Chapter 2 🍀 Kebakaran dan Kecelakaan

95 9 3
                                    

Selang beberapa detik, hp nya kembali bergetar. sebuah panggilan telepon tidak dikenal. Alina mengerutkan keningnya. ia tidak pernah mengirimkan nomornya ke sembrang orang. sedetik kemudian, muncul notif pesan di ponselnya

081-2234-6900 : jauhin Saka. Sekarang juga!

Alina mengerutkan dahinya heran. Saka adalah kakak tingkat dijurusannya. Saka sudah banyak membantu dirinya. lantas, bagaimana bisa ia menjauhi cowok itu. Mustahil. 

Alina menghiraukan pesan tersebut. menghapusnya kemudian menutup hpnya dan meletakkannya kembali di atas nakas.

🍀🍀🍀  

"Lina, sini! tolong abang!" Suara teriakan Daniel, kakak Alina dari bawah.

"Bentar!" Ia mengganti bajunya sebentar kemudian turun menuju suara panggilan.

"Apaan si bang. Pakek teriak-teriak." Ucap Alina menuju dapur tempat kakaknya meminta tolong.

"Bantu abang rebus telur buat sarapan. Abang ga bisa." Ucap Daniel sambil merengek

"Gitu aja ga bisa." Alina mengomel karena kakaknya Daniel sangat buruk dalam hal memasak

"makasih." Ujarnya sambil mengacak poni Alina dan tertawa meninggalkan adiknya di dapur.

"ice cream cup tiga." Teriak Alina dari dapur. Mungkin kakak nya masih bisa mendengar.

"beres." Balas Daniel saat hampir benar-benar keluar ke mini market

Alina tersenyum kemenangan. Ia selalu meminta jatah bantuannya dengan ice cream. Baginya tak ada kenikmatan lain selain memakan ice cream.

"Lagi buat apa sayang?" Tanya nenek Alina.

"lagi bantuin bang El rebus telur. " Tutur Alina yang mendapat kekehan kecil dari neneknya.

"lanjutin dulu. Eyang tunggu di kamar. Ada yang ingin eyang bicarakan sama kamu."

"Iya." Jawab Alina singkat dan segera menyelesaikan tugasnya.

Ckelek...

Suara Pintu kamar terbuka. Alia mendorong pelan pintu yang terbuat dari kayu jati tersebut.

Terlihat eyangnya telah duduk pada salah satu sisi bibir ranjang dengan memangku album foto yang sampulnya sangat kuno.

Alina menghampiri eyangnya dan ikut duduk di sebelah kanannya.

"eyang, itu siapa?" tanya Alina.

"mama kamu."

Alina hanya diam. Ia mengambil sebuah foto kuno dari tangan eyangnya. Ia mengamati sosok wanita yang berada dalam sebuah cetakan kertas berwarna. Terlihat seulas senyum manis tergambar disana. Jari-jarinya bergerak menyapu setiap sudut foto yang ia pegang.

"Eyang harap, mulai sekarang Alina berhenti mencari mama ya," satu kalimat yang eyang  Alina keluarkan sukses membuat Alina berpindah pandangan.

Tak tau lagi apa yang akan ia ucapkan. Bibirnya terasa bungkam dan keluhnya tak bersuara.

Kemudian tangannya bergerak memeluk wanita parubaya yang telah membesarkannya, mendidik, dan menemaninya dikala ia merasa sepi.

Tangannya masih memeluk erat eyangnya. Ia menutup matanya perlahan. Merasakan desaran berat di hatinya. Sebenarnya, nyalinya tak cukup kuat untuk menerima jalan hidupnya. Tapi Tuhan telah melukisan garis takdirnya.

Lama, sangat lama ia menyimpan air matanya. Namun sekarang, ia tak lagi kuat untuk menampung. Telah tumpah tetesan air mata membasahi pipinya. Ia menangis dalam diam. Tak ada suara isakan dalam bibirnya. Nestapa hatinya jika mengingat garis takdir

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 12, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ABNORMAL (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang