"Dada dan pundakku adalah milikmu ketika kau bersedih, dan jariku akan selalu jadi sapu tangan yang akan menghapus air mata nakal yang mengalir di pipimu."- Biru Safiora Sekala.
On Mulmed: Biru Safiora Sekala
***
Akan ku ceritakan lagi 2 bulan setelah aku mengenalmu. Benar saja, hari-hariku hampir berubah drastis. Semenjak mengenalmu, hal-hal yang mengingatkanku tentangnya seolah sudah tak ku hiraukan lagi. Kau pernah mengajakku ke suatu tempat yang dulu sering ku kunjungi bersamanya, tempat segala kenangan indahku bersamanya dulu terukir di tempat itu, dan sialnya lagi, hari itu saat pertama kali kau mengajakku, aku melihatnya, tampak nyata, tentu saja Ia bersama perempuan yang ku ketahui bahwa itu adalah orang yang membuatnya berpaling dariku.
Aku terpaku melihatnya, kau yang sedang mengajakku bercanda pun terdiam, heran dengan tingkah lakuku yang tiba-tiba terdiam. Kau melihat kea rah yang ku lihat, lalu mengibas-ibaskan tanganmu di depan wajahku, aku tersadar dari lamunanku, kau menatapmu, dan dengan tatapanmu saja aku bisa membaca apa yang ingin kau sampaikan, "Apakah kamu baik-baik saja?" matamu seolah-olah berkata seperti itu kepadaku. Saat itu, aku hanya balik menatapmu, dengan tatapan yang tak bisa dijelaskan, ku ingin menyampaikan bahwa aku baik-baik saja, namun yang keluar malah kelihatan bahwa aku sedang tidak baik-baik saja.
Seketika kau langsung menarikku untuk menjauh dari tempat itu. Kau mengajakku duduk di sebuah kursi, tanpa satu patah katapun yang kau lontarkan, kau hanya mengelus bahuku lalu memberiku dekapan hangat, seolah meyakinkan aku bahwa itu tadi bukan apa-apa, dan pasti aku akan melupakannya dengan cepat. Saat itu, aku hanya terdiam, tak menangis dan tak ingin mengucapkan apapun, ragaku seolah tak berfungsi, pikiranku melayang-layang, dan kau membuatku kembali hanya dengan menepuk-nepuk lembut puncak kepalaku.
Beberapa saat kemudian, kau berdiri dari dudukmu, mengulurkan tanganmu ke arahku dan mengajakku untuk pergi dari tempat itu. Saat itu, kau mengajakku untuk mampir di sebuah kafe langganan kita berdua, kau langsung menyuruhku duduk, dan kau yang memesan karena tanpa harus kau tanyakan sekalipun kau tahu apa kesukaanku. Setelah kau selesai memesan, kau duduk di hadapanku. Manik indahmu itu menatapku, seoalah meminta penjelasan.
"Itu tadi yang kulihat, dia... dia... mantanku." Ucapku memulai.
"Ya, sudah bisa kutebak hal itu, Thala. Cara matamu menatap mereka, terlihat jelas bahwa kau sedang memendam rasa sakit, aku tahu itu." Balasmu dengan senyuman.
Aku terdiam, tak tahu harus menjawab apa.
Lalu, kau mebuka suara lagi, "Tak perlu kau pikirkan apa yang kau lihat tadi, aku tahu pasti rasanya sakit, aku tahu kau belum melupakannya sepenuhnya. Tapi belajarlah dari kesalahan, kau tentunya tak mau kan menjadi seperti dulu lagi, ku dibuang lalu seenaknya kau dipungut kembali. Kau bukan sampah Athala, kau manusia yang masih memiliki hati dan otak, hanya saja mungkin mereka sedang tidak sinkron." Kau mengucapkan kalimat terakhirmu dengan bercanda.
'Bukk' tanganku memukul tanganmu, aku sedikit tersinggung dengan perkataanmu itu, yah, walaupun itu ada benarnya juga. Pada akhirnya pun aku juga tetap tertawa, tentu saja menertawai kebodohanku.
Aku terdiam, kau terdiam, hingga pesanan kita datang, taka da yang membuka suara. Saat baru saja aku selesai menyeruput cokelat panas yang kau pesankan, kau mebuka suara lagi.
"Maaf, aku hanya bercanda, tapi sungguh aku tak bermaksud menyinggungmu, aku hanya ingin menghiburmu, kau tahu itu." Sepertinya kau merasa bersalah karena aku menjadi diam.
