Part 1 - Potongan Cerita

103 5 0
                                    

Part 1 - Potongan Cerita

-

AIR kolam beriak kala tetes air hujan turun dari awan. Tanaman hias berdaun kecil bergerak pelan tertiup angin. Awan hitam pekat berarak ke timur, membawa rinai hujan berlari kecil mengikutinya. Hati kecil seorang wanita menangis. Menanyakan kesalahan apa yang ia perbuat hingga dengan kejamnya ketidaktahuan menghancurkan masa depannya. Lama sekali ia tak pernah menangis, sejak terpeleset di jalanan licin saat usianya genap sembilan tahun, namun detik ini tangisnya pecah, alam seolah ikut berkonspirasi. Segelas kopi hangat tak bisa meredam, hujan pun tak bisa. Tangisnya mereda saat satu jam telah terlewati bersama redanya hujan.

Valina Anstasya adalah nama lengkapnya. Seorang karyawan dari perusahaan Rapi Production yang kemarin malam melewati malam menyesakkan. Wanita ini kerap disapa Valin. Namun bagi pria-pria normal akan menambahkan kata 'Cantik' di belakangnya. Valin mempunyai tubuh yang diidamkan banyak wanita; tubuh langsing, tinggi sekaligus berkaki jenjang. Pria mana saja terpesona, memberi senyum manis setiap kali bertemu dengannya.

Namun, potongan cerita kemarin malam menyingkirkan fakta betapa cantiknya Valin. Apa pula yang harus ia banggakan kala mahkota berharga miliknya telah direngut bajingan yang tak ia kenal. Wanita cantik adalah dambakan kaum Adam. Namun bagaimana dengan wanita cantik yang sudah tak perawan. Secantik apapun ia, pria tak mau wanita 'bekas'.

"Bagaimana penampilanku malam ini? Aku memakai gaun biru laut ini dari rancangan Mbak Anes, desainer tersohor di kota metropolitan ini."

Potongan cerita merangsek keluar, meminta paksa untuk diingat kembali. Valin teringat perkataannya yang bernada bahagia kala sahabatnya menjemput untuk pergi ke pesta ulan tahun teman masa SMAnya.

Mesya berbinar takjub melihat penampilan elegan Valin. Gaun biru laut sepanjang mata kaki nampak pas dipakainya. Ia dan Mesya berangkat ke acara ulan tahun Shasa menggunakan mobil milik Mesya.

Pesta ulan tahun Shasa berjalan mulus, hiruk pikuk memenuhi pekarangan rumah yang sudah didesain layaknya pesta ulan tahun pada umumnya. Bola lampu menyala terang di setiap sudut. Di atas meja, kue kering berbagai macam, sirup berbagai rasa serta makanan berat tersaji. Yang paling penting adalah kue ulan tahun, di bagian teratas kue ditancapkan lilin berangka dua dan enam.

"Aku tak bisa berlama-lama di sini. Maafkan aku. Aku harus pulang sekarang." Mesya, sahabat Valin, pamit undur diri tepat selesainya acara tiup lilin.

"Apakah itu tak terlalu cepat?" tanya Valin. Sekilas menatap Shasa memotong kue ulan tahun. Puluhan orang di sana bertepuk tangan. Valin tak tahu Shasa memberikan potongan pertama kepada siapa karena fokusnya saat itu pada Mesya.

"Memang. Tapi aku tak bisa terlalu lama di sini. Mama berkali-kali mengirim pesan, menyuruhku pulang. Kukira ada sesuatu yang terjadi di rumah." Mesya bergerak cemas. Tanpa menunggu persetujuannya, Mesya bergerak cepat ke luar pekarangan rumah. Andai saat itu Valin mengejar Mesya, ikut pulang bersama, hal buruk tak akan menimpahnya. Ia tak akan bertemu dua preman bajingan itu.

Wujud matahari mulai nampak, sinarnya menghangatkan tubuh yang sejak lima menit lalu menggigil kedinginan. Hujan telah pergi. Luka tetap tersembunyi. Valin mendengkus frustasi, kembali menyeduh kopinya. Kilas balik potongan cerita kemarin malam tetap berkeuh-keuh memaksa Valin mengingatnya lebih jelas. Meskipun kepalanya amat pening, layaknya pazzel potongan cerita itu merangkai dengan sendirinya. Menggabungkan potongan demi potongan cerita.

Malam yang dingin. Langit gelap gulita. Suasana sekitar lengang dan sunyi senyap. Sejauh empat ratus meter dari rumah Shasa, ia berdiri di halte menunggu taksi, yang tak tahu mengapa belum kunjung tiba. Valin mengirim pesan pada sopir taksi langganannya, sang sopir mengatakan dua puluh menit lagi segera sampai. Dua puluh menit terlewati, sopir taksi belum tercium batang hidungnya. Valin mulai resah. Semakin lama berdiri di tempat ini tanpa adanya teman, rasa takut menguar begitu saja. Lebih baik Valin kembali ke rumah Shasa, menunggu di sana adalah pilihan terbaik.

DAFFODILTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang