Autumn 2018
Linangan air mata meluncur bebas di pipi Lucy yang sembab. Kilasan masa lalu yang menghantui itu muncul tanpa bisa ia cegah. Dekapan hangat pria berhoodie itu tak mampu membuat tubuhnya menghangat, malahan tubuhnya semakin bergetar hebat kala dinginnya malam menyeruak masuk melalui sela jaket nya.
**** Flashback ****
Lucy menatap jam digital ditangannya dengan nanar, karena waktu yang tertera disana menunjukkan kalau sekarang memang sudah benar-benar larut malam. Ini salahnya sendiri pergi ke rumah Jihan pada saat pukul delapan malam untuk menuntaskan kerja kelompok nya, alhasil tanpa ia sadari waktu berjalan begitu cepat membuatnya tanpa sadar tidak memerhatikan waktu.
Memang rumah Jihan juga tak jauh dari rumahnya, malahan hanya bersebelahan komplek dengan rumahnya. Tapi entah kenapa sekarang ia merasa benar-benar tidak enak. Bukan karena tubuhnya yang mulai kedinginan karena angin malam, tetapi mungkin lebih ke firasat. Ah, memikirkan nya malah membuat perasaan nya semakin takut saja.
Lucy menengok ke sekitar setelah keluar dari komplek perumahan Jihan, jalanan lengang, juga sepi, walau disekitar banyak rumah warga, dan banyak penerangan, tapi ia tak tahu apa yang membuat nya merasa benar-benar gelisah.
Tak ingin membuang-buang waktu lebih lama lagi, Lucy memberanikan diri menyusuri jalan beraspal hingga sampai pada pintu masuk komplek rumahnya jihan.
"Neng!"
"Huaa!!" Refleks Lucy membalas sapaan itu dengan teriakan, dalam sekejap ia memutar tubuhnya untuk melihat siapa gerangan orang yang menyerukan namanya sambil menepuk pundaknya pelan.
"Aduh, neng. Neng Lucy kenapa?" Tanya Supratmo–satpam jaga yang menjaga komplek perumahan Jihan.
Melihat bahwa seseorang yang menyerukan namanya tadi adalah Pak Supratmo, hati Lucy melega. Ia menarik napas dalam-dalam, dan mengatur napasnya agar tenang kembali.
"Syukur, cuma Pak Supratmo. Bapa ngagetin Lucy aja, ih." Sebal Lucy mengerucutkan bibirnya 2 inci.
"Lah, emangnya siapa lagi, neng? Bapa, kan tiap hari ada disini. Trus, neng Lucy kenapa kaget?" Heran Supratmo.
"Ah, iya. Gapapa, kok pak. Mungkin Lucy lagi banyak pikiran jadi suka kaget kalo ada yang manggil." Jawab Lucy sambil tersenyum simpul.
"Oh....Tapi kalo boleh bapak saranin, neng kalo ada masalah atau kesulitan jangan terlalu dipikirkan, ya, neng. Kalo ada masalah atau apa, neng Lucy boleh kok, minta tolong sama bapak. Bapak, pasti akan bantu sebisa mungkin, neng." Kelakar Supratmo, membuat Lucy kembali menyunggingkan senyumnya. Senyum yang lebih condong buat nutupin rasa malunya.
"Iya, pak. Terimakasih. Kalo gitu, Lucy pulang dulu, ya pak."
"Iya, neng. Hati-hati, ya."
"Iya, pak."
Setelah benar-benar keluar dari komplek perumahannya Jihan, Lucy memberanikan diri melewati jalan setapak untuk sampai komplek perumahannya. Beberapa langkah ia berjalan, perasaannya kembali tidak enak. Namun ia berusaha kerasa menpisnya dengan berpikir positif.
Ia mengedarkan pandang ke sekitar, sudah tidak ada warga yang berlalu lalang dijalan karena memang saat ini jam menunjukkan angka 00:30 yang mana pada saat tengah malam, warga sekitar komplek jarang ada yang masih beraktivitas.
Lama-lama, saat berada ditengah jalan menuju komplek rumahnya, pendengarannya menangkap derap kaki lain disekitar. Hingga belum sempat Lucy memutar tubuhnya, seseorang tiba-tiba mengulurkan kain yang kemudian membekap mulutnya paksa.
