Segelas teh hangat diseruput Rosy sedikit demi sedikit. Dingin mulai menusuk tulang malam ini. Sepertinya akan turun hujan. Belum lagi pendingin ruangan di rumah Rosy yang setiap detiknya mengeluarkan angin dingin dari dalamnya.
Rosy. Gadis itu tetap menikmati malam ini walau ditemani dengan angin dingin. Buku yang dipinjamnya tadi, sudah hampir setengah halaman. Buku itu bisa dibilang cukup tebal karena mencapai 756 halaman. Tidak seperti biasanya Rosy rajin membaca.
Namun, ucapan Ava tadi masih terngiang di benaknya. Selalu mengusik pikirannya. Ia tidak bisa hanya diam saja. Kemungkinan ia harus membela dirinya sendiri. Oh, ia tidak mempunyai keberanian. Ia akan kalah dalam hal itu.
"Rosy ..." Lamunan Rosy terbuyarkan. Seorang wanita memanggilnya dengan berteriak.
"Iya, apa ma?" Sahutnya dengan teriakannya juga.
"Ada temanmu,"
"Suruh keatas aja orangnya,"
Setelah itu tidak ada sahut-sahutan yang terdengar. Terbukalah pintu kamar Rosy. Menunjukan wujudnya dari balik pintu. Leona. Gadis itu dengan senyumnya mendekati Rosy.
"Rosy, lo nggak pa-pa, kan?" Tanya Rosy memecah kecanggungan yang terus menyelimuti mereka sejak tadi pagi.
"Ya, seperti yang lo lihat," Jawabnya masih dengan menatap bukunya.
Leona terdiam sejenak. Mungkin ini cara Rosy untuk melupakan sosok Ethan dengan menyendiri. "Lo mau move on ?".
Rosy mengalihkan pandangan dari buku ke arah Leona. Manik mata Rosy menggambarkan secara jelas ada kesedihan di dalamnya.
"Gue masih belum bisa move on dari dia, Leon" Lirih Rosy. "Gue punya masalah saat ini yang terus ngebebani gue,".
Rosy terisak tanpa suara. Menyembunyikan suaranya karena batinnya amat teramat sakit. Namun, kenyataannya isakan itu bertambah pecah. Leona yang sadar akan situasi itu pun memeluk Rosy erat. Dapat dirasakan Leona tubuh Rosy bergetar hebat.
"Gu-gue bes-besok disuruh jadi ba-ba-bu dia sama pa-pacarnya," Ucapnya dengan sesenggukan yang bercampur dengan isakan.
Leona melepas pelukan dan terlonjak kaget atas ucapan Rosy. Baginya itu bukanlah masalah biasa. Itu sudah keterlaluan, memangnya siapa dia menyuruh seenak jidatnya untuk dijadikan babu. Tak akan ada orang yang pernah mau.
Rosy masih dalam isakan. Leona pun disana juga ikut merasakan kesedihan dari diri Rosy.
"Lawan dia, Rosy. Lo gak boleh berdiam diri dan pasrah dengan keadaan,"
"Tapi, gimana Leona. Lo tau kan gimana rasanya orang yang gak punya keberanian melawan seseorang yang bahkan lebih tinggi dari ki—"
"Gue bantu lo," Potong Leona cepat dan langsung memeluk Rosy. Rosy pun membalas pelukan sahabatnya itu.
"Lo emang baik banget," Desis Rosy dengan senyuman.
***
Keesokan harinya ...
Istirahat sudah berlalu 5 menit yang lalu. Semua siswa bergerombol datang ke kantin. Begitupun dengan Rosy dan Leona. Ia sedikit datang terlambat ke kantin karena tugas yang belum selesai dan harus dikumpul setelah istirahat. Hubungan mereka berjalan dengan baik kembali. Mereka memilih tempat duduk di paling ujung yang dekat dengan pohon.
Rosy inisiatif untuk memesankan makanan dan minuman untuk mereka berdua. Namun, langkahnya terhenti ketika kedua mata hazel milik Rosy melihat sepasang yang menyuruhnya untuk menjadi babunya. Ya, siapa lagi kalau bukan Ethan dan Ava.
Dengan refleks, Rosy mengalihkan pandangannya agar mereka tak melihat keberadaannya. Ia tetap menuju ke warung Mbak Juminten yang menjual bakso dan es teh.
"Bakso sama es teh nya 2 ya, Mbak!" Bu Juminten pun langsung menyiapkan pesanan Rosy dengan geraknya yang cukup cepat
"Mbak, gerak cepat dikit bisa gak?" Rosy menyentak halus Bu juminten yang hanya dibalas anggukan olehnya.
"Ini neng,"
"Makasih ya," Ucap Rosy seraya memberi uang yang pas.
