Tangkai 2: Andra

31 4 0
                                    

Aku tidak tahu persisnya pikiran Abah dan Ummi saat ini. Aku baru saja sampai disini kemarin malam. Sayup-sayum angin di kapal pun merasuk menjelma menjadi rasa masuk angin yang masih terasa.

Tapi dengan entengnya Abah dan Ummi justru mengingatkan aku janji masa lalu yang sumpah demi apapun aku sudah lupa.

"Kamu ingatkan dengan janji kita dulu sebelum kamu berangkat ke Bogor?, sekarang sudah waktunya kamu tepatin janji kamu sama Abah."

Abah memulai pembicaraan dengan serius. Sejujurnya aku agak tegang dengan pembicaraan tentang ini.

"Jadi yang Abah omongin dulu itu serius?" Aku memastikan apa yang dibicarakan Abah sekarang ini tidak mengada-ngada. Bukan mimpi di siang bolong.

"Tentu saja serius Ndra, ini hal yang penting buat Abah sama Ummi" Abah menegaskan kembali dengan nada yang lebih serius.

Aku ingat empat tahun lalu, aku membuat perjanjian yang aku tidak pernah pikirkan dengan matang. Karena obsesi masuk ke Fakultas Kehutanan IPB saat itu, aku tak peduli apapun. Yang penting mengantongi restu Abah dan Ummi kuliah disana.

"Oke, Kamu boleh kuliah di Bogor asalkan kamu bisa janji sama Abah kalau tepat setelah lulus kuliah kamu harus menikah dengan gadis yang Abah pilihkan."

"Iya, aku janji aku akan menikah dengan gadis pilihan Abah tepat setelah lulus kuliah" dengan entengnya aku menjawab. Aku tak pernah tahu bahwa ketika seorang ayah meminta anaknya untuk berjanji, maka janji bukanlah lagi sekedar janji.

Lama aku terdiam di hadapan Abah dan Ummi. Aku tak tahu harus mengatakan apa. Menikah di usia dua puluh dua tahun?, aku tak pernah membayangkan tentang pernikahan. Tidak pernah belajar bagaimana menikah. Bahkan sekedar belajar mencintai seorang pun aku belum pernah. Bagaimana aku akan hidup bersama dengan orang yang sama sekali tak pernah kenal. Aku belum siap untuk saat ini.

Tapi aku tahu, pernikahan ini penting untuk Abah dan Ummi. Gadis yang akan dijodohkan denganku adalah anak dari sahabatnya Abah.

Dulu saat aku masih berusia 1 tahun, Abah mengalami kebangkrutan dalam bisnis sampai miliaran rupiah. Semua asset dijual termasuk rumah kami yang menjadi satu-satunya tempat untuk tinggal.

Sahabat inilah yang pertama menolong keluarga kami. Memberikan tumpangan tempat tinggal dan memberikan modal untuk berbisnis dari awal.

Sahabat Abah hanya minta satu hal, ketika aku dewasa Abah harus setuju menikahkan putrinya denganku.

"Aku belum siap untuk saat ini" kataku memecah kesunyian antara kami.

"kapan kamu akan siap?" Tanya Ummi yang dari tadi terdiam.

"setidaknya beri aku waktu minimal satu tahun" aku menjawab dengan diplomatis.

"Waktu yang terlalu lama untuk menunggu" jawab Abah segera

"Aku butuh waktu untuk mencari pekerjaan, aku butuh waktu untuk belajar tentang pernikahan, aku butuh waktu untuk mengenal gadis itu" jawabku lebih diplomatis lagi.

"Oke, Abah akan berikan waktu tapi cukup hanya tiga bulan. Tidak lebih dari itu." Abah tegas, tak ada lagi ruang untukku menyanggah.

"Baik" jawabku dengan singkat.

Dari kecil aku memang dididik untuk menerima tantangan, bukan malah menjauhinya. Jadi ketika ayah menantangku untuk matang selama tiga bulan ini, aku harus siap.

Tidak mencintai orang yang akan ku nikahi bukan masalah bagiku karena aku sudah terbiasa dengan hal-hal baru yang tak terduga di luar sana.

Ummi mengeluarkan amplop cokelat. Sepertinya berisi dokumen penting. Ummi lalu menyerahkannya padaku. Entah apa isi amplop ini. Semoga bukan tambahan masalah untuk malam ini.

"Ini informasi tentang calon istrimu, semuanya sudah lengkap disana" Wajah Ummi seperti polisi yang menyerahkan informasi DPO kepada bawahannya.

"Tapi ada satu hal yang ternyata di luar rencana kita Ndra, kami dan orang tuanya sepakat untuk tidak memberikan kalian pacaran dengan orang lain untuk menjaga kemurnian hati kalian setelah pernikahan" aku mencium bau masalah yang akan disampaikan ummi.

"Gadis ini sempat menjalin hubungan dengan seorang teman kampusnya, hanya saja laki-laki ini hanyut di sungai dan jasadnya tidak ditemukan sampai saat ini. Gadis ini mengalami trauma karena laki-laki ini tepat meninggal di depan matanya dan dia tidak bisa menolongnya sama sekali. Informasi lengkapnya sudah ada disana." Ummi dengan pelan menjelaskannya kepadaku.

Nahh kan, aku bilang juga apa. Ini benar-benar masalah. Abah dan Ummi menyerahkan gadis dengan masalah psikis untuk ku nikahi.

🌻🌻🌻

Abah dan Ummi juga menjelaskan bahwa gadis itu tak tahu tentang perjodohannya denganku sedikitpun. Sementara aku, tentu saja tak bisa menerima begitu saja dia yang sekarang. Tepatnya dia dengan masa lalunya. Aku tak bisa menerima dia dengan kenangan buruknya. Aku ingin dia yang baru.

Aku terbentur kebingungan. Tak mungkin aku akan menjalin hubungan pacaran sebelum menikahi dia. Aku sudah mengikrarkan pada diri dan hatiku untuk tidak akan pernah berpacaran bagaimanapun kondisi yang ada. Bukan karena apa, bagiku pacaran hanya membuang energi semata, karena jodoh tetap saja akan ada meski tak pernah berhubungan sama sekali sebelumnya.

Tapi sekali lagi, aku butuh dia yang baru. Butuh mengenal dan menyelami hidupnya. Tapi dengan cara apa?

Aku mulai menulis persiapan yang aku butuhkan selama tiga bulan ini.

Pertama, aku butuh kecukupan finansial. Tapi dengan pekerjaan dan tabunganku saat ini aku rasa aku akan aman untuk tiga bulan pertama pernikahan.

Kedua, aku butuh ilmu tentang pernikahan. Jadi aku akan membeli beberapa referensi dan membacanya setiap malam selain kegiatan menulis yang ku geluti saat ini.

Ketiga, aku butuh gadis itu meninggalkan kenangannya yang dulu. Tapi apa yang bisa ku perbuat?

Aku harus menyusun rencana yang matang.
Dalam tiga bulan akan kunikahi gadis itu.

🌻🌻🌻

Main actor-nya udah muncul ni guys, ceritanya tetep nyambung kan?

Jangan lupa coment ya,
Big thanks buat yang terus mantengin..
😘😘😘

MARIGOLDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang