Pergi, Menghilanglah

10 3 0
                                    

Seharusnya malam ini sama seperti malam sebelumnya, seperti beberapa bulan yang lalu di mana aku dapat tersenyum tanpa rasa getir sekalipun. Namun rasanya atmosfer yang memerangkapku dalam kegalauan ini tak mengizinkan untuk bisa tersenyum ramah pada keadaan yang semakin menjadi-jadi. Perasaanku campur aduk, tidak karuan hanya karena satu orang. Betapa dahsyatnya sikap orang lain dapat memengaruhi diriku, dia sangat hebat pastinya. Tak biasanya aku bisa dikendalikan seperti ini.

Aku tidak mengerti bagaimana caranya memulai cerita. Sebab, aku sendiri lupa dengan bagian awalnya. Perasaan gundah yang mengurungku memang pernah pergi, diganti dengan kesenangan yang tak lama kemudian pudar begitu saja. Rasanya, akhir-akhir ini begitu kacau. Meski bukan hidupku yang berantakan, melainkan hati dan otakku. Dua organ itu terasa dipermainkan oleh ribuan suasana hati.

Lebih tepatnya, dimainkan oleh seseorang.

Lelah menggelayuti akar jiwaku namun untuk apa aku menyerah? Aku sudah berteman dekat dengan pahitnya hidup, lantas apa yang menyebabkan aku begitu peduli dengan kebahagiaan? Orang dengan karakter sepertiku tak perlu merasakan manis, cukup hal getir pun aku bisa merasa cukup. Sudah kubilang sebelumnya, aku tak bersahabat dengan suka cita.

Kutatap lemari kosong di depanku, bergantian dengan kopor berwarna hitam di sebelah kananku. Helaan napas terdengar tak ikhlas, namun keputusanku sudah bulat. Sulit bagiku untuk berdamai dengan rasa ini. Begitu menyiksa seakan aku pernah berbuat dosa yang amat keji. Meninggalkan kota seharusnya keputusan yang baik. Orang-orang di rumah juga tak akan sadar, sebab ini pukul dua malam. Entah ke mana tujuanku, pergi tetaplah keputusan terbaik.

*

Pagi ini kulihat rumahku begitu ramai, dipenuhi dengan orang-orang yang tak kukenal. Aku tidak tahu betul siapa mereka, polisi, sepertinya? Garis polisi mengelilingi sekitaran rumah. Keluargaku tampak kalut, tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Aku pun begitu, tenggelam dalam jurang kesedihan. Namun rasanya agak lega ketika aku masih mendapat perhatian dari orang-orang seperti ini, meski sebenarnya sudah terlambat.

Dia tidak ada di sana. Aku masih bisa mengerti. Mungkin orang itu sedang sibuk dengan urusannya sendiri. Mungkin dia masih sama seperti dulu, berlarut-larut dalam masalahnya sehingga tak peduli dengan aku. Mungkin dia masih berpikir aku akan selalu ada untuknya meski nyatanya sekarang dunia kita sudah berbeda dan aku harus lekas pergi. Mungkin dia memang tidak pernah peduli dengan aku karena yang ia inginkan hanya sebatas nafsu.

Pergi memang keputusan terbaik.

Fracture Hepatica|8

Fracture HepaticaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang