Saat itu adalah malam pergantian tahun baru. Suasana disekitarku sangat ramai karena kembang api dan juga tiupan terompet yang dibunyikan anak kecil setiap jalan.
Aku tersenyum saat melihatnya. Mereka tampak bahagia dengan suasana hangat keluarga yang menyelimuti udara disekitarnya.
Aku sendiri saat itu.
Jimin tidak bisa ikut merayakan tahun baru bersamaku karena ia sudah berjanji akan menghabiskan sepanjang malam bersama temannya.
Ibu dan ayah sedang ada pekerjaan diluar kota hingga tidak bisa pulang.
Malam tahun baru saat itu tak seperti tahun sebelumnya. Aku masih ingat air mataku yang turun saat mulai merasa kesepian.
Karena terlalu banyak menangis, aku berjalan menuju minimarket yang terletak disudut jalan.
Disana sangat sepi karena semua orang tengah berkumpul ditaman untuk menunggu menit pergantian tahun. Belum sampai di minimarket, aku mendengar suara teriakan wanita didekatku. Teriakan meminta pertolongan yang tertahan.
Aku tak berpikir lama dan langsung melesat kearah suara tanpa tahu bahaya yang meliputiku nantinya.
Aku terlalu baik namun aku sama sekali tak menyesal.
Aku melihat seorang pria tengah memukuli wanita yang terduduk di aspal jalan yang dingin.
Aku menghentikan mereka layaknya seorang pahlawan. Wanita itu nampak tersenyum lega karena ada yang membantunya. Lain hal dengan sang pria yang nampak terganggu.
Aku didorong keras hingga lututku berdarah. Aku mencoba berdiri namun tak bisa, luka yang dihasilkan terlalu sakit saat kugerakan.
Mataku terbelalak saat melihat pisau yang mengancung di udara dengan suara tangisan wanita itu.
Terjadi dengan begitu cepat, aku menghalangi pisau yang malah mengenai perutku.
Aku merasakan duniaku berputar keras. Kakiku tidak lagi dapat menahan bobot tubuhku dan yang kurasakan setelahnya adalah aspal jalan yang begitu dingin.
Pria yang menusukku pergi secepat kilat meninggalkanku dan wanita itu yang tercetak raut khawatir diwajahnya.
"Kumohon bertahanlah! Aku akan mencari bantuan untukmu. Kumohon bertahanlah!"
Ia mengucapkan itu kemudian berlari sambil berteriak meminta bantuan. Baru saja ingin menutup mata, tubuhku terangkat menuju dekapan yang hangat dan juga nyaman.
Itu Kim Seokjin.
Ia menatapku penuh dengan kekhawatiran yang tercetak jelas diwajahnya. Ia benar-benar mendekapku dengan erat tanpa berniat melepaskan pelukannya.
"Kumohon jangan tutup matamu, Yoo. Ambulans sedikit lagi datang, jadi kumohon tetap buka matamu,"
Aku tersenyum saat melihat Seokjin yang mulai terisak sampai air matanya membasahi wajahku. Tangannya mulai menutupi luka tusuk diperutku yang mengeluarkan banyak darah.
"Jangan pergi. Tetaplah bersamaku, Yoo. Kumohon untuk kali ini,"
Aku tidak bisa memenuhi permintaannya saat itu karena rasa sakit yang kurasakan semakin bertambah. Lukanya terlalu dalam kurasa. Perlahan mataku tertutup bersamaan dengan tangisan Seokjin yang semakin keras.
Maaf aku tidak bisa mengatakan sesuatu saat itu. Lidahku terlalu kelu dan aku juga terkejut saat melihatmu.
Detak jantungmu yang cepat mengantarkanku ke alam mimpi yang indah. Indah dan tak ada yang punya.
Ternyata iramanya sama dengan milikku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Carnation
Short StoryAku tidak bisa mengatakan perasaanku melalui ribuan kata. Hanya dengan sebuah bunga dan kuharap kau akan mengerti. ✒cideep, 2018