Four

40 2 0
                                    

"Rosy, kebetulan banget sopir gue jemput, lo gue anter pulang ya," Pinta Leona sebelum masuk ke dalam mobilnya. Rosy menimbang-nimbang tawaran Leona. Dan akhirnya Rosy mengangguk.

Namun, saat hendak masuk ke mobil sebuah tangan menarik Rosy. Rosy terkejut atas tarikan orang tersebut karena cukup kencang.

"Biar gue yang anter Rosy pulang," Ucap pria bersuara bariton itu yang tak lain adalah Alvino.

Leona membulatkan matanya. Wajah pria dihadapannya sungguh tak asing. Ia lupa kapan terakhir kali ia melihat pria itu. Pikirannya kabur entah kemana tahu.

"Lo si—,"

"Gue pacarnya. Alvino" Potong Alvino cepat karena tahu gadis itu akan bertanya pertanyaan yang sering sekali ia dengar.

Rosy. Gadis itu terpaku mendengar pernyataan Alvino. Bahu Rosy naik turun ingin segera menampar pria menyebalkan itu.

Leona, ia juga sama seperti Rosy. Terkejut karena ucapan Alvino. Leona belum terlalu mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Rosy juga tak pernah menceritakan padanya. Namun, ia memaklumi semuanya karena mungkin Rosy lupa bercerita padanya.

"Oh, kalo lo pacarnya anter dia pulang. Jangan buat dia lecet sedikit pun. And ... Rosy," Leona mengedipkan sebelah matanya dengan senyumannya seakan berkata 'Besok harus cerita'.

Setelah itu pun Leona melesat pergi dari pekarangan sekolah. Kini Rosy dan Alvino saling menatap. Dalam mata Rosy terdapat percikan api yang siap untuk memaki pria paling menyebalkan sejagat raya bagi Rosy.

Wajah Rosy perlahan memerah. "Kenapa lo harus beralibi?".

"Kalo gue suka sama lo? Gimana?" Alvino semakin meledek Rosy. "Lo terima?"

"Gak,"

Rosy menginjak kaki Alvino cukup kencang hingga pria itu memegangi kakinya yang kesakitan. Namun, sayangnya dengan itu tak membuat Alvino berhenti. Ia semakin gencar mengejar Rosy.

Alvino menarik lengan Rosy untuk kembali.

"Gue anter lo pulang," "Jangan ngebantah,"

Alvino menarik Rosy menuju mobil. Mobil Jezz yang baru dua hari dimilikinya. Rosy cukup terkejut Alvino melihat mobil Jezz milik Alvino. Dimana mobil Jezz yang dimiliki Alvino pilihan terbaik dan harganya juga yang sangat mahal.

Wajah Rosy terkejut bukan main. Sedangkan Alvino menahan tawanya agar tidak terdengar. Wajah polos Rosy yang terkejut itu sangatlah lucu ditambah dengan mulut Rosy yang menganga.

"I-i-ini mob-il l-lo?" Ucap Rosy terbata tak menyangka.

"Iya, kenapa? Ayo masuk,"

Rosy menutup mulutnya yang daritadi terbuka lalu masuk ke mobil Alvino. Namun, suatu hal aneh terlintas di pikirannya dan tak jadi masuk ke mobil itu. "Lo mau culik gue dan lo mau jual gue, ya?" Tuduh Rosy dengan polosnya.

Alvino melepas tawanya yang daritadi tertahan."Lo terlalu polos, Rosy,".

"Udah masuk gue gak bakal jual lo,".

Rosy akhirnya terbujuk dan masuk ke dalam mobil. Di dalam Rosy begitu nyaman dengan kursi dan AC yang lumayan cukup karena di luar panas.

Cukup canggung mereka berdua dalam satu mobil. Keheningan menyelimuti mereka berdua. Keduanya sudah terlarut dalam dunia masing-masing. Namun, pada akhirnya Alvino lah yang memulai.

"Lo masih suka sama Ethan?"

Rosy bungkam masih tetap dengan mengarah ke arah jendela. Ia enggan menjawab pertanyaan bodoh itu. Dalam hatinya ia sangatlah ingin bilang iya, siapa tau ia punya solusi untuk menaklukan hati Ethan walau itu takkan pernah terjadi . Namun, karena sifat Rosy yang gengsi itu membuat semuanya tidak sesuai keinginannya.

Keheningan kembali menyelimuti mereka berdua. Alvino bingung harus memulai bagaimana lagi. Namun, ia berpikir untuk melanjutkan pertanyaan tadi

"Kalau lo masih suka, lebih baik lo mundur dan jangan pernah mengusik kehidupannya,"

"Urusannya sama lo apa? Lo gak berhak ngatur hidup gue, Al,"

"Sorry,"

"Gue ajak lo ke taman ya untuk membuang beban lo,"

Rosy mengalihkan pandangan ke arah Alvino yang fokus menyetir dengan tajam. "Gue mau pulang,".

"Cuma sebentar aja, please!".

Alvino semakin memohon dengan nada terpaksa membuat Rosy sedikit muak dengan sifat alvino.

"Turunin gue disini, Al!" Suruh Rosy tajam.

"Rumah lo ma—,"

"Turunin atau gue loncat," Rosy membentak cukup keras karena kesabarannya sudah habis. Hingga akhirnya mobil yang menumpangi Rosy pun menepi dan dengan segera Rosy keluar dengan terburu tanpa menggubris panggilan Alvino.

Tak lama suara Alvino pun menghilang. Membuat Rosy sedikit melegah, tidak dikejar pria menyebalkan. Namun ia lupa akan sesuatu, Ava dan Ethan.

Ia berhenti sejenak. Sedikit tak tenang kali ini. Janji tersebut tidak bisa ditolak. Apalagi jika sudah berurusan dengan Ava, ia akan memberi pelajaran bagi orang yang tidak menepati janji dan mengganggu dirinya.

Drrrrrrttt.

Getaran ponsel dari saku baju Rosy bergetar. Menandakan ada pesan masuk. Dengan segera Rosy melihat isi pesan tersebut.

From: 0852********

Balik ke sekolah atau lo bakal menyesal.

Deg.

Ava. Darimana dia dapet nomor gue. Rosy berbatin.

Dengan terburu, Rosy segera menuruti isi pesan tersebut.

***
Butuh waktu lima belas menit untuk sampai ke sekolah Rosy. Disana tinggal ada satu atau dua murid yang menunggu jemputan. Rosy dengan jantung yang berdebar masuk ke gedung sekolahnya. Sebenarnya apa yang diinginkan Ava dan Ethan hingga membuatnya seperti orang gila sekarang.

Perasaan buruk mulai muncul dalam benak Rosy.

Dan benar saja ...

... Belum jauh Rosy masuk sebuah tangan membekap mulutnya.

"Ehmmmm...ehmmm," Dalam hitungan detik pun Rosy sudah tumbang. Tak ada cctv ataupun orang yang melihat kejadian itu.

***
"Ngrh ..,"

Cukup lama Rosy pingsan hingga akhirnya ia terbangun dengan erangannya karena tubuhnya yang pegal. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali. Agar penglihatannya cukup jelas.

Ruangan yang bernuansa serba putih. Disinilah sekarang Rosy berada. Namun, lampunya sungguh redup. Penglihatan Rosy pun juga belum terlihat jelas.

"Lupa sama janji kita atau sengaja lupa ....,"

Deg.

Plak

***

-Bersambung

What Can She Do?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang