28

14.3K 1.6K 409
                                    

T

amat di Karyakarsa ya. Link di bio. Makasih

🍁🍁🍁

"Ga!"

Gara mencari asal suara itu, terlihat Arlan dan istrinya berjalan menuju  arahnya. Arlan mensejajarkan langkahnya pelan mengimbangi  istrinya. Mereka berjabat tangan, Kinara juga memeluk istri dari sahabat suaminya itu. Dua perempuan itu berjalan ke foodcourt yang tersedia di dalam supermarket.

"Aku kira sudah kembali ke Malang," ujarnya. Mendorong troli dengan pelan dan melihat-lihat produk di rak bagian camilan.

"Belum, nyonya masih ingin liburan," Arlan mengambil beberapa kue dan menaruhnya di troli Gara.

"Enak bener, mentang-mentang bos sahabat sendiri."

"Halah, kayak kamu tidak saja," jawab Arlan, "Ga, ini perasaanku saja atau benar tebakanku. Kinara bukannya saudara tirimu? Perempuan yang kamu benci itu?" Arlan menghentikan dorongan troli Gara mengajaknya menepi dan menghadapnya. Menatap intens wajah laki-laki itu.

Gara menghela napas cepat, "iya, Lan."

"Kok bisa? Bukannya dia yang membu--"

"Mungkin itu hukuman buat Vina, Lan. Selama ini aku membencinya karena mendengar dari satu pihak tanpa bertanya padanya. Aku tidak tahu ternyata almarhumah mama juga Vina jahat sama dia, bahkan mempengaruhi papa sampai ikut membencinya," ujarnya dengan tertunduk lesu menatap lantai. Rasa bersalahnya kembali hinggap di hatinya.

"Kamu masih membencinya?" Gara mengangkat kembali kepalanya kemudian menggeleng.

"Kamu cinta dia?"

Mereka bersandar berhadapan di tembok dengan tubuh bagian kiri menempel ke tembok, tangan mereka lipat di dada, "ya, bahkan sebelum kejadian nahas itu. Belum sempat aku mengatakannya, aku mendengar Kinara yang mencelakai Vina. Aku marah dan membencinya. Cinta itu aku buang sejauh mungkin menutupnya dengan kebencian.

Selama 5 tahun aku terus membencinya, sampai kecelakaan di gudang terjadi aku baru tahu kebenarannya. Awalnya rasa bersalah yang aku rasakan, entah  bagaimana cinta itu datang lagi. Aku ingin menebus semua kesalahan yang di perbuatan keluargaku, Lan. Meskipun sampai sekarang yang dia tahu aku membencinya. Dia sudah terlalu lama sakit, aku ingin menyembuhkan lukanya."

"Rumit. Terus gimana ceritanya kalian bisa menikah? Kinara tahu kamu tidak membencinya?"

Hah!

"Ini semua ide gila, Eru. Sialan! Dia terus-menerus menyarankan ide gila itu," jawabnya geram.

"Maksudnya?" tanya Arlan kemudian pikiran gila itu menghinggapi dirinya, "jangan bilang kamu..."

"Ya, benar."

Plak!

Arlan memukul kepala Gara keras,"bodoh! Sudah tahu orang sinting masih saja diikuti."

"Aduh....tapi aku bisa menikahinya," bantahnya. Mengusap kepalanya yang terkena pukul Arlan.

"Tapi apa kamu tidak berpikir, bagaimana jika Kinara menganggap kamu menikahinya karena terpaksa? karena anak dalam kandungannya?"

"Biar saja dia berpikir seperti itu, asal aku bisa memilikinya."

Plak!

Kembali Arlan memukul kepala Gara di tempat yang sama, "bego! Kamu mau membuatnya tertekan? Ingin membuatnya pergi darimu?"

"Apa maksudmu?" desisnya.

Dasar laki-laki bodoh! Selangkangan saja yang di pikir. Batin Arlan

"Jangan mengulangi kesalahanku, Ga. Kita berdua sama, pria kaku tidak bisa bersikap manis. Aku hampir kehilangan dia karena sikapku. Jadi kalau kamu tidak ingin kehilangan dia, ungkapkan perasaanmu. Jangan membuatnya menerka-nerka tentangmu," Arlan seolah melihat bayangan dirinya dalam diri Gara.

"Kita bukan 'orang gila' itu yang dengan mudah mengungkapkan perasaannya. Kita pria yang terlalu menjunjung tinggi harga diri kita, gengsi kita. Saranku sebelum kamu kehilangan dia, katakan padanya tentang perasaanmu, dude, jangan sampai menyesal," sambung Arlan kemudian menepuk pundak Gara, Arlan berbalik berjalan ke meja istrinya dan Kinara tempati.