Ingin sekali ia berteriak, ingin sekali ia memaki, namun tubuhnya malah semakin lemah untuk melawan. Melawan seorang cowok yang kini menyeringai, seringaiannya sangat menakutkan di penglihatan Lucy yang semakin mengabur. Senyuman itu menipu waktu. Dan tanpa butuh waktu lama, akhirnya kesadaran Lucy menghilang, hingga akhirnya tubuh gadis itu terjatuh lemas dalam dekapan cowok dengan hoodie hitam yang membalut tubuhnya.
*****
Kringg....
Dering alarm berdenging nyaring memecah keheningan, hingga gadis yang tengah berbaring ditempat tidur itu terbangun. Gadis itu menyeka bulir keringat di pelipisnya, lantas meringkuk dan menyelimuti tubuh nya dengan selimut yang berada dalam genggamannya.
Lucy.
Gadis itu melepas selimutnya, ia mengedarkan pandang ke sekitar. Dan seketika ia mengetahui kalau ruangan yang ia masuki, bukanlah kamarnya.
'Ha? Tunggu. Ini kamar siapa!'
Beberapa detik berlalu, sampai akhirnya ia menyadari, dan ia terkejut bukan main. Lantas refleks ia melempar selimut itu ke lantai.
"Hah?"
"Baju aku! Baju aku mana..!"
Ia meraba-raba tubuhnya dengan kalap. Dan...
"Aaarghhhh!"
*****
Adrien menggeliat, membuat suara-suara dari persendiannya terdengar seperti suara patah tulang. Ia menegapkan tubuhnya dan menyender pada badan sofa, tempat tidurnya semalam. Ya, semalam ia tidur disofa. Itu karena satu dan lain hal yang terjadi kemarin.
Sayup-sayup ia mendengar suara teriakan yang nyaring setelah otaknya mulai berfungsi kembali. Benar memang, setelah ia meyakinkan diri, ia yakin suara teriakan yang ia dengar itu berasal dari kamarnya.
Entah kenapa, tiba-tiba bibirnya melengkung 1 setengah senti. Tubuhnya yang lelah menjadi bersemangat dengan sendirinya. Ia pun lantas berdiri, matanya tertuju pada satu titik, sebuah pintu yang jaraknya tak jauh darinya.
*****
Lucy mengecek pakaiannya satu per satu. Dan akhirnya, ia melega karena setiap pakaiannya terpasang pada tempatnya masing-masing tanpa ada yang salah tempat ataupun sampai berubah pakaian. Hii...
Ia pun buru-buru turun dari ranjang king size tempat semalam ia tertidur itu. Sejujurnya ia bingung kenapa ia bisa berada didalam kamar luas dengan dekor kamar dominan hitam elegan ini, yang bahkan ia belum pernah masuki sekalipun.
Ia jadi berpikir yang tidak-tidak. Apa jangan-jangan ada seseorang yang menyuliknya? Kalau benar ia diculik, memangnya orang itu ada apa? Dan kenapa ia ada disini? Semalam kan...
Kejadian mengerikan itu terputar kembali, kejadian dimalam yang sunyi itu seakan menampar Lucy hingga tanpa sadar setetes air mata jatuh ke lantai marmer yang sedang dipijaknya.
Dadanya sesak. Nafasnya tersengal. Ketakutan itu merasukinya kembali. Namun secercah cahaya muncul dan menerangi pikirannya, lantas ia mengusap bulir air dipipinya. Kesedihan hanya akan membuatnya semakin lemah.
Ia mengambil tas kanvas nya yang tergeletak di meja kecil kamar itu, lantas ia melihat pintu keluar kamar yang tertutup rapat. Disebelahnya ada dua buah jendela. Dengan melihat keluar jendela saja ia sudah tahu dimana sekarang ia berada. Ia yakin, sekarang ia sedang berada di dalam sebuah apaetemen.
Langkah demi langkah Lucy mengendap menuju pintu keluar kamar, hingga ia menekan knop pintu dan...
Pintu terbuka, dan seseoraang dengan mengenakan celana kolor saja dengan kaos tanpa lengan muncul tiba-tiba. Cowok itu menyeringai seperti orang gila turun dari langit.
****

KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Autumn
Aktuelle LiteraturUntuk autumn, yang mempertemukan juga memisahkan dua hati