Rosy segera jalan menuju Leona. Namun, ia menabrak seseorang yang membuat kuah bakso beserta es itu pun tumpah mengenai seragam seseorang. Rosy memberanikan diri untuk melihat siapa yang ditabraknya. Ethan. Dengan wajah super merah yang siap untuk memaki gadis dihadapannya.
PLAKK
Tamparan Ethan berhasil mengenai pipi Rosy. Tamparan yang cukup kencang dengan seluruh tenaga yang dikeluarkannya.
Perih.
Itu yang dirasakan Rosy saat ini. Matanya tidak kuat lagi untuk menahan kristal bening itu untuk tidak jatuh.
"PUNYA MATA GAK SIH LO?" Ethan membentak Rosy tepat di depan telinganya. Semua pasang mata menatap mereka berdua serius. Banyak yang merekam kejadian ini.
"LO LIAT APA YANG UDAH LO LAKUIN SAMA SERAGAM GUE,"
"BASAH. UDAH BUAT SERAGAM GUE TERNODAI,"
"LO KALAU GAK BECUS JALAN, GAK USAH JALAN,"
Rosy hanya diam ditempat. Masih dengan memegang nampan. Kristal bening milik Rosy terus berjatuhan tiada henti. Batin dan juga pipi nya terasa amat perih dan sakit. Bibirnya kelu untuk berbicara. Seakan ada lem yang menyatukan bibir atas dan bawahnya.
Ethan juga masih menatap Rosy dengan penuh kebencian. Ingin rasanya Ethan menampar gadis dihadapannya berkali-kali.
"SEENGGAKNYA LO MINTA MAAF BUKAN DIAM AJA DISITU. GUE BUKAN LAGI NGOMONG SAMA PATUNG, NJING,"
"Gu-gu-gue mi-minta maaf, k-k-kak," Rosy terbata-bata mengucapkan serangkaian kalimat itu.
"Maaf lo gak bakal bisa ngeringin baju gue," Penekanan terdengar disetiap kata yang dilontarkan Ethan.
Leona yang sudah tidak tahan melihat sahabatnya diperlakukan seperti itu pun segera menghampiri Rosy.
"Lo bisa gak kasar sama cewek gak, sih?" "Rosy, gak sengaja nabrak lo dan dia juga gak mungkin membalas semua perkataan gak guna lo itu,"
Ethan semakin geram dibuatnya. Dua gadis dihadapannya menghancurkan mood makan Ethan.
"Urusan gue sama lo belum selesai dan perjanjian kita kemarin lo gak bakal bisa lari dari itu," Ethan menunjuk-nunjuk Rosy dan segera meninggalkan kantin.
Namun, tiba-tiba Ava datang menghampiri dan langsung mengambil nampan di tangan Rosy lalu menjatuhkan. Membuat mangkuk beserta gelasnya pun pecah berkeping-keping.
Semua yang berada di kantin itu pun menganga tidak percaya apa yang telah dilakukan Ava.
"Heh, lo punya etika gak sih. Semua ini itu bukan milik lo dan lo seenaknya mecahin semuanya," Leona yang mewakili Rosy itu pun membentak Ava.
" ... Dan temen lo seenaknya nabrak pacar gue," Balas Ava yang sangat pandai beradu mulut.
"Lo kira dengan kata-kata lo itu gue bisa tunduk. Yang seharusnya tunduk itu lo," Ava segera meninggalkan kantin dengan senyum sinisnya. Leona yang melihat senyuman itu rasanya ingin mencabik-cabik wajah Ava.
"Udah lo gak usah nangis, Rosy. Gue ada disamping lo. Lo aman sekarang, nanti pulang sekolah gue bareng lo," Leona dengan senyumnya menenangkan Rosy.
Semua pasang mata pun segera melanjutkan kegiatan makan mereka.
"Oh, ya Mbak Jumi nanti biar saya yang gantiin semua ini ya," Ucap Leona.
"Tidak usah, neng. Saya ikhlas itu semua pecah lagian yang mecahin itu kan bukan kamu,"
"Gak pa-pa, mbak biar saya yang ganti,"
Mbak Juminten pun pasrah dengan ucapan Leona. Memberikan senyuman prihatin kepada Leona dan Rosy.
Karena, jam istirahat segara usai mereka pun lebih memilih untuk naik ke atas. Lagipula jika ingin melanjutkan makan pun Rosy akan menolak karena daritadi ia hanya menangis.
-Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
What Can She Do?
Mystery / Thriller"Kenapa lo la-lakuin i-i-ini semua?" - Ethan Rosy menyeringai "Karena lo yang memulai jadi lo pantes dapetin ini semua," ***