Langsung saja ku balas perkataanmu itu, "Tidak apa-apa Biru, aku mengerti niatmu baik. Dan aku pikir... perkataanmu tadi benar juga, mungkin pada saat itu otakku sedang konslet karena menerima ajakannya untuk bersama kembal."
Kau tertawa, tawa yang bagiku sangat sayang untuk ku lewatkan, aku pun ikut tertawa karena perkataanku barusan. Lalu, ku hembuskan nafasku, benar saja, saat bersamamu segala hal yang menyakiti hatiku seakan terkikis, terhapus oleh semua tindakan yang kau lakukua, sederhana, tetapi sangat berarti.
Kau memandangku lagi, menatapku dengan pandangan yang tak bisa ku artikan, aku mati kutu, seakan badanku terkunci tak bisa bergerak. Lalu kau membuka mulutmu, mengucapkan sesuatu yang membuatku tak befrgeming dan tak bisa berkata-kata lagi.
"Tenang saja, tak usah khawatirkan semua yang terjadi. Kau tahu aku kan selalu ada, menjaga dirimu, aku tak akan pergi darimu, kecuali kau mengusirmu. Jika kau ingin menangis, dada dan pundakku akan selalu siap sedia menampung air matamu, dan tanganku akan selalu hadir untuk mengusap pipi basahmu itu. Entah, kau tahu yang aku inginkan saat ini adalah melihatmu selalu tersenyum bahagia.cara melupakannya hanyalah dengan kau pergi dari bayangan masa lalumu itu dan lupakan dia sepenuhnya. Kau berhak untuk bahagia, Athala. Tidakkah kau tahu, aku menyayangimu seperti adikku sendiri"
"Hanya seperti adik ya" aku membatin, baitinku mencelos saat mendengarkanmu mengatakan hal itu.
Aku terdiam, aku tak tahu harus mengucapkan apa saat itu yang jelas untuk menutupi rasa itu aku berkata, "Ah Biru, kau tahu, aku sangat bersyukur aku bisa bertemu denganmu waktu itu, kau sudah seperti malaikat bagiku, terima kasih. (terima kasih karena sudah menganggapku adik)" Dan kau membalasku dengan senyuman manis yang manisnya mengalahkan cokelat panasa favoritku, senyuman tulus yang bisa membuatku yakin, bahawa bersama-sama melewati hari bersamamu akan selalu mebuatku bahagia, walaupun kau hanya menganggapku sebatas adik. Entah itu bohong ataupun sebenarnya, aku berharap saat itu kau hanya berbohong bahwa kau hanya menganggapku sebagai adik, bukan rasa tertarik terhadap lawan jenis.
Tapi, Entahlah, meskipun kau barusan bilang jika kau hanya menganggapku sebagai adik, aku tak tahu, yang jelas saat itu mulailah muncul sebuah perasaan dalam hati kecilku yang entah akan aku sebut apa, Cinta?. Aku mulai sedikit memiliki harapan kepadamu untuk menjadi lebih dari sekedar teman baikmu, apa kau juga berharap lebih saat itu, Biru? Apa kau juga merasakan hal yang sama pada saat itu?. Aku tak tahu jawabannya, hatiku dan otakku berkeinginan bahwa mungkin kau juga merasakan hal yang sama denganku.
Tapi, aku juga bingung, bagaimana bisa kau selalu bersikap baik terhadapku diwaktu perkenalan kita yang singkat ini. Apakah aku mirip dengan sahabat kecilmu itu? Dengan yang lainnya? Atau apa? Aku ingin tahu. Tapi rasa yang mulai tumbuh semakin besar itu mengalahkan segala keingin tahuanku tentang apa alasan dirimu menjadi begitu baik kepada diriku.
***
Hai-hai aku comeback with this part, bagaimana? semakin penasaran ga kenapa Biru bersikap seperti itu? Apa sih yang sebenarnya terjadi?. Dan kira-kira, apa ya yang akan ada di part selanjutnya? Siapa sih cast yang bernama Abraham Reynad Arsenio? ikuti terus ya kisahnya. jangan lupa vote, comment, dan add cerita ini ke library/reading list kalian :)
with love,
Lili
KAMU SEDANG MEMBACA
HI, BIRU!
JugendliteraturIni tentangmu, tentang kita. tentang Biru, warna sekaligus orang favoritku. Dear Biru, maafkan kesalahan dan keegoisanku dimasa lalu.