2

1K 156 17
                                    

Jaehyun menghela napas untuk kesekian kalinya hari itu. Dua menit lagi jam akan benar-benar menunjuk angka dua belas, setidaknya tamu terakhir sudah benar-benar meninggalkan gedung, membuat helaan napasnya kali ini adalah helaan napas lega. Ia membalikkan tubuhnya lalu berjalan ke arah ruangan lobby ditemani dua orang bodyguard yang senantiasa menemaninya. Sebenarnya itu membuatnya tidak nyaman tapi Jaehyun tidak enak jika harus menolak keeradaan mereka. Toh, selama ini ia belum pernah merasa sesuatu mengancam nyawanya.

Tadi, Doyoung berkata padanya kalau ia akan menyiapkan mobil, sehingga pemuda itu tidak berada di sampingnya saat ini. Jaehyun duduk di salah satu tempat duduk yang disediakan di sana. Jemarinya sibuk bergerak di ponsel super pintarnya. Ada dua belas panggilan tak terjawab dan tanpa melihat nama penelpon pun ia tahu.

Itu Johnny.

Jaehyun juga mendapat lima puluh empat pesan tak terbaca dari pria itu. Pria yang membuatnya tidak tenang semenjak percekcokan dengannya kemarin. Sebenarnya sedari tadi ia menahan nyeri yang menjalar dari punggungnya. Saat itu terjadi, Johnny membanting tubuhnya ke arah dinding. Jaehyun ingat sekali saat itu Johnny meneriakinya dengan makian, entahlah, mungkin pemuda itu tersulut emosi.

Dan Jaehyun akui, ia masih takut pada sosok itu.

Takut sosok itu masih menjadi monster.

Ia menggeleng, berusaha menepis pikiran abstraknya saat itu juga. Dihapusnya daftar notifikasinya dengan harapan kekhawatirannya menguap.

Namun sayangnya, ia tidak bisa.

Sebuah mobil berwarna hitam melaju ke arah lobby. Dari plat nomornya, Jaehyun hapal kalau itu adalah mobil yang dijalankan Doyoung. Ia pun menyegerakan diri untuk mendekati mobil dan duduk di kursi penumpang belakang. Sebelumnya ia menyempatkan diri untuk membungkukan badan pada dua orang yang menemaninya, mereka akan naik mobil lain.

"Seharusnya saya yang buka pintunya."

"Tidak perlu, aku bisa membukanya sendiri."

Doyoung tidak banyak berkata seperti biasa, ia hanya mengangguk dan menjalankan mobilnya ke arah kondominium Jaehyun yang letaknya sebenarnya tidak begitu jauh dari Hotel SM.

"Melajunya pelan-pelan saja, ya." Jaehyun akhirnya buka suara. Sedari tadi keheningan menguasai mereka. Doyoung tidak berani memutar lagu di mobil, takut konsentrasinya buyar katanya, faktanya memang ia baru mendapat SIM beberapa bulan yang lalu. Jaehyun tidak mengalihkan pandangannya dari jalanan di luar sana. Lampu jalanan entah kenapa mampu menarik atensinya. "Aku mau menikmati jalanan malam. Takutnya besok tidak bisa."

"Kenapa Anda bilang begitu?"

Pertanyaan yang ditembakan dengan begitu cepat oleh Doyoung membuat Jaehyun menyadari kalau asistennya itu terkejut. Jaehyun mengangkat bahunya sekilas. Mendadak rasa takut mendominasinya saat melihat iklan minuman keras di pinggir jalan. Johnny akhir-akhir ini suka sekali menegak alkohol sampai hilang kendali.

"Abaikan, ketakutanku benar-benar tidak mendasar."

Hening lagi. Tapi, tidak lama.

"Maaf kalau saya ikut campur," ujar Doyoung. Ia terdengar ragu. "Apa ini soal Tuan Johnny?"

Jaehyun membisu. Ia menyangga kepalanya agar nyaman. Helaan napas lirih kembali lolos dari hidungnya yang mancung nan tajam. Tebakan Doyoung tidak salah. Bagaimanapun sebenarnya Doyoung adalah sosok sahabat berkedok asisten baginya.

"Ya, soal dia," jawab Jaehyun sekenanya. "Tahu darimana?"

Doyoung mengangkat bahu. Lampu lalu lintas yang menyala merah membuat pemuda itu sempat menatap wajah Jaehyun walau tidak lama. "Mereka bilang orang yang membuat kita tersenyum bisa menjadi kegelisahan terbesar mereka."

Winter Moon || JohnjaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang