SATU (Prolog)

939 21 1
                                    

Semburat cahaya mentari sore menelisik masuk melalui kisi-kisi jendela kamar yang terbuka. Seorang gadis berwajah muruh yang dipenuhi kesedihan sedang terduduk menatap jauh ke lautan lepas tepat didepan jendela kamarnya.

Ara, nama gadis itu Inara Subrata. Ia sama sekali tidak berniat beranjak dari duduknya kalau saja, Bi Nani, asisten rumah tangga disana menyadarkannya dari lamunan.

"Coklat panasnya sudah dingin, Non...", ucap Bi Nani singkat. Ara menoleh. Bi Nani benar, ia sudah melupakan coklat panasnya (yang kini sudah menjadi dingin) sedari tadi.

"Oh, Ara lupa bi..", gadis itu segera meminum coklatnya. Coklat selalu memperbaiki suasana hatinya. "Bi, Ara akan keluar jam 4 nanti. Ada janji sama temen dari Jakarta. Apa bibi mau nitip sesuatu? Nanti sekalian Ara belikan...", Bi Nani tersenyum dan menggeleng.

"Tidak ada, Non. Buat bibi, Non sudah mau berkumpul lagi dengan teman-teman Non saja, Bibi sudah senang. Apa Non akan pulang untuk makan malam?"

"Ara tidak tau, Bi. Tapi bibi siapkan saja", Bi Nani mengangguk lalu meninggalkan gadis itu.

Enam bulan yang lalu, Ara sangat hancur karena kehilangan kedua orangtuanya akibat kecelakaan pesawat. Sampai saat ini, Ara bahkan tidak tahu kondisi dan keberadaan jenazah keduanya. Sejak saat itu, Ara benar-benar menutup diri. Menenggelamkan hidupnya di dalam kesedihan yang sangat dalam.

Ara tidak pernah lagi keluar rumah, bahkan untuk melihat pekaranganpun sangat jarang. Ia menolak semua ajakan teman-teman dan sahabatnya untuk sekedar berkumpul di cafe atau club. Ia juga mengabaikan undangan para rekan, colega, dan teman-teman sekolahnya dulu.

Ara sempurna bersedih dan menyendiri. Bi Nani sudah berulang kali memintanya untuk keluar rumah, mencari udara segar. Namun gadis itu menolaknya tanpa alasan apapun.

Hari itu, Ara memutuskan untuk menemui sahabatnya. Semoga merupakan awal yang baik, pikirnya dalam hati.

"Bi, Ara pergi ya...", Bi Nani mengangguk dan tersenyum.

"Hati-hati, Non...", Ara mengucapkan salam lalu segera masuk kedalam chevrolete putihnya.

Ara segera menuju cafe di Jimbaran. Sesaat setelah Ara keluar dari mobilnya, seseorang melambai dari kejauhan. Ara tersenyum dan segera menghampiri gadis itu.

"My Ara. Im glad to see you here, my darling. Soo miss you", keduanya berpelukan lama. Ara tersenyum.

"Kamu udah lama nunggunya, Nggun?", gadis itu menggeleng.

Anggun Dwimora, sahabat Ara sejak ia SMP. Keduanya berpisah justru saat Ara mendapatkan kabar kematian orangtuanya. Saat itu Anggun harus pergi ke London, meneruskan kuliahnya.

"Aku turut berduka ya, Ra. Maafkan aku yang ga bisa dampingin kamu...", Anggun memegang tangan sahabatnya itu. Ara mengangguk dan mencoba tersenyum.

Ara sebenarnya tidak suka saat seseorang mengungkit kembali kenangan buruk itu. Tapi Anggun nampak tulus mengucapkan itu. Sehingga Ara tidak ingin larut dalam kesedihan itu lagi. Wajahnya langsung berubah ceria.

"Kamu ngapain di Bali, Nggun. Ayo menginap kerumahku...", Anggun menyadari bahwa Ara ingin mengalihkan pembicaraan. Ia kemudian tersenyum.

"Cuma sampe besok, Ra. Ada tugas kampus, jadi harus bertemu teman untuk mengurus penelitian kecilku", Ara mengangguk, "Oh ya, kenapa kita ga jalan-jalan dipantai? Udah mau sunset sebentar lagi. Hayok...", Ara tertawa lalu mengangguk.

Ara langsung membuka sepatu dan menentengnya sambil terus berjalan dipinggiran pantai.

"Oh ya, kenapa kamu ga datang bareng Niko? Bukannya dia sedang ada disini??", Deggg. Ara tiba-tiba terdiam. Niko ada di Bali?

COMPLICATED - Sayap - sayap Patah (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang