Sebelum lanjut lebih dalam, sedikit akan kuceritakan mengenai keluarga ku. Yang pertama akan kuceritakan terlebih dahulu mengenai Ayah ku yang ku panggil dengan "Apa". Beliau adalah seorang ayah yang sederhana, laki-laki yang sempat melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi namun harus berhenti dikarenakan ingin membantu orangtua untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yaitu dengan cara berdagang, selain itu untuk membiayai adik-adiknya yang masih bersekolah. Tetapi, Apa tidak pernah menyesal dan mengeluh dengan jalan yang telah dipilihnya.

Apa memiliki tinggi kira-kira 170 cm dengan berat badan yang tidak pernah diketahui karena Apa tidak pernah mau untuk menimbang berat badannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Apa memiliki tinggi kira-kira 170 cm dengan berat badan yang tidak pernah diketahui karena Apa tidak pernah mau untuk menimbang berat badannya. Namun menurut ku bentuk badan Apa cukup ideal. Namun Apa memiliki perut yang sedikit maju, maklumlah namanya cowok yang sudah berumur dan tidak pernah mengatur pola makan dan tidak pernah berolahraga. Apa memiliki rambut yang berwarna putih padahal Apa baru berumur 48 tahun. Katanya sih itu dikarenakan faktor keturunan, karna seluruh saudara dari keluarga Apa rata-rata rambutnya telah beruban. Dulu kulit Apa berwarna putih, namun dikarenakan pekerjaan Apa yang diharuskan di bawah sinar matahari jadi kulit Apa sekarang telah berubah menajadi hitam.

Kata ibuku, Apa bekerja sebagai pencari lubang di dalam air. Awalnya aku bingung dengan perkataan ibuku mengenai pekerjaan Apa. Tetapi setelah dijelaskannya ternyata istilah itu digunakan ibuku untuk profesi Apa sebagai tukang tampal ban. Yang mana seorang tampal ban akan mencari lubang pada ban yang bocor dengan dicelupkan ke dalam air. Emang istilah yang lucu karena untuk apa mencari lubang di dalam air. Apa bekerja sebagai tukang tampal ban sudah lama kurang tau sih tepatnya berapa tahun. Tapi yang ku ingat sejak aku SD Apa sudah menjadi tukang tampal ban.

Apa membuka usaha dan menjalankan usahanya itu sendiri. Usaha yang di rintis oleh Apa mempunyai tempat kerja yang kecil yaitu hanya 1 x 4 m. Dulu usaha tersebut pernah dijalankan oleh orang lain, tetapi tak bertahan lama karna orang tersebut tidak mau lagi menjalankan usahanya tersebut. Dan semenjak dari itu Apa yang menjalankan sendiri usahanya. Dengan bermodalkan uang yang tak banyak, Apa membeli ban bekas dan sedikit ban baru yang dibeli sendiri di Jambi. Dengan bermodalkan mobil pinjaman dari om ku, yaitu adik bungsu dari Apa. Dengan mobil itu Apa pergi ke Jambi untuk membeli barang-barang yang akan dijualnya nanti.

Apa bekerja dari pagi sampai petang. Apa bekerja sendiri tanpa ada yang membantu. Sering kali Apa mengeluh kesakitan apabila Apa menyelesaikan pekerjaannya untuk memperbaiki ban kendaraan. Bukan hanya kendaraan roda dua dan roda empat, pernah sesekali Apa menerima untuk membenarkan ban kendaraan berat. Yang bisa kita bayangkan, betapa sulitnya untuk mengeluarkan ban dalam pada ban kendaraan itu. Apa sudah seringkali diingatkan oleh ibuku untuk tidak menerima lagi jasa yang seperti itu. Tapi, Apa sering berkata "lumayan uangnya".

Waktu ku masih SD, aku pernah merasa malu dengan pekerjaan Apa. Entah bagaimana bisa aku malu dengan status pekerjaan Apa sebagai tukang tampal ban. Namun seiring waktu setelah ku berfikir kembali, baru ku sadari kalau mengapa harus malu dengan pekerjaan yang dilakukan Apa. Toh apa yang dihasilkan dari pekerjaannya merupakan hasil yang halal untuk menafkahi kami sekeluarga. Lagi pula Apa selalu menyediakan fasilitas pendidikan ataupun yang diperlukan kami. Walaupun memerlukan waktu untuk itu.

AKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang