PROLOG

128 5 1
                                    

CAHAYA terang menyeludup dari cela-cela jendela, menyinari sudut ruang yang gelap. Matahari siap melakukan kegiataannya setiap pagi, menyinari bumi, layaknya lampu pijar menyala dalam ruang gelap. Wanita Berambut Acak-acakan menggeliat dalam balutan selimut tebal. Terganggu sinar matahari yang menerpah wajahnya, wanita itu mengerjapkan mata. Saat penglihatannya sudah normal, wanita itu terkejut.

Wanita itu menatap jendela kaca berukuran 2x2 meter, tirainya masih tertutup, tapi terdapat ventilasi udara di atasnya. Ia menatap nyalang ruangan itu. Lagi, Ia benar-benar terkejut karena kamar ini bukan kamar miliknya. Tidak banyak perabotan di sana, figura pun tak ada. Ini bukan kamarnya.

Keterkejutannya bertambah tat kala wanita itu menyikap selimut. Tubuhnya tak menggenakan sehelai benangpun. Ia melihat gaun biru laut miliknya ternyata ada di samping beserta baju dalamnya. Ia langsung terduduk, menggambilnya dan cepat-cepat menggenakan pakaiannya kembali.

Air matanya menetes. Ia menangis. Bagaimana ini bisa terjadi padanya? Kenapa harus ia yang mengalami? Wanita itu tak menyangka menjadi korban pemerkosaan. Ia takut hal buruk terjadi. Apa kata orang bila melihatnya atau apa ada pria yang mau menerimanya?

Berjam-jam ia habiskan untuk menangis. Hingga akhirnya tangisnya terhenti, mengusap air mata di pipinya.

Wanita itu berdiri, menggambil tirai jendela berukuran dua meter itu lalu menyambungkan dengan tirai yang satunya. Bisikan setan di telinga kiri menyuruhnya menyudahi hidupnya.

Kakinya mengarah ke pekarangan rumah yang tak memiliki pembatas sekalipun. Wanita itu menatap tajam rumah di depannya yang sunyi tak berpenghuni. Tatapannya beralih pada pohon rindang. Ia mengambil kursi plastik di teras, berjalan ke pohon rindang seraya menenteng kursi. Diletakkan kursi itu tepat di bawah dahan pohon sebesar lengan tangan laki-laki. Berdiri di atas kursi demi bisa mengikat tirai yang dijadikan sebagai tali untuk dikaitkan di dahan pohon. Ujung bawahnya sengaja dibuat menyerupai kalung. Ia nyaris mengalungkannya di leher jika saja sebuah suara di belakangnya tidak menyahut.

"Dengan cara kamu bunuh diri. Nggak akan bisa menyelesaikan sebuah masalah." Suara itu adalah suara milik seorang laki-laki.

Tak berniat membalikkan tubuhnya. Membuat pria itu mengatakan perkataan yang membuatnya mematung. Perkataan yang mengurungkan aksi bunuh dirinya.

"Sebelum kamu mati, coba kamu pikir lebih dulu. Udah berapa banyak pahala yang kamu bawa untuk bisa masuk ke Surga?"

Tidak mengacuhkan perkataan pria itu. Ia memilih meninggalkan tempat keji itu. Berlari menjauh. Untung saja rumah itu tidak ada gerbangnya, hal itu memudahkannya untuk berlari lewat mana saja tanpa melewati pria itu.

Kalau boleh jujur, ia amat penasaran dengan paras pria itu. Mungkin saja parasnya sebanding dengan pemain Drama Thailand favoritnya. Namun dirinya tidak mungkin memperlihatkan wajahnya, jika nanti mereka tidak sengaja bertemu. Ia pasti malu sekali.

---

9:21 PM

DAFFODILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang