Di Singapura
Memasuki sebuah rumah sakit Singapura, melewati lorong-lorongnya di kesunyian dan jejak kaki yang menimbulkan suara.
“Ma... Mama...” seorang pasien rumah sakit telah sadar dari tidur panjangnya.
Setelah sekian lama, pada akhirnya ia terbangun di hari tepat untuk usianya yang ke 16.
“ Naikha, Abang datang!” seru seorang pria yang berjalan masuk sambil membawa buket Mawar.
“Abang...” sapa Naikha lemah.
Orang yang di panggil itu malah diam terkejut dengan apa yang ia lihat. Ia terkejut, tak menyangka bahwa adiknya telah bangun.
Secepat ia terkejut secepat itu pula ia tersadar. Ia segera keluar yang sebelumnya ia meminta agar Naikha tetap di situ. Walau secara logika Naikha tidak mungkin bisa kemana-mana karena semua alat penopang masih menempel terkecuali alat bantu napas yang sudah ia lepas begitu ia tersadar. Keadaan Naikha pun masih lemah saat ini.
“Naikha, nak...” ucap Papa dari sang pasien.
“ kamu sudah bangun! Akhirnya... Ya allah." Bersamaan dengan beliau, seorang dokter dan asistennya masuk dan mendekati brankar untuk memeriksa keadaan Naikha.
Di saat Naikha tersadar, memang tidak ada seorangpun di ruangan itu selain dirinya. Entah itu dokter yang selalu menjaganya maupun seorang perawat sekalipun.
Karena memang tidak ada yang mengira ia akan tersadar hari itu. Di saat semua orang mulai berputus asa.
Saat sang dokter yang memeriksa pasien berlalu, baru lah keluarganya mendekati brankar tempat Naikha saat ini terbaring.
“Nak, kamu tak apa?” tanya seorang wanita yang selalu Naikha panggil Mama. “ Mama tau kamu lemas, tapi ayo jawab Mama, Nak!" lanjutnya.
“Kamu lebih baik istirahat saja dulu. Kamu bisa jawab pertanyaan Mama kamu nanti saja. Ayo, Ma!” Ucap Papanya kemudian. Ia lalu menggiring Istrinya untuk keluar karena sebelumnya dokter sudah menyuruh mereka untuk keluar agar Naikha lebih leluasa untuk beristirahat. Naikha tersenyum melihat Papa dan Mamanya kambali dekat. Akhirnya... Batin Naikha.
Maroon Clachio Baraputra. Sejak adiknya sadar, ia hanya mematung di depan pintu tanpa mau masuk atau sekedar duduk di bangku yang ada di belakangnya. Berbeda dengan sifat kesehariannya. Ia masih bingung. Benarkah adiknya itu sudah sembuh? Atau...mungkin... yaa... Bagaimanapun keadaannya ia harusnya bersyukur akan itu.
🍁🍁🍁
Shafira, ibu Naikha. Sedang membereskan pakaian Naikha dan memasukkannya ke koper. Mereka berada di sebuah apartemen. Mengingat mereka telah lama tinggal di sini, jadi rasanya mustahil jika mereka tak punya tempat tinggal. Apalagi Naikha yang sudah bosan dengan gedung putih yang selalu di datanginya itu.
Mereka akan balik ke Indonesia besok. Semua persiapan sudah selesai. Tinggal menunggu hari esok.
Naikha dari tadi hanya menatap kota di hadapannya. Ia ingin mengucapkan selamat tinggal pada kota ini. Kota yang telah menemaninya di saat ia dalam keadaan yang tidsk baik.
"Nanti, sehabis makan siang kita akan pergi ke rumah Rose. Kita ucapkan selamat tinggal pada mereka." ucap Mamanya memecah keheningan.
"Iya, Mah. Naikha hanya ingin..." ucapnya terputus, tidak tahu harus berkata apa. "Mah, kenapa kita tidak makan siang dengan mereka saja?" usul Naikha akhirnya.
"Ide bagus. Kalau gitu kamu siap-siap gih. Yang cepat ya!"
"Iya, Mah." Jawab Naikha sopan.
Sebenarnya, ia hanya bingung apa benar ia akan ke Jakarta lagi? Maksudnya apa ia akan bertemu dengan temannya lagi disana? Rindunya akan kota kelahirannya itu sudah memuncak hingga membuatnya merasakan gelisah yang berlebih.
"Hmm, Mah?"
"Iya sayang, ada apa?"
"Umm, nanti pulang dari Rumah Tante Anna kita pergi belanja ya, Mah? Ada yang mau Naikha beli.
" Iya, sayang kapanpun itu."
Naikha tersenyum puas mendengar kalimat Mamanya.
Semuanya benar-benar telah selesai. Setelah Naikha pulang dari rumah bibi dan sepupunya. Ia pergi ke tempat dimana biasanya para wisatawan berkunjung kesana entah hanya untuk sekedar jalan-jalan atau berbelanja segala pernak-pernik yang ada di sana. Mamanya tidak suka dengan keadaan di sini.
Disini, kita akan seperti berada di pasar tanah abang. Bukan karena itu Naikha kesini sebenarnya, tapi karena keramaian yang ada. Sebenarnya bisa saja ia mengajak Mamanya pergi ke tempat yang lebih baik. Tapi, jika Naikha bilang A, ya harus A. Jadilah mereka kemari. Padahal sudah banyak pernak-pernik yang ia beli, walau itu hanya saran mamanya untuk di berikan kepada sanak saudara dan, yah... Pastinya bukan para tetangga yang bagi mereka Singapura hanya seperti sekedar tempat berkunjung untuk berbelanja dan bisnis.
"Nai, mama sumpek ni." keluh Mamanya. "Kamu belum selesai belanjanya? Nanti capek lho!!" lanjutnya.
"Gak, Ma. Di sini ramai, Naikha suka deh. Kita kesana ya Mah?" tunjuk Naikha dan berjalan kearah yang ia maksud. Mamanya hanya bisa mengikuti.
Naikha dan Mamanya berjalan berdesakan diantara pengunjung yang lain. Entah sudah berapa kali Naikha dan Mamanya menabrak dan ditabrak pundaknya oleh pengunjung yang lain. Sudah berapa kali bahkan hampir tersandung karena kaki-kaki.
"Nah, ini dia. Akhirnya!!" ucap Naikha bersemangat saat melihat sebuah benda yang memang menjadi tujuannya kemari. "Ketemu juga!" lanjutnya lagi setelah beberapa saat jeda.
🍁🍁🍁
Hai... Gimana lanjutannya!?
Vomment ya....
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Takdir
Teen FictionTakdir tak menghalangi kita agar bersama Hanya waktulah yang membentangkan jaraknya di antara kita... By. Whippes Selamat membaca cerita pertamaku...