Gara terpaku di tempatnya. Mencerna setiap kata-kata yang Arlan lontarkan. Apa perlu ia mengatakan cintanya kepada Kinara? Tidak cukupkah perlakuan dan perhatiannya menunjukkan bahwa ia mencintai perempuan itu? Kenapa perempuan itu harus menjadi makhluk yang rumit?

Hah! Gara mendorong troli nya ke meja mereka, duduk di samping istrinya. Dia mengamati setiap detail gerak gerik Kinara, mendengar tawa yang jarang ia dapatkan jika berdua. Mendengar celotehnya menimpali pertanyaan yang istri Arlan ajukan. Binar bahagia itu dapat ia lihat saat ini tetapi akan menghilang jika mereka bersama. Apa Kinara tertekan karenanya?.

🍁🍁🍁

Mobil Gara berbelok masuk ke rumahnya, tampak kuda-kuda miliknya sedang berlatih. Ia merindukan kudanya, mungkin setelah ini ia akan berkuda. Ia kemudian turun membuka bagasi mengeluarkan semua barang belanjaan mereka.

Tadinya ia hanya berniat mengantar Kinara saja tapi akhirnya ia ikut membeli beberapa barang juga camilan untuk Kinara. Gara juga memaksanya membeli beberapa stel baju yang lebih longgar karena tubuh istrinya mulai membesar seiring usia kehamilan perempuan itu.

Dia memanggil Bik Nah di dapur, perempuan berusia sekitar 55 tahun itu mengikutinya ke depan membawa masuk barang belanjaan tersebut. Gara membuka pintu samping kemudi lalu membopong Kinara yang tertidur pulas. Perempuan itu kelelahan setelah berputar-putar ke beberapa toko mencari baju dan sepatu kerja yang cocok untuknya.

Pelan-pelan Gara membaringkan istrinya di ranjang. Melepas blazer nya tidak lupa sepatunya. Dengan berhati-hati ia membuka blouse biru dan roknya hingga Kinara hanya memakai celana dalam dan bra biru. Ia ke kamar mandi mengambil baskom berisi air hangat juga waslap lembut untuk menyeka badan Kinara.

Istrinya mungkin benar-benar lelah sampai Gara selesai memakaikan baju tidur dia tidak terbangun. Ia menyelimuti Kinara dengan sampai batas bawah dadanya. Menyingkirkan anak-anak rambut di sekitar wajahnya. Memandangi wajah polos tanpa make up istrinya.

"Maaf membuatmu sedih, maaf jika ucapanku menyakitimu. Tapi satu hal yang perlu kamu tahu, aku mencintaimu."

Gara mengecup lama kening istrinya. Ia memejamkan matanya, merasakan kulit halus itu disentuh bibirnya, menghirup aroma shampo yang menguar dari rambut Kinara. Ia menarik badannya sampai tegak. Telapak tangannya mengusap lembut perut Kinara memberi kenyamanan untuk mereka berdua. Kebiasaan yang selalu ia lakukan saat istrinya akan tidur meskipun Kinara tidak memintanya.

"Hai, Sayang. Papa sudah tidak sabar menunggumu. Sehat selalu dan kuatlah untuk mama," ucapnya tepat di atas perut Kinara kemudian menciumnya.

Gara beranjak dari tempatnya. Ia mengambil pakaian ganti kemudian masuk ke kamar mandi. Tidak lama ia keluar dengan pakaian lebih santai. Ia keluar kamar menutup pintunya pelan. Ia akan berkuda hari ini, ia perlu berpikir. Bagaimana caranya mengatakan dengan jelas perasaannya kepada Kinara.

Sebelum keluar rumah dia meminta Bik Nah untuk membersihkan dan memotong-motong kecil buah kiwi milik Kinara. Ia juga berpesan agar tidak mengganggu tidur istrinya. Setelah itu ia keluar menuju kandang kuda.

Ia menunggangi kuda kesayangannya, Maxime. Mereka berputar beberapa kali. Derap kaki kudanya terdengar nyaring karena Gara memacunya dengan cepat. Pria itu terlihat gagah di atas kudanya. Peluh membanjiri tubuhnya. Maxime seakan tahu tuannya membutuhkannya untuk mengeluarkan emosinya.

Gara menarik tali kekang kudanya lalu memutar badan Maxime ke belakang melihat siapa yang bertepuk tangan untuk dirinya.

"Hai, Ga.."

🍁🍁🍁

Waiting For Love (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang