2 - Keluarga

90 9 0
                                    

Sang surya perlahan mulai bersembunyi dari pandangan meninggalkan siluet oranye yang indah dan menyejukkan hati.

Rintik demi rintik air langit mulai turun seolah saling berlomba membasahi bumi ini dan bumi pun menyambutnya dengan mengeluarkan aroma khasnya.

Decit rem sepeda terdengar disusul dengan suara langkah kaki pada lahan penuh batu nisan ini. Seorang gadis berparas cantik dengan rambut hitam panjang digerai dan mengenakan seragam putih abu itu membawa sebuket bunga indah yang Ia letakkan diatas sebuah pusara yang tampak terawat baik.

"Hai ma, apa kabar? Hari ini pelanggan di toko bunga kita ramai lho. Ada banyak pelanggan yang membeli bunga-bunga kita. Terus tadi pagi Aora nggak bisa lolos masuk sekolah sebelum Pak Syamsul nutup pintu gerbangnya. Hehe sepertinya kekuatan genjotan kaki Aora saat naik sepeda masih perlu banyak latihan ya maa hhaaa..."

"Oiya hari ini juga Aora dapat nilai 10 lagi lho di ujian matematika. Pak Gustin bilang bulan depan Aora bakal diikutkan di olimpiade matematika. Hahaaa hebat kan anak mama ini. Aora janji bakalan terus belajar yang giat dan nantinya ngalahin semua peserta lainnya. Aora juga akan menjaga toko bunga kita dengan baik. Mama pasti bangga kan hhaaaaa"

Drssssssssss....ssssss

Rintikan demi rintikan telah menjadi guyuran air yang seakan tumpah dari wadah raksasa dan melapisi semua permukaan dengan airnya.

Gadis itupun bergegas meninggalkan lahan ini dengan mengangkat tasnya berusaha melindungi tubuhnya dari lebatnya hujan di senja ini.

"Udah dulu ya ma, Aora pamit pulang dulu. Aora bakalan sering berkunjung kesini sambil bawain bunga kesukaan mama. Bye maa..."

Aora segera mengambil sepedanya dan menaikinya. Ia tidak sengaja melihat sebuah mobil Porsce berwarna merah yang tidak asing baginya terparkir di seberang jalan.

"Bukannya itu mobil Bima, ngapain dia disini?" Ujar Aora yang penasaran. Ia yakin bahwa mobil didepannya itu adalah mobil Bima yang biasa dia naiki setiap sekolah.

Benar saja, pintu mobil itu pun terbuka dan menampilkan sosok Bima yang membuka payung lalu keluar dari mobilnya. Aora penasaran kenapa dia disini, siapa yang dia kunjungi di pemakaman ini. Ia ingin melihat lebih lama lagi, akan tetapi Ia harus segera pulang agar tidak kedinginan dan hari yang sudah petang. Ia pun segera mengabaikan pikirannya dan segera pulang ke rumah.

***********

Cklek... kriett...
Bunyi pintu yang dibuka disusul dengan munculnya seorang gadis yang tampak basah kuyup berjalan mengendap-endap seolah berusaha agar penghuni yang ada di dalam rumah itu tidak mengetahuinya. Ia menolehkan kepalanya kekanan dan kekiri. Setelah dikiranya aman, barulah Ia menutup pintunya perlahan dan menuju ke kamarnya.

PRAAAAAAAAANGGGGGGG.......

Botol beer yang dilempar mengenai tembok dan pecah berhamburan menyebar ke ruangan disusul dengan munculnya sesosok pria tua dengan tampilan berantakan dan sedang mabuk mendekati gadis itu dengan raut muka yang tampak penuh amarah.

"Anak sialan. Jam berapa ini kenapa baru pulang sekarang hah!! Nglayap terus kerjaanya. Kesini cepat sialan!".

"A..ampun pa, Aora tadi mengerjakan tugas dulu terus di toko tadi pengunjungnya banyak, jadinya pulang terlambat."

"Alasan apa lagi itu. Setiap hari selalu cari alasan."

PLAAAAKK.......

"Aaargghhhh... a ampun pa sakit."

Pria tua itu tak segan menampar gadis didepannya dan membuatnya hampir tersungkur. Untung saja Aora berhasil menahan tubuhnya agar tidak jatuh.

"Mana uangnya anak sialan! Cepat serahkan."

"U.. uangnya untuk membayar sekolah Aora bulan ini paa.."

"Cepat serahkan anak sialan."

Pria tua yang ternyata papa Aora itu mengambil paksa tasnya dan menggeledahnya. Ia menemukan amplop putih yang berisi beberapa lembar uang lima puluh ribuan dan segera mengambinya lalu membuang tas itu ke sembarang arah lalu pergi keluar rumah sambil membanting pintu. Semua orang di kompleks tahu bahwa Pak Ramon adalah preman yang kerjaannya hanya mabuk-mabukan dan berjudi. Bahkan Ia pernah dipenjara karena mencuri, namun setelah bebas pun Ia tak pernah kapok dan tetap seperti ini.

Aora hanya bisa menatap isi tasnya yang berhamburan bercampur dengan pecahan botol kaca akibat ulah orang tua gila itu tadi. Ia menghela nafasnya dan segera membereskannya. Pemandangan seperti ini bukanlah hal baru baginya. Baginya tempat yang disebut rumah adalah tempat yang sangat Ia benci. Tetapi Ia harus selalu terpaksa pulang ke sana karena jika tidak, Orang gila tadi akan mencarinya ke toko bunga ataupun sekolah. Bahkan Ia tak segan untuk mengabrik-abrik dan membuat kekacauan. Tujuannya hanya meminta uang, uang dan uang kepada Aora.

Gadis itu mengelap pipinya sebentar dan sedikit meringis saat mengingat pipi kirinya yang sakit akibat tamparan papanya tadi.

"Tenang Aora, Mama selalu bilang bahwa Aora itu gadis yang kuat dan tidak boleh cengeng. Aora harus selalu tersenyum apapun yang terjadi. Kamu pasti bisa. Jangan tunjukan wajah sedihmu dan tangisanmu kepada orang lain. Lebih baik sekarang segera bereskan kekacauan ini. Semangat Aora!!"

Tersenyum adalah cara ampuh untuk meredakan hati yang terluka.

*********


Terimakasih sudah mampir berkunjung di cerita saia 😊😊
Kritik dan sarannya boleh lho hehe😄
Sampai jumpa di chap depan..

~salam~

Camellia Fix Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang