Bab 3

2K 203 6
                                    


"Eh, lu! Jangan sok iye deeh!"

Nirmala menatap Lulu dengan tatapan bodoh.

"Ciyaa ... diam!"

Nirmala melotot. "Apaan sih?!"

Cewek dengan rambut panjang ikal dikuncir kuda itu terbahak. "Lagi viral nih, Mal!"

"Iya, gue tahu. Tapi, jangan nge-ayan di jalan pulang juga dong. Gue tinggal nih!"

"Alah!" Lulu menyikut pelan lengan Nirmala, senyumnya tersungging geli. "Lo nggak bakal tega ninggalin gue."

Nirmala memutar bola matanya. Tentu saja, mana bisa ia tega meninggalkan sahabatnya itu. Seseorang yang berani membelanya saat semua orang takut melawan Nanda. Lulu berharga untuk Nirmala dan Nirmala yakin begitu juga sebaliknya.

"Oh iya, Mal! Sebelum gue lupa dan lo lupa ngerjainnya lalu berakhir ngerjain di sekolah, lagi, lagi, dan lagi, besok ada PR Kimia."

"Serius?!" Nirmala mengerang malas, dibalas anggukan oleh Lulu. "Gue nggak bisa apa-apa, Lu!"

"Lo gimana sih, Mal?" Lulu terkekeh. "Keluarga lo 'kan punya apotek. Nyokap sama Mbak Nara apoteker. Kenapa lo nggak jago kimia coba?"

Cewek bermata hitam itu meniup poninya. "Gue bukan cerminan 'daun yang jatuh tak akan membenci angin', Lu."

"Lah, Mal," Lulu lagi-lagi terbahak. "Itu novel, pe'ak! Yang bener 'buah yang jatuh tak akan jatuh jauh dari pohonnya'! Lo mabok mecin ya?!"

Nirmala mengerjap, tertawa geli. "Kok gue bego ya?"

"Emang!" sambut Lulu setuju.

"Ah ... gara-gara ketemu Kak Acer jadi nggak fokus nih gue. Berasa Dian Sastro yang nyari-nyari Nicholas Saputra di bandara."

"Tumben lo nggak ngasih definisi yang gue nggak ngerti. Biasanya pake definisi opa-oma lo itu."

Nirmala berdecih. "Oppa, P-nya double. Gue aduhin nih ke pacar gue."

"Ah, ngekhayal lo kejauhan. Lo aja nggak bisa dapetin si Acer apalagi kumpulan opa-oma lo itu."

Nirmala menghentikan laju jalannya, menyentuh bagian dada. Bibirnya mencebik. "Sakit loh, Lu. Serius."

Lulu menggeleng-gelengkan kepalanya selagi tertawa. "Di mana lo ketemu Acer?"

"Di kantin."

"Kapan lo ke kantin?"

"Jam istirahat pertama."

"Sendiri?"

Nirmala menggeleng pelan, mulai ragu harus menjawab apa.

"Terus sama?"

"Em ... itu sama ..." Nirmala bingung. Ini pasti berita besar untuk Lulu yang notabene paling tahu perihal aksi menebar kebenciannya pada makhluk berkromosom Y itu.

"OH! GUE TAHU!" Lulu setengah berteriak, histeris. "Sama Nuraga ya?! Tadi setelah gue ke toilet sama Nurul, kalian berdua hilang!"

Nirmala menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Mengangguk perlahan sebagai jawaban yang langsung direspon dengan membesar mata sahabatnya itu.

"Lo gila, Mal! Udah berdamai nih sama makhluk astral berkromosom Y?"

"Nggak!" Nirmala menyanggah cepat. Tidak akan pernah. "Dia minta ditemenin keliling sekolah."

"Dan lo mau?!"

"Argh!" Nirmala berjalan loyo, mendahului Lulu yang masih heboh.

"Kok bisa, Mal?! Nggak mungkin banget Raga maksa lo, dia bukan tipe pemaksa. Anak baik-baik yang santun dan cinta kepada setiap makhluk di bumi. Tipe yang aku-suka-damai-silahkan-tindas-aku-aku-rapopo."

Kemarau yang Diguyur HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang