CHAPTER III

85 8 6
                                    


ALICE

Alice tak pernah merasa sengeri itu seumur hidupnya.

Dengan mata kepala sendiri, melihat sobat baiknya diterkam seekor singa, terbaring tanpa harapan.

Hampir saja ia menjerit. Tapi urung dilakukannya, karena sadar hal itu hanya akan membahayakan keduanya.

Benar, Alice sejak tadi mengikutinya.

Bohong saat ia berkata ingin segera tidur, hanya saja topik tentang David dan Emily benar-benar membuatnya muak. Jadi Alice keluar saat mendengar derap langkah kaki Greyson menjauh.

Namun melihat Greyson bertingkah mencurigakan menjauhi perkemahan membuatnya cemas. Jadi ia memutuskan untuk mengikutinya.

Mungkin Greyson memang bodoh, tapi tetap saja, dia adalah sahabatnya.

Melihatnya berjuang mati-matian menahan seekor singa dengan batang kayu yang diambil asal sementara ia bersembunyi dibalik semak dan tidak dapat melakukan apa-apa, membuatnya mengutuk dirinya sendiri.

Ia mencoba memutar otak dengan cepat, mengulur waktu sebisa mungkin untuk Greyson sebelum kembali ke perkemahan meminta bantuan.

Dan didapatinya sebuah tongkat kayu terkulai beberapa langkah darinya. Setidaknya lebih kuat dari batang kering yang dipegang Greyson

Cepat-cepat Alice menyambarnya, kembali bersembunyi sebelum melemparkan tongkat itu kearah Greyson.

Terakhir yang dilihatnya adalah raut terkejut Greyson yang melihat sosoknya sedetik kemudian berubah menggambarkan rasa sakit luar biasa saat cakar singa itu mendarat di dadanya. Tak perlu tunggu lama sampai darah mengalir keluar dari tubuhnya.

Alice menjerit tertahan. Ia harus segera lari. Tak ada gunanya jika ia terus berdiam disini. Berbekal satu nyawa yang tengah menanti bantuan, ia berlari sekuat mungkin mencapai perkemahan.

Alice memang mengikuti Greyson, tapi ia tak seceroboh dirinya.

Ia mengaitkan sebuah tali tambang pada pinggangnya yang dibiarkannya mengular sepanjang perjalanannya tadi, menuntunnya kembali ke perkemahan.

Setibanya disana ia menerobos kerumunan dan berdiri di tengah-persis disamping api unggun-mencoba menarik napas setelah berlari seperti orang kesetanan.

" Tolong" gumamnya lirih " a-ada si-singa"

Murid lain yang tidak mengerti apa yang tengah terjadi segera berbisik-bisik, beberapa menatap Alice seolah ia seorang perempuan gila.

Seseorang melangkah maju, bersidekap angkuh dihadapan Alice-yang masih mengatur napas-.

" Aku tidak dapat mendengarmu, sayang"  nada sinis terdengar dari ucapan Emily " kau bilang apa tadi? Singa?" Ia tertawa mengejek, berbalik menghadap semua orang.

" Lihatlah, tampaknya Ms. Collins sedang mengigau ya? Adakah seseorang yang bermurah hati membawanya kembali ke tenda?"

Alice mendengar tawa keras dari yang lain. Mengolok-oloknya.

Dia tergoda untuk menonjok wajah porselen Emily, namun tubuhnya seakan tidak bisa diajak kompromi.

Napasnya terus memburu, kian lama semakin sesak. Panik, dia jatuh berlutut.

Tangannya mencoba meraba-raba setiap saku pada pakaiannya, mencari inhaler untuk meredakan asma nya yang kumat disaat yang tidak tepat. Tapi dia tidak menemukan apapun, padahal seingatnya benda itu selalu ada disakunya.

Beruntung, rasa sesaknya tak perlu menunggu lama saat ada seseorang yang cukup peduli untuk menghampirinya, menyodorkan sebuah inhaler yang langsung dihirupnya tanpa pikir panjang. Nafasnya berangsur membaik, kini Alice dapat benapas lega.

" Dave!" Pekik Emily.

David bak kesatria tampan berdiri dihadapannya, tampak cemas. Sama sekali tak menghiraukan Emily yang menggerutu kesal tak jauh di belakangnya.

" Kau tak apa, Alice? Ada apa ini? Apa yang kau bicarakan?" David menyerbunya dengan berbagai pertanyaan. Disusul dengan Harry yang tergopoh-gopoh menghampirinya dengan secangkir air ditangan.

" Minum dulu" ujar Harry.

Alice meneguk habis air itu dengan cepat, tak ada waktu untuk bersantai ketika Greyson masih merenggang nyawa disana, atau tidak. Sebenernya ia bahkan tak yakin apakah Greyson masih dapat menahan seekor singa dengan tongkat kayu. Tapi dia tak boleh pesimis.

Alice menarik Harry mendekat, mencengkram bahunya kuat.

" Dengarkan aku Harry, dengarkan aku" serunya frustasi

"GREYSON DISERANG SINGA DI TENGAH HUTAN SANA!"

Seketika suasana pecah menjadi keributan dahsyat.

Teriakan Alice cukup keras untuk dapat didengar orang satu perkemahan, dan dapat dirasakannya tubuh Harry menegang dicengkramannya.

" Jangan.. bercanda" matanya terbelalak tak percaya.

" Aku mohon" Mata Alice berkaca " aku tak tau apakah Greyson masih hidup atau.. yah tapi setidaknya kita harus membantunya!"

Harry masih membeku dalam keterkejutannya, namun rupanya David bertindak cepat.

Dia meraih sebuah gulungan tali dan pisau dapur yang cukup besar dibagian peralatan serta benda apapun yang dapat dijadikan senjata.

Sebuah parang untuk Harry dan pentungan jumbo untuk Alice.

" Walau aku tidak begitu yakin ada singa berkeliaran di hutan ini" ucapnya " tapi Alice yang kukenal bukan seorang pembohong, kita harus menyelamatkan Greyson

Jadi tunggu apalagi?"

Alice dan Harry saling bertatapan, sedetik kemudian Harry mengulurkan tangannya untuk membantu Alice berdiri. Tanpa menghiraukan hiruk pikuk di perkemahan, mereka menyelinap pergi.

Petualangan mereka baru saja akan dimulai.

The Lost Island : The PortalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang