21

15K 1.8K 332
                                    

Belum aku revisi ya. Jadi maafkeun kalo g rapi kacau balau.


🍁🍁🍁

"Mau yang mana?" tanya Bian di depan stand jus pinggir jalan. Setelah makan siang bersama mereka tidak langsung kembali ke kantor masing-masing tapi memilih ke taman dekat kantor.

Kinara berpikir dengan melihat satu per satu buah di balik kaca etalase stand. "Melon saja Mbak. Buahnya agak banyak ya, terus susunya sedikit saja,"

Bian sendiri pesan jus mangga kemudian mereka duduk di bangku taman dekat stand jus itu. Mereka pilih di bawah pohon rindang menghindari terik matahari.

"Akhirnya...." teriak Kinara lantang, tidak peduli pandangan orang-orang yang lalu lalang. Tampak kelegaan di raut wajah Kinara, ia seolah bebas dari penjara yang mengurungnya. Bayangkan saja selama dua minggu penuh setiap istirahat siang, dirinya dipanggil ke ruangan Gara hanya untuk makan di bawah pengawasan pria itu. Dimana nikmatnya? Tidak ada hanya kenyang saja yang ia rasakan.

"Aku seneng banget lolos dari dia, Bi,"

"Kamu kayak anak ayam dikejar musang saja takut di makan. Memang kenapa sih, Kin? Bukannya bagus ya dia mulai suka sama kamu?"

"Makasih mbak," ucapnya ke penjual jus memamerkan senyum cantiknya "gimana ya, Bi? Aku jadi takut kalau jadi baik gini, beneran. Aku tidak tahu apa yang mengubah pandangannya sama aku, sejak kecelakaan itu dia jadi baik," Kinara sendiri bingung demga Gara sampai sekarang ia masih belum menemukan alasan mengapa laki-laki itu seperti ini sekarang.

Pria di sampingnya memperhatikan dirinya namun tidak mengatakan apapun. Bian adalah pendengar yang baik, dia tidak akan menyela sampai selesai.

"Mungkin kamu tanpa sengaja cerita sama dia soal perbuatan mamanya dan Vina?"

"Tidak!" bantah Kinara menggeleng cepat hingga rambutnya ikut bergerak, "aku yakin tidak mengatakan apa-apa, bahkan sampai matipun aku tidak akan cerita padanya. Aku tidak ingin mengubah kenangannya terhadap keluarganya, biar itu menjadi rahasiaku selamanya. Kalau dia tahu pasti terluka dan aku tidak mau melihatnya lemah, aku tidak suka itu. Aku lebih suka melihat dia kuat, berjalan angkuh dengan kepala tegak.

Aku tidak ingin membuatnya menunduk, aku tidak sanggup melihatnya. Aku ingin yang terbaik untuknya. Meski dia membenciku tapi aku cinta dia, Bi. Dan aku juga tidak berharap dia membalasnya cukup aku saja yang mencintainya." Ucapnya dengan ekspresi wajah sendu menerawang lurus ke depan. Andai bisa memilih ia akan jatuhkan pilihannya pada orang lain.

"Lalu apa anehnya kalau sekarang dia mendekat?"

Kinara mengangkat bahunya, "entahlah, aku sendiri bingung harus bersikap bagaimana. Aku hanya takut terluka, Bi. Aku tidak ingin membumbungkan hatiku jika pada akhirnya harus jatuh berkeping-keping," ucapnya lirih kepalanya menunduk menatap jus yang tinggal separuh di gelasnya.

"Sudahlah," Bian merangkul bahu sahabatnya, "jangan dipikirkan, kamu tidak perlu melawannya. Kita tidak tahu ke depannya. Kita juga tidak bisa menebak takdir kita bagaimana. Hari ini dia membencimu siapa tahu besok dia menyukaimu. Jika dia memang jodohmu, seperti apapun kamu menolaknya dia akan terus mendekat. Terpenting jalani hidupmu dengan baik, jangan menyia-nyiakannya. Sekarang cepat habiskan jus-mu lalu kita kembali jam istirahat sudah habis," mereka jalan kaki beriringan menuju kantor Kinara. Sampai di halaman depan kantor mereka berpisah, Bian masuk ke dalam mobilnya kemudian pergi meninggalkan tempat itu. Kinara sendiri masuk ke gedung megah bertingkah dengan senyum mengembang.

Waiting For Love (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang