Sekedar rasa yang tak pasti. Sekedar hati yang sedang menanti. Bisakah semua ini menjadi pasti?
-Devandra Rasha-
❄❄❄Devan memandang minumannya tanpa minat. Disebelahnya ada Raka yang sedang sibuk memakan mie goreng yang ia pesan. Pagi ini mereka hanya berdua, kemungkinan Deka dan Rega sedang megincar salah satu adek kelas.
"Mikirin apa lo?" Tanya Raka yang sedari tadi memperhatikan Devan yang terus melamun.
"Masih mikirin dia yang di masa lalu?" Lanjut Raka yang tidak kunjung mendapat jawaban.
"Bukannya itu udah pasti." Mata Devan tertuju ke depan.
"Van, kejadian itu udah 10 tahun yang lalu. Kejadian yang harusnya lo bisa belajar dari itu. Jangan terlalu lama tertahan di masa lalu. You must go on." Ucap Raka.
Devan menggeleng, lalu tersenyum miring.
"Gue nggak mungkin lupa waktu itu." Devan memejamkan mata.
"Ya setidaknya lo berhak untuk ngerasa bahagia kan." Raka menepuk bahu Devan pelan.
"Gue yakin, dia pasti berharap lo bisa bahagia sekarang." Lanjut Raka.
Devan beranjak dari duduknya. Semakin Devan memikirkannya, semakin jelas bayangan buruk yang menghantui dirinya selama ini.
"Mau kemana lo?" Tanya Raka.
"Kemana aja." Jawab Devan singkat.
"Yahh gue sendirian dong." Protes Raka.
Devan berjalan menyusuri koridor kelas 10 yang saat ini ramai. Berpasang-pasang mata memperhatikannya dengan tatapan berbeda-beda.
"Gilaa gilaa tu kakel ganteng banget." Ucap seorang perempuan berkucir dua.
"Sayang ya, playboy nya nggak ketulungan." Timpal perempuan yang satunya.
"Ganteng tapi brengsek. Sama aja nggak guna." Timpal perempuan yang satunya lagi.
Devan berdecak kesal. Bisa-bisanya mereka membicarakan sesuatu yang masih terdengar oleh Devan. Saat mereka tidak tau apa-apa tentangnya, mengapa seolah mereka tau segala sesuatu tentang dirinya. Devan tertawa dalam hati. Menertawakan kenyataan yang selalu mengganggu hatinya. Menertawakan dunia yang selalu melihat dari sisi orang tersebut terlihat.
"Bukannya takdir orang hidup itu diomongin? Kenapa gue mesti kesel?"
Devan berjalan menuju gedung pertama. Tujuannya hanya satu. Perpustakaan. Hanya disana dia bisa menghabiskan waktu untuk menyendiri.
Langkahnya terhenti di depan pintu masuk perpustakaan. Tatapannya terkunci oleh sesuatu yang menarik hatinya. Gadis itu sedang berhadapan dengan laki-laki yang juga sedang menatapnya.
"Loh ngapain pada bengong gini." Sayup-sayup terdengar suara keras perempuan yang baru mendekat kearah keduanya berhadapan. Dan setelahnya, percakapan mereka tak terdengar oleh Devan.
Devan masih berdiri di depan pintu masuk perpustakaan. Pikiran yang mengganggunya sejak tadi hilang begitu saja.
Devan mengerjapkan mata berkali-kali melihat tangan gadis itu digandeng oleh laki-laki itu. Langkah mereka perlahan mendekat kearah pintu masuk. Devan mendengus kesal.
"Siapa tu orang, ngapain pake gandengan segala."
❄❄❄
"Ngapain buru-buru sih Ren." Rellea menatap kesal sahabatnya. Bisa-bisanya dia dibawa secara paksa menuju kelas.
"Sebentar lagi masuk." Ucap Deren singkat. Sebenarnya bukan itu alasannya, Deren hanya tidak ingin laki-laki yang berdiri di depan pintu masuk itu terus memperhatikan Rellea.
"Woyy gilaa, gue ditinggal mulu perasaan." Teriak Chaca kesal.
Rellea melepaskan genggaman tangan Deren. Kemudian berbalik menatap Chaca yang memasang wajah kesalnya.
