When you feel my heat. Look into my eyes. It's where my demons hide. It's where my demons hide.
Imagine Dragons – Demons
•••
"NAYARA!"
Suara Bunda menggelegar di susul suara ketukan pintu yang di ketuk secara brutal membangunkan Naya dari tidur nyenyaknya.
Tubuh mungil gadis berpiyama merah menggeliat di balik selimut kala mendengar suara bising dari luar.
"Apasih bun, pagi-pagi udah teriak aja," ujarnya setengah berteriak dengan suara serak.
"Udah berapa kali bunda bilang, jangan di kunci pintunya!!" omel Bunda.
"Berisik bun.. Naya mau tidur lagi." Matanya kembali terpejam, kedua tangannya terulur menarik selimut sampai menutupi wajahnya, bersiap untuk kembali tidur.
"Jam 7 ini.. lo mau sekolah jam berape hah?" aksen betawi Bunda keluar, menandakan bundanya itu sedang kesal.
Bak di sambar petir dashyat, Naya bangkit dari kasurnya dengan kedua mata terbelalak. Dengan langkah secepat kilat ia menuju pintu minimalis kamarnya.
Saat daun pintu terbuka, muncul lah wajah geram Bunda yang menandakan bahwa wanita paruh baya itu siap untuk menyembur Naya dengan wejangan-wejangan khasnya.
"Kamu teh di bangunin meni susah pisan!" Kini, gantian aksen sunda yang keluar. Maklumlah, Bunda lahir dari percampuran darah sunda dan betawi. Tumbuh besar di jawa namun kini tinggal di Jakarta. Jadi tak heran Bundanya menggunakan aksen keduanya.
Gadis itu memasang wajah memelas, jurus andalannya ketika Bunda sedang mengomel seperti sekarang ini. "Bundaaaa...." rengek Naya.
"Kenapa nggak bangunin Naya daritadiii?"
Ternyata tampang memelasnya itu tidak mempan untuk kali ini. "Udah bunda bilang jangan nonton koriya mulu! Gini kan jadinya. Kesiangan," cerocos Bunda.
Naya terkekeh pelan. "Korea, Bun."
"Terserah bunda atuh. Udah sana mandi. Cepetan!" suara mengintrupsi dari Bunda membuat kekehan Naya pudar.
Setelah menjalankan ritual pagi, Naya membalut tubuhnya dengan baju seragam putih dan rok abu-abu selutut khas anak SMA. Gadis itu menuruni tangga dengan tergesa-gesa, dirinya sedang mengejar waktu untuk sampai di sekolah tepat waktu.
"Telat lagi?" Fahmi berdecak seraya menyuapkan potongan roti terakhirnya.
Pria bertubuh tinggi dengan jaket jeans yang membalut tubuh tegapnya bangkit, bersiap untuk pergi munuju tempat kuliah.
Tangannya mengacak-acak rambut Naya yang kini berada di hadapannya.
"Kakak jalan dulu.."
"Jangan telat lagi ya kecebong!" seru Fahmi dengan nada meledek. Sesaat kemudian dirinya berjalan setengah berlari menghindari amukan Naya.
"Tiati kakak bedegong," teriak Naya dengan wajah ditekuk.
Bunda yang baru datang dari dapur mendengar kata-kata terakhir yang terucap dari bibir Naya langsung melotot kearahnya.

YOU ARE READING
Unsteady
Teen FictionAdnan Fauzan Arsalan, cowok dingin nan ketus yang memiliki sejuta pesona dipertemukan dengan seorang gadis cerewet yang galak. Di balik 'kegalakan' dan 'kecerewetan' nya, gadis imut yang bernama Nayara Kanira Muthia ternyata memiliki beberapa kesama...