Sudah sebelas bulan sejak kejadian tak terkira itu terjadi. Aku tetap berdiri disini seperti orang bodoh. Menunggu sesuatu yang tak mungkin kembali. Astaga, bagaimana aku akan menanggung hidup dengan terus diselimuti kabut kelam masa lalu.
Aku perempuan yang tidak suka segala yang berbau motivasi. Buku motivasi, seminar motivasi, audio motivasi dan motivasi-motivasi lainnya. Meski berkali-kali disemangati sahabat terdekat, aku masih saja kaku seperti ini.
Hatiku yang masih dipenuhi dengan cintanya sulit sekali beranjak. Aku belum bisa, tepatnya belum berani untuk bangkit dari keterpurukan ini. Aku seperti nyaman dalam penderitaan. Meski malam-malamku disesaki mimpi buruk. Keringat dingin bercucuran hingga membasahi piyamaku. Tak jarang seisi rumah ikut terbangun karena teriakanku Ayah, Bunda, kedua adikku Ekka dan Dina. Suatu saat nanti aku akan menyadari, inilah kebodohan terbesar dalam hidupku.
Tepatnya tanggal dua puluh enam bulan tujuh tahun lalu. Kami bersama teman-teman yang lain sedang menjadi relawan saat itu. Ada bencana banjir di bagian selatan Lombok. Ada beberapa rumah yang saat itu roboh terbawa arus air yang deras.
Musim hujan yang terus menerus turun selama lima hari lima malam membuat Bendungan Pandandure meluap. Sudah dua puluh empat korban jiwa berhasil di evakuasi. Korban luka-luka lebih banyak lagi, ratusan rumah rusak dan banyak ternak warga yang hanyut.
Aku sebenarnya bukan orang yang seperti ini. Aku tak peduli kehidupan orang selain diriku dan keluargaku. Dia yang pertama mengenalkan aku dengan dunia kerelawanan.
Suatu hari dia mengajakku bertemu dengan teman-teman relawannya di basecamp mereka. Aku bertemu Mas Didik, Mas Hendri, Mas Sholeh, Jono, Mbah Rahma dan Dena untuk pertama kalinya. Mereka sedang diskusi tentang kegiatan penggalangan dana untuk anak yang terkena hydrocepallus. Disana, di tempat itu. Aku merasa menjadi orang yang kerdil. Tidak ada apa-apanya dibanding dia dan teman-temannya.
"Akan ada banyak sumber kebahagiaan kalau kamu nggak cuma hidup buat dirimu sendiri Nay" katanya sambil memerkan deretan gigi putihnya. Saat itu aku langsung aktif di komunitas itu. Membantu di setiap aktivitas kerelawan mereka.
Kami langsung bergegas menuju lokasi keesokan harinya sementara anggota komunitas yang tinggal di kota membantu penggalangan dana.
Kami segera membantu relawan yang lain menyiapkan pos-pos penting seperti posko pengungsian, pos pengaduan, dapur umum dan MCK. Aku biasanya bertugas di bagian trauma healing. Menghibur anak-anak yang sedih karena kehilangan keluarga dan rumah mereka. Tak sia-sia sedikit kemampuan bercerita yang aku geluti sejak SMA.
Kami berkerja hingga larut dan tertidur dalam lelah dengan badan berkeringat. Setidaknya matahari sudah terlihat saat aku terbangun. Setelah selesai berberes, aku dan teman-teman berkeliling lokasi saat itu. Memulai untuk bekerja lagi. Tiba-tiba seorang ibu dari arah sungai berteriak.
"Tolong, tolong, tolong anak saya." Air mata dan keringat ibu itu sudah bercampur menjadi satu. Aku masih ingat wajah ibu itu sampai sekarang.
"Ada apa Bu?" kami bergegas menghampiri.
"Anak saya, anak saya.. dia tercebur di sungai." Tanpa berpikir panjang, kami bergegas menuju arah sungai.
Pagi ini sungai masih deras arusnya. Masih banyak juga benda-benda yang hanyut terbawa derasnya air. Anak seusia kelas tiga sekolah dasar itu sudah tidak kuat menahan tubuhnya.
