Dan dengan berbagai surat peringatan yang Anna terima serta pemanggilan Michelle sebagai wali Anna berkali-kali membuat Michelle memutuskan untuk memindahkannya. Karena, Michelle bilang pendidikan itu penting dan sebagainya, Anna bahkan tidak mengingat kata-kata michelle itu, ia muak mendengarnya.

Jelas Anna dan Michelle berbeda, Michelle kelewat pandai, ia meraih gelar sarjananya karena beasiswa yang ia dapat. Selain pandai dalam hal akademis Michelle pandai mengatur waktu, ia bisa bekerja sambil melanjutkan pendidikan S2–nya dengan baik. Belum lagi berbagai organisasi yang pernah Anna bilang waktu itu. Huft, sungguh membosankan.

Jika bicara urusan otak, Anna memang tidak pandai hingga mendapat 10 besar, tapi ia tidak sebodoh itu, hingga dirinya harus tinggal kelas.  Mungkin nasib baik memang melekat pada dirinya.

Anna melangkahkan kakinya memasuki kawasan sekolah. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai begitu saja, sebelah lengannya membawa jaket jeans dan lengan yang lain menggenggam ponselnya, dengan earphone yang setia menempel di telinga, kaos kaki pendek di bawah mata kaki, serta dasi yang bahkan belum terpasang, kira–kira begitulah penampilan Anna saat ini.

Orang yang pertama kali terkejut melihat kedatangan Anna adalah Pak Min. Bagaimana tidak? Anna sudah ada di depannya, jika harus diperjelas ini baru jam 5 lewat 30 menit dan Anna Kayfa Aiko sudah berada di sekolah, dan sekolah dimulai pukul 7 tepat.

Pak Min menaikan sebelah alisnya dan tersenyum melihat Anna. Anna yang menyadari keberadaan Pak Min segera menghampiri pria itu, "Apa kabar pak?" Sambil memberikan kepalan tangan, niatnya, sih, ingin melakukan salam tinju dengan Pak Min, namun agaknya Pak Min terlalu tua untuk mengerti ajakannya tadi. Anna mengalah dan menurunkan tangannya,"Saya masuk ya pak," ucap Anna melanjutkan langkahnya yang hanya dijawab oleh anggukan dan senyum Pak Min.

Sesampainya Anna di kelas ia langsung melipat tangannya di meja, menenggelamkan wajahnya disana berniat untuk melanjutkan tidurnya.

Sebenarnya, Anna malas untuk berangkat sekolah sepagi ini, bahkan teman-teman sekelasnya juga belum datang. Satu-satunya alasan ia datang sepagi ini adalah untuk menghindari tatap muka dengan kakaknya.

Kira-kira sudah 30 menit Anna terlelap hingga suara Cahya–teman sebangku Anna, memekik di Ambang pintu, membuat Anna mengangkat wajahnya dari meja.

"Apaan sih lo, toa" cibir Anna kesal. Sementara Cahya langsung mengambil posisi di samping Anna menepuk-nepuk pipi Anna, Anna meringis kesakitan. "Ini beneran lo Ann?" Tanya Cahya dengan polosnya.
"Sakit setan!" Ucap Anna sambil mengusap-usap pipinya. "Wahhh ini sih beneran lo," ucapan Cahya barusan mendapat hadiah jitakan di kepala yang langsung membungkam mulutnya.

"Tersiksa hayati"





Minggu 7 Januari 2018

Reden (Alasan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang