Prolog

543 68 17
                                    

Sedari tadi Sungjae hanya berkutat di depan laptop kesayangannya. Sudah lima jam waktu dihabiskannya hanya untuk mencari informasi mengenai author yang tiba-tiba hilang bersama dengan janji penerbitan novel terbarunya. Sebenarnya Sungjae tidak mengambil pusing atas kehilangan sang author tetapi novel terbaru yang rencana akan diterbitkan author dua hari yang lalu merupakan sekuel dari novel sebelumnya yang berakhir dengan ambigu. Secara emosional, Sungjae telah terikat dengan tokoh di dalam novel tersebut.

"Hyung, appa ingin bertemu denganmu", ucap sang adik yang berhasil membuat Sungjae menghentikan aktivitas yang telah ia geluti berjam-jam itu.

"Dimana?", ucap Sungjae kepada sang adik, Yook Seonho.

"Ruang kerjanya", jawab Seonho.

Mendengar jawaban Seonho membuat Sungjae mengerutkan dahinya, firasatnya mulai buruk. Bertemu dengan ayahnya di ruang kerja merupakan hal yang sangat jarang terjadi.

Sungjae pun meninggalkan Seonho yang masih berdiri di depan pintu kamarnya. Tujuan Sungjae adalah ruang kerja milik ayahnya.

"Appa mencariku?", ucap Sungjae setelah berhasil menutup pintu ruang kerja ayahnya dari dalam.

"Duduklah", ucap ayahnya setelah menyadari kehadiran Sungjae. 

Sungjae pun duduk di hadapan ayahnya, sementara sang ayah mencoba untuk memperbaiki posisi kacamatanya terlebih dahulu sebelum berbicara lebih lanjut dengan Sungjae.

"Sungjae-ah, kembalilah".

Ucapan sang ayah berhasil membuat Sungjae menarik panjang nafasnya. Ini bukanlah pertama kalinya bagi Sungjae mendengar perkataan sang ayah seperti itu. Sungjae sangat tahu maksud dari kata 'kembali' yang diungkapkan oleh sang ayah. Bukan 'kembali' ke kamarnya. Tetapi 'kembali' ke hal yang paling dihindari oleh Sungjae beberapa tahun belakangan ini.

"Tidak. Aku tidak mau", ucap Sungjae dingin.

"Sungjae, ini penting", ucap ayahnya lagi.

"Aku tetap tidak mau, Appa. Bukannya Appa telah mendapatkan orang lain yang lebih profesional dariku?", Sungjae tetap ngotot untuk mempertahankan apa yang mesti ia pertahankan.

"Dia memang profesional, tapi untuk kali ini kau sangat dibutuhkan Sungjae-ah".

"Hanya untuk satu kasus saja", lanjut sang ayah.

"Tidak", ucap Sungjae singkat dan masih dengan tatapan dinginnya. 

"Kalau Appa tetap memaksaku, sebaiknya aku keluar", lanjut Sungjae sambil berdiri dari tempat duduknya dan hendak meninggalkan ruang kerja sang ayah. Tentu saja maksud dari perkataan Sungjae bukan hanya keluar dari ruang kerja sang ayah, tetapi lebih dari itu. Sungjae akan keluar dari rumah apabila sang ayah tetap ngotot untuk memaksanya. 

Sungjae berjalan menuju pintu ruang kerjanya itu, ia merasa mendatangi ruang kerja sang ayah adalah hal yang paling sia-sia ia lakukan saat ini. 

Namun, Sungjae diam terpaku ketika ayahnya menyebutkan hal yang cukup membuat hatinya kembali tersayat.

"Kalau Appa mengatakan kasus ini mengenai Sooyoung, apakah kau tetap tidak mau?", tanya sang ayah tepat sebelum pintu ruang kerjanya terbuka.

Sungjae yang mendengar hal tersebut langsung memandang ke arah ayahnya.

"Appa... Jangan pernah menggunakan Sooyoung untuk meluluhkanku. Aku tidak tertarik dengan lelucun yang Appa buat", ucap Sungjae dengan nada dinginnya.

"Tidak. Appa serius".

Sungjae tertawa sinis mendengar ucapakan sang Ayah.

Sooyoung, wanita itu adalah alasan mengapa Sungjae berhenti menjadi detektif beberapa tahun belakangan ini.

"Sooyoung telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Kasusnya telah di tutup. Apakah aku masih harus mengingatkan Appa?", ucap Sungjae.

Sooyoung telah meninggal. Informasi itu didapatkan oleh Sungjae setelah ia berhasil menangani kasus pembunuhan berantai. Sungjae yang membuat Sooyoung meninggal. Bukan secara langsung, tetapi karena profesinya itu. Dendam keluarga tersangka kepada Sungjae yang membuat Sooyoung meninggal. Karena kejadian itu pula, Sungjae berhenti dari profesinya.

"Sooyoung belum meninggal", ucap sang ayah datar.

Sungjae kembali tertawa sinis mendengar penuturan sang ayah.

"Sudah cukup Appa! Bercandamu tidak lucu", ucap Sungjae sambil melihat tepat di manik mata sang ayah.

"Appa serius, Yook Sungjae", ucap sang ayah.

"Sooyoung memang belum meninggal tetapi saat ini nyawanya terancam". 

"Maka dari itu, Appa butuh bantuanmu", lanjut sang ayah sambil merangkul tubuh Sungjae dan membawanya duduk kembali di sofa yang berada di ruang kerja sang ayah.

Sungjae masih terdiam. Mendapatkan informasi Sooyoung belum meninggal merupakan hal yang membuat ia senang seketika, tetapi mendengar nyawa Sooyoung terancam membuat ia semakin kacau.

"Jangmi membutuhkan orang tuanya. Ku harap kau bersedia kembali", ucap sang ayah yang kembali berhasil membuat Sungjae menautkan alisnya.

"Jangmi?", tanya Sungjae dengan suara paraunya.

"Anak kalian", ucap sang ayah singkat. 

🔎🔎🔎

Sebelumnya ini telah publish di 'one shot [ysj.psy]' aku. Aku publish ulang disini karna banyak yg pengen 'Detective Yook' dibuat versi panjangnya dibanding yang 'Promise'.  Jadi... Jeng.. Jeng.. Jeng... Inilah dia hehehe.

Belum ada bayangan sih sampai chapter berapa. Kemungkinan juga alurnya maju - mundur. Oh iya satu lagi, banyak hal yang tersirat di balik setiap chapter nantinya. Semoga suka yaa :)

Shadows | Detective YookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang