Sepasang mata hijau itu menatap nanar kepergian Aubri. Terbesit rasa sendu dalam tatapannya itu. Ia menghela nafas pelan. Ia menelengkan kepala dan melihat perempuan yang sedari tadi hingga sekarang masih termenung. Entah kenapa, mungkin ia tidak percaya apa yang baru saja terjadi.
Dering ponsel membuyarkan apa yang sedang ia pikirkan. Ia merogoh saku dan melihat siapa yang menelfonnya. Nama Fredo tertera disitu."Cole, cepatlah. Ini pertama kalinya dan aku sangat takut" ujarnya histeris.
"Ck- sebentar. Semuanya sudah kau urus kan?"
"Ayolah cepat!" Fredo tidak menjawab pertanyaan Cole.
"Tunggu"
***
"Aku takut Dylan mempermainkannya" Cole mengucapkan kalimat itu dengan seutas senyum getir.
Ia tidak naif. Ia tidak mengingkari kalau ia menyukai gadis itu. Ia takut gadis itu tersakiti oleh saudara kembarnya yang biadap itu.
"Ekspektasiku tadi pagi bisa membuatnya sadar. Tapi ia malah seperti itu" tutur Aubri.
"Kau membentaknya terlalu keras tadi"
"Aku tidak akan membentaknya jika dia tidak membentakku duluan" Aubri mendengus kesal.
"Tapi kau kasar padanya"
"Mengapa kau jadi menyalahkanku, Cole?"
Fredo menghela nafas pelan. Ia menatap kedua temannya itu dengan tatapan yang berarti 'jangan-ribut-disini-bodoh!'. Yeah, mereka ada di cafe dekat kampus. Mereka bertiga membolos bersama. Baiklah, ini memang kebodohan terbodoh yang dilakukan oleh orang bodoh.
"Mungkin Dylan menyukainya tulus" ungkap Fredo tiba-tiba.
"Ck- dasar sialan. Aku tau bagaimana sikap Dylan dan segala bedebahnya itu. Ia tidak serius dengan Lea. Pesannya tadi malam sudah membuatku yakin bahwa Dylan hanya akan membuat Lea menjadi senjatanya untuk membalaskan dendamnya kepadaku" jelas Cole.
"Hah? Dendam apa maksudmu?" sepersekian detik kemudian, Cole sadar bahwa ia sudah salah bicara. Fredo memang sudah mengetahui segalanya. Tapi tidak dengan Aubri.
"Kenapa kau diam? Jelaskan padaku apa yang kau maksud bodoh!" tajam Aubri.
"Hm" Fredo berdeham sedikit.
"Diamlah babi hutan!" bentaknya kepada Fredo. Aubri benar benar sedang naik darah sekarang.
"Dulu, kami bersaudara baik. Kami selalu melakukan semua hal hal bersama. Kami melakukan apapun berdua. Hingga pada suatu hari, Dylan menyukai perempuan bernama Lily. Namun, Lily malah menyukaiku dan ia dekat dengan Dylan hanya untuk menanyakan hal hal tentangku. Dylan sakit hati. Ia berkata padaku untuk membalas cinta Lily karena pada saat itu aku tidak menyukai Lily. Aku berharap Lily menyukai Dylan."
"Waktu terus berputar, aku lelah berpura pura mencintai apa yang tidak aku cintai. Tapi disisi lain aku tidak ingin mengecewakan Dylan. Aku frustasi. Aku pergi ke club. Baiklah sebut saja aku gila. Tapi aku pun butuh pelampiasan bukan? Aku tidak mengerti mengapa tiba tiba Lily bisa datang ke club itu. Aku tidak tahu siapa yang memberitahunya. Ia melihatku sedang bercinta dengan jalang."
"Setelah ini mungkin kau mengecapku sebagai pria yang buruk dan menyuruhku untuk menjauhi Lea. Tapi, itu sebuah kesalahan waktu itu. Aku sadar. Lily kecewa denganku. Ia berlari keluar club dan aku mengejarnya."
"Aku melihat ia menangis. Ia berlari terus tanpa melihat kanan kirinya. Saat ia menyebrang, sebuah mobil melaju dan menabraknya telak. Aku benar benar sesak saat itu. Aku melihat wajah manis Lily yang berlumur darah. Aku menyesal. Aku benci dengan diriku sendiri saat itu. Aku dan Dylan menghadiri upacara pemakaman Lily sehari setelah kepergiannya"