"Lo salahin aja nih temen lo yang satu ini." Ucap Rellea sambil melirik Deren yang berada disampingnya. Deren mengangkat sebelah alisnya. Sama sekali tidak mengerti apa yang salah pada dirinya.
"Kok gue?" Tanya Deren tanpa dosa.
"Tau ah." Rellea berjalan cepat menuju pintu masuk perpustakaan. Mood nya sudah buruk karena kakaknya kemarin. Dan sekarang Deren semakin memperburuk moodnya. Rellea memperhatikan tali sepatunya yang terlepas. Langkahnya berhenti di dekat pintu masuk.
"Ck, ngapain juga pake lepas segala." Rellea berjongkok untuk membenarkan tali sepatunya. Karena terlalu fokus dengan apa yang ia kerjakan, Rellea tidak sadar sebuah tangan terulur kearahnya. Saat sebuah suara berat seseorang membuat kepalanya mendongak.
"Devandra Rasha, kelas XIIps3." Devan tersenyum melihat ekspresi gadis didepannya. Gadis berbola mata hitam kelam itu menatapnya bingung dan juga ketakutan disaat bersamaan. "Dan nama lo?"
Rellea mengalihkan pandangannya kearah tangan laki-laki itu terulur. Sedetik kemudian Rellea berdiri di depan laki-laki itu.
"Nggak penting." Ucap Rellea dingin. Tatapannya menatap kedepan. Sama sekali tidak ingin menatap laki-laki itu.
"Tapi buat gue--." Ucapan Devan terhenti saat gadis itu berjalan cepat melewatinya. Gadis itu sama sekali tidak menatap kearahnya. Devan menghela nafas panjang. "Susah banget sih tau nama tu cewek." Batin Devan frustasi.
"Gue saranin jangan pernah ganggu dia." Suara seseorang itu membuat Devan menoleh. Laki-laki disampingnya itu menatapnya dingin.
"Emangnya lo siapa ngatur gue?" Jawab Devan tak kalah dingin. Laki-laki itu tidak menjawab, dia hanya tersenyum miring. Dan kemudian berjalan melewati Devan begitu saja.
"Woy Deren, gue ditinggalin lagi." Suara keras perempuan membuat Devan menoleh untuk kedua kalinya. Devan memperhatikan perempuan itu sesaat. Kemudian sebuah senyum terukir dibibirnya.
❄❄❄
Rellea menatap papan tulis itu dengan tatapan datar. Pikirannya mengulang kejadian saat di perpustakaan.
"Devandra Rasha, kelas XIIps3." Orang itu tersenyum sebelum melanjutkan ucapannya. "Dan nama lo?"
Rellea menghela nafas panjang. Kejadian tadi membuatnya tidak fokus terhadap pelajaran yang saat ini dijelaskan. Rellea tersadar dari lamunannya saat sebuah tangan menepuk pelan bahunya.
"Le, nanti nginep dirumah gue yukk." Ucap Chaca pelan. Takut ucapannya terdengar oleh guru yang sedang menjelaskan. Rellea menatap Chaca sesaat.
"Lo dirumah sendirian lagi?" Chaca mengangguk cepat. Rellea tampak berfikir.
"Ya udah deh, lagi pula besok sabtu. Tapi gue pulang dulu minta ijin." Sebenarnya bukan itu alasan Rellea menerima ajakan Chaca. Rellea hanya ingin menghindari kakaknya. Menghindari rasa aneh terhadap kakaknya dan rasa yang membuat mereka berdua tidak sedekat dulu.
Rellea memejamkan mata sejenak. Beberapa menit kemudian bel berakhirnya pelajaran berbunyi. Rellea sontak membuka matanya.
"Ren, anterin gue pulang ya." Ucap Rellea saat Deren menoleh kebelakang.
"Nggak dijemput abang lo?" Tanya Deren santai. Rellea menggeleng pelan.
"Gue lagi pengen pulang bareng lo."
❄❄❄Allooo❤
Lama ya nggak update😊
Ya pokoknya voment nya jangan lupa❤❤
Happy reading!29 Januari 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
RELEVANT
Teen FictionBukahkah yang mengenal yang dapat bersatu? Lalu rasa apa yang masuk saat kedua orang sama-sama tidak mengenal? Tentang dirimu dan diriku Tentang kemustahilan yang aku semogakan Tentang aku yang selalu bertanya dalam diam Apakah kita dapat saling ber...