Orang-orang saling berteriak histeris. Tidak ada yang berani menyelamatkannya. Bagaimana ini.. Sejujurnya, aku pun tidak bisa berenang.
Dalam keadaan genting, tak mungkin menunggu orang lain. Dia yang saat itu berada di sampingku melompat, terjun lalu berenang menuju anak yang malang itu. Dikekapnya anak itu dengan tangan kirinya, sambil berusaha membelah arus sungai yang deras dengan tangan kanan.
Beruntungnya dia berhasil sampai ke tepian. Orang-orang yang berada di atas menjulurkan tangan mereka untuk menolong. Mengambil anak itu yang pertama.
Anak malang itu berhasil naik dan segera digendong orang dewasa untuk diberikan pertolongan pertama. Kemudian orang-orang menjulurkan tanganya untuk mengangkat dia dari sungai.
Sekilas terasa keadaan sudah aman. Tapi seperti dilumasi minyak, genggaman orang itu terlepas, dan dia terhempas jatuh ke sungai lagi. Kemudian dengan jahatnya, takdir mendatangkan batang kayu yang entah dari mana asalanya menghantam tepat di pelipisnya.
Dia yang tak kuat menahan hantaman kayu berguling-guling diputar-putar arus sungai yang memutar, diangkat tangannya tanda permintaan tolong. Tangannya terangkat, lalu tenggelam, terangkat lagi, tenggelam lagi.
Kemudian untuk ketiga kalinya, tangannya tak muncul lagi di permukaan...
Pandanganku menjadi gelap seketika, bunyi-bunyi menjadi sunyi. Suara teriakanku yang parau dikalahkan deru air yang menggulungnya.
Tak ada yang sanggup turun menyelamatkan. Alat penyelamatan terlambat tiba. Aku ingin melompat membersamainya, tapi kenapa orang-orang bodoh ini mengacaukan rencanaku?
Lama menunggu disana, tubuhnya tak muncul sekejap mata pun. Dia sudah hanyut membawa kemuliaan hatinya. Dia yang terkasih, Danar.
🌻🌻🌻
Aku tak ingat persisnya apa yang terjadi beberapa waktu kemudian. Aku didampingi ayah dan bunda selalu ada di lokasi saat proses pencarian berlangsung.
Tapi nihil!!. Semua cabang sungai sudah disusuri tapi tak ada hasil sama sekali. Sampai di laut pun tidak ada jasad yang mengambang.
Para nelayan yang pergi melaut pun tak mendatangkan kabar ketika merapat. Di hari ke tujuh, pencarian berhenti. Jasadnya tak ditemukan.
Teman-teman komunitas tetap mendatangiku, menghiburku, mengajakku nongkrong untuk sekedar berbagi cerita tentang kampus.
Aku tetap bersama mereka dan berteman baik dengan mereka. Tapi aku memutuskan untuk berhenti dari semua kegiatan kerelawanan. Ketika teman-teman bertanya kenapa?. Masihkah harus ku jelaskan lagi alasannya?.
Aku harus untuk menjalani hidup seperti biasa, bangkit dari keterpurukan kisah cinta yang tragis beberapa bulan setelahnya.
Aku harus kuat. Tidak butuh orang lain untuk menyemangati hidupku. Ketika aku ingin bangkit, maka aku akan bangkit. Tapi tak bisa ku bohongi, ada lubang besar yang menganga di hati, dan rasanya penambal apapun yang paling ampuh di dunia ini tak akan sanggup menutupinya.
Hanya orang-orang terdekatku yang tahu bagaimana pertahanan hidupku roboh setelah kejadian itu..
Aku Naya, perempuan muda dengan kisah cinta tragis.🌻🌻🌻
Gimana menurut kalian chapter yang ini?
Penasaran nggak sama kisahnya Naya selanjutnya?
Segala typo dan alur cerita jangan lupa komen ya,FYI, banjirnya emang bener kejadian di Lombok Timur tanggal 20 November 2017.
Haza
KAMU SEDANG MEMBACA
MARIGOLD
SpiritualMana yang lebih menarik hatimu? Cerita cinta yang natural atau cerita cinta terencana seperti drama?