"I looked him as a friend, until I realized I loved him." - Athala Adheeva Myesha.
***
Hal-hal kecil yang aku ketahui setelah aku mengenalmu, ternyata kita menempuh pendidikan di kampus yang sama, tetapi kita berbeda jurusan dan kau adalah seniorku. Aku yang saat itu sedang menekuni sastra, sedangkan kau menekuni jurnalistik. Waktu-waktu luang baik di kampus maupun di luar pun serimg kita habiskan bersama, hampir setiap harinya kita selalu bertemu. Jika ada jadwal yang sama, selalu saja kau kau menawariku untuk berangkat bersama, dan tentu saja aku mau karena aku yakin kau adalah orang yang baik.
Tak jarang pula kau mengajakku untuk berkumpul bersama teman-temanmu, begitupun juga sebaliknya, sering kita pergi berdua untuk sekedar menonton film di bioskop yang sedang naik daun di bioskop, bermain di timezone, dan kau menemaniku untuk menyelesaikan tugas atau membantuku menyelesaikannya. Apakah kau tahu? Saat pertama kali ku mengenalmu, aku telah merasa bahwa kau yang akan mengisi hari-hariku mulai detik itu. Dan benar saja, tebakanku tak meleset, karena hampir setiap harinya pun kita berhubungan entah lewat handphone maupun bertemu langsung. Yang jelas saat itu, hari-hariku mulai berwarna kembali, dan aku mulai bisa melupakan mantan kekasihku yang dulu.b
Biru, apakah kau masih ingat apa hari favoritku dalam seminggu? Akan ku ingatkan jika kau lupa, hari favoritku dalam seminggu adalah hari jumat. Dimana kita selalu menghabiskan waktu seharian bersama. Berkeliling kota, makan di warung tenda, dan banyak hal menyenangkan lainnya yang biasa aku lalui bersamamu saat itu. Jika diingat rasa-rasanya aku begitu rindu dengan masa-masa itu.
Ingatkah juga kau? Pada hari jumat setelah sebulan perkenalan kita, kita sedang menikmati cokelat panas di sebuah café di dekat kampus sambil menunggu hujan reda. Namun, karena kebosanan yang sangat menghantui, kau menyeretku keluar dan mengajakku untuk berlarian, bermain di bawah rintikan hujan. Dan tentu saja, aku gembira bermain dengan huja, seolah hujan itu tau apa yang ku rasa, dan mereka mau ikut serta merayakan kebahagiaanku saat itu, yaitu bertemu dan mengenalmu. Bagiku kebahagiaan sangat mudah untuk ku dapatkan, tentunya sejak kehadiranmu sore itu. Awalnya aku tak sadar, tapi perlahan aku sadar bahwa bahagia itu sederhana, sesederhana senyummu yang mampu meluluhkan hatiku.
Apa kau ingat lagi? Saat itu hari selasa sekitar pukul 2 siang, kau tiba-tiba muncul di depan kelasku setelah aku keluar kelas. Kau menggaet lenganku, membawaku menuju ke parkiran dan lalu memberiku helm yang kau belikan untukku beberapa hari sebelumnya, kau juga menyuruhku untuk segera naik ke atas motormu, dan dengan kebingungan juga pertanyaan yang masih belum ku utarakan, aku menuruti saja permintaanmu.
Hari itu, kau mengajakku ke sebuah kompleks pemakaman. Kita berhenti di sebuah makam, pada nisannya tertulis nama seorang gadis "Reina Amalia" , ya aku menyebutnya gadis karena dilihat dari tahun lahirnya dia seumuran denganku, di nisannya tertulis tanggal hari ini dan tahunnya tepat setahun lalu. Kau memanggilnya Nana itu yang aku tahu setelah kita meninggalkan pemakaman itu, lalu aku ikut duduk di sebelahmu, lagi aku menyimpan pertanyaan siapakah dia itu, dan untuk apa kau mengajakku ke pemakamannya.
Setelah 15 menit bertahan, kau mengajakku untuk pergi dari tempat itu. Di jalan kau pun tak menjelaskan apapun tentang itu, dan aku juga tak bertanya apapun. Kau langsung mengantarku pulang seperti biasanya, tanpa mampir masuk terlebih dahulu, kaun langsung pamit pulang, tentu dengan mukamu yang masih terlihat sendu. Terkadang, aku heran hubungan apa yang kita jalin pada saat itu, rasanya aneh kalau dengan kedekatan ini disebut teman sedangkan kita juga baru mengenal beberapa waktu saat itu. Namun, aku juga tak mau berharap lebih darimu, karena mungkin perasaanku yang mulai menyukaimu saat itu pun akan perlahan menjauhkanku dari dirimu jika kau tahu.
Malamnya, setelah aku selesai makan malam, ada panggilan masuk darimu. Kau meminta maaf kepadaku karena tadi kau langsung menggeretku ke pemakaman tanpa menjelaskan apapun terlebih dahulu, tentu saja aku tak keberatan tentang hal itu. Tanpa ragu, kau menjelaskan bahwa itu adalah makam sahabat kecilmu, sahabat yang diam-diam kau cintai, dan ternyata belakangan sebelum dia pergi dia mengakui jika dia mencintaimu juga. Aku mendengar nada penyesalan dalam setiap kata-kata yang kau lontarkan, kau tahu, saat itu aku seolah juga merasakan hal yang sama sepertimu, saat itu juga aku bertekad untuk membuatmu selalu ternsenyum dan menguatkanmu dikalau kau terpuruk, aku berjanji kepada diriku sendiri untuk selalu ada jika kau butuh.
***
Holla! what do you think about this chapter? Apakah kalian bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya, benarkah tebakan kalian, atau malah meleset. Kira-kira kenapa Biru bisa langsung baik dengan Athala, dan kira-kira bagaimana sebenarnya perasaan mereka berdua? pa sih yang membuat mereka sekarang seperti ini? penasaran ga? :p
So, tunggu aja chapter selanjutnya. jangan lupa vote dan comment ya! Thank you.
regards,
Lili
KAMU SEDANG MEMBACA
HI, BIRU!
Teen FictionIni tentangmu, tentang kita. tentang Biru, warna sekaligus orang favoritku. Dear Biru, maafkan kesalahan dan keegoisanku dimasa lalu.