CHAPTER 3

37 20 8
                                    

CHAPTER 3

Dylan.

Cole sangat yakin bahwa pria brengsek itu yang membuat Lea menjadi sinis kepadanya. Sayangnya, pria brengsek itu saudara kandungnya. Lebih tepatnya, saudara kembarnya.

Baiklah baiklah. Kalian tidak perlu mengumpat. Tapi percayalah, Cole dan Dylan adalah makhluk yang berbeda. Sifat sikap Cole memang lebih mencerminkan tentang kebaikan, namun kau bisa lihat sifat Dylan seperti apa.

Bukan karena mereka kembar maka sifat sikap mereka akan sama. Bukan karena mereka kembar maka mereka memiliki hati dan kepribadian yang sama.

Dylan benar-benar sangat amat buruk. Bisakah kalian membayangkannya? Ketika Lea membenci semua pria dan menganggap semua pria itu brengsek, berbeda dengan Dylan.

Dylan sangat membenci komitmen. Dylan tidak pernah memiliki hubungan lebih dari satu minggu dan mungkin tidak akan pernah. Ia hanya menyukai hura hura dan tidak pernah memikirkan masa depannya. Bahkan ketika dia sedang diterpa masalah, bukanlah gereja tempatnya bersinggah. Tapi...

Club.

Dylan bahkan pernah tidak pulang selama seminggu penuh dan ternyata apa? Waktunya hanya dihabiskan untuk bersenang senang dengan jalang. Cocok bukan? Jalang pun tidak suka berkomitmen. Sungguh pasangan serasi.

Dulu, Dylan tidak seperti ini, bahkan Cole dan Dylan adalah saudara sekaligus sahabat yang cocok sekali. Dua cassanova yang sama sama pintar, tampan dan berwibawa.

Namun sekarang? Kewibawaan didalam diri Dylan seakan luntur dan yang tersisa adalah dendam. Kepintarannya tersisihkan oleh keinginan nafsunya itu.

Dylan seringkali berurusan oleh polisi, namun itu tidak pernah membuatnya jera. Satu hal yang mungkin akan membuatnya puas adalah, Cole.

Ia sangat menginginkan Cole mati di tangannya. Tidak peduli bahwa ia adalah saudara kandungnya. Ia hanya ingin dendamnya tercapai.

Dan begitulah Dylan Sprouse.

Cole menghela nafas perlahan mengingat sifat sikap Dylan yang ia juga mengerti sangat bertolak belakang dengannya. Namun, sepersekian detik kemudian Cole menyeringai jahil. Dia mendapatkan ide. Mungkin ide ini sedikit buruk, tapi tak apa untuk dicoba.

***

Lea termenung memikirkan kejadian seharian ini. Bagaimana bisa Cole bersikap semanis itu? Apa dia tidak ingin meminta maaf kepadanya karena kemarin membentaknya? Bahkan dia belum memberi penjelasan kenapa dulu ia pergi tiba tiba dan tidak memberikan kabar hingga sekarang.

Peduli setan. Lea lelah dan ingin tidur sekarang. Toh, semua pria juga seperti itu. Hanya bersikap manis pada awalnya dan akhirnya pergi juga. Simple kan? Omongan semua pria itu hanya kedok belaka. Pada intinya,semua pria itu sama saja. Sama sama brengsek. Itulah yang dipikirkan Lea selama ini.

Dulu, Lea adalah orang yang terbuka, ceria, dan selalu mempedulikan lingkungan sekitarnya. Tapi sekarang, ia bahkan tidak peduli dengan apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Semua ini karena Dadnya yang brengsek itu pikirnya.

Dadnya meninggalkan ibunya hanya untuk bersenang-senang. Ketika perusahaannya jatuh, hanya ibunya yang mau mensupport ayahnya hingga ia bisa berada diatas lagi. Namun, ketika sudah diatas? Ayahnya seperti pengidap amnesia yang lupa akan segalanya. Ironis bukan? Ayahnya memang tidak masuk kedalam kategori ayah yang baik.

Karma itu ada bukan? Lea selalu menunggu karma itu datang kepada ayahnya. Lea jahat. Sangat.

Pagi ini Lea berharap tidak melihat eksistensi seorang Sprouse didepannya dan baguslah karna doa itu terkabulkan. Hingga jam makan siang selesai, Cole dan antek-anteknya a.k.a Fredo tidak terlihat batang hidungnya sekalipun. Dan sekarang, jam matkul Vanessa sialan itu kosong. Benar-benar hari idaman mahasiswi bukan?

C H A N G E DTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang