Dan disinilah aku ditengah-tengah keadaan yang membuatku tak bisa memilikimu
❄❄❄Laki-laki bertubuh jangkung itu melangkah dengan ringan. Wajahnya nampak cerah. Dia memasuki sebuah rumah besar yang nampak sepi. Sejak sepuluh tahun lamanya rumah ini begitu sepi. Sepuluh tahun juga rumah ini seperti tak berpenghuni. Langkah laki-laki itu menuju tangga.
"Deren Alvaro!" Suara berat dan dingin itu menghentikan langkah Deren. Samasekali tidak menoleh kearah sumber suara.
"Kamu tidak dengar papa memanggil kamu." Suaranya masih terdengar dingin. Deren meneruskan langkahnya.
"Deren." Panggil suara itu lagi. "Kamu tidak tahu sopan santun? Papa sedang berbicara dengan kamu."
"Apa saya pernah dididik untuk berperilaku dan bersikap seperti itu?" Jawab Deren tak kalah dingin masih tidak menoleh. Setelah mengatakan hal itu, Deren langsung menuju kearah kamarnya berada.
Deren menghempaskan tubuhnya dikasur. Memejamkan mata untuk beberapa saat. Menghilangkan emosi karena sosok yang ia temui di lantai bawah. Pikirannya melayang 10 tahun yang lalu.
Anak kecil berusia 7 tahun menangis tersedu-sedu, menyusuri jalan sekitar taman.
"Mama maafin Deren." Ucapnya terus-menerus. Deren terus melangkah. Setelah pemakaman mamanya, Deren memutuskan untuk pergi ke sebuah taman tempat mamanya sering mengajak bermain. Setelah lelah Deren berjalan, dia duduk di salahsatu bangku panjang yang dekat jalan raya.
"Kamu nangis?" Tanya seorang laki-laki kecil seumuran dirinya. Disebelahnya seorang gadis kecil tampak sibuk melahap gula kapas. "Kamu mau?" Tanya gadis itu. Merasa terus diperhatikan, gadis itu menyerahkan semua gula kapasnya.
"Loh itu kan kesukaan kamu, kok kamu kasihin semua?" Ucap laki-laki kecil.
"Nggak papa, yang penting dia nggak nangis lagi." Ucap gadis kecil itu disertai senyuman. Deren masih memperhatikan gadis itu. Gadis kecil itu cantik dengan baju pink yang dikenakannya.
"Ya udah kita pergi dulu ya, jangan nangis lagi." Ucap laki-laki kecil. Mereka berdua pergi menjauh. Nampak si gadis kecil melambaikan tangan ke arah Deren. Gadis kecil itu masih melihat kebelakang, tanpa memperhatikan keadaan sekitar saat menyeberang. Mobil sedan melaju kencang dari arah kanan. Suara teriakan laki-laki kecil membuat Deren mengerjapkan mata bingung. Hingga suara hantaman keras menyadarkan Deren. Gadis kecil itu sudah tak sadarkan diri.
Deren menghela nafas panjang. Ingatan 10 tahun yang lalu membuat air matanya jatuh dengan sendirinya. Deren masih ingat gadis kecil tergeletak tak berdaya. Gadis kecil yang memberinya gula kapas. Baju pinknya yang terlihat cantik tampak berlumuran darah.
"Gue harap lo baik-baik aja putri gula kapas."
❄❄ ❄
Devan berdiri dibalkon kamar Raka. Merasakan hembusan angin yang mengenai wajahnya. Tatapannya sesekali melihat kearah ponsel.
"Lo temennya dia?" Tanya Devan kepada perempuan dihadapannya.
"Namanya Rellea." Ucap perempuan itu santai. Devan tersenyum manis.
"Gue minta nomor nya."
"Buat apaan?" Tanya perempuan itu bingung. "Kalo Rellea marah sama gue gimana?"
"Tenang aja, dia nggak bakal tau kalo lo yang ngasih nomornya." Devan masih tersenyum. "Gimana?"
"Ya udah mana hp lo." Devan memberikan handphone nya kepada perempuan itu. Perempuan itu langsung mengetikkan sesuatu di handphonenya.
"Nih, gue mohon jangan sampai Rellea tau kalo gue yang ngasih nomornya. Bisa-bisa dia marah sama gue 7 hari 7 malem." Perempuan itu menjulurkan handphone kearah Devan.
"Santai aja, thanks ya." Devan tersenyum sekali lagi kearah perempuan itu sebelum meninggalkan perpustakaan.
"Yaelah bengong aja lo kerjaannya." Deka menepuk bahu Devan keras, yang membuat Devan langsung menoleh.
"Ngapain sih lo nyet, ganggu aja." Devan mendengus kesal.
"Mikirin siapa lagi nih. Gebetan banyak amat perasaan." Deka melirik kearah Devan yang mendengus kesal.
"Dan lo apa kabar sama gebetan-gebetan lo itu." Balas Devan tajam.
"Gue udah nggak kaya gitu van, gue mau ta'aruf aja." Jawab Deka kalem. Devan hendak mengeluarkan umpatan kalo saja dia tidak menahannya.
"Ta'aruf mana ada yang model kaya yang lo lakuin monyet." Seru Devan yang disambut cengiran oleh Deka.
"Kebanyakan main sama Rega lo, ya jadi gini nih otak." Sambung Devan.
"Apaan nih bawa-bawa gue." Sahut Rega yang baru muncul dari kamar Raka. "Gue tau gue itu ganteng, tapi please deh ya nggak usah jadi haters gue." Sambung Rega dramatis. Devan dan Deka mengumpat bersamaan.
"Yang punya rumah mana sih, gue butuh orang waras disini." Devan geleng-geleng melihat kedua temannya yang sudah larut dalam perdebatan.
❄❄❄
"Lo lagi ngapain sih Rel?" Chaca yang duduk disebelah Rellea ikut melihat apa yang sedang sahabatnya itu lihat dilayar laptop.
"Lagi cari materi buat besok senin. Lo lupa besok senin kita disuruh presentasi?" Rellea tidak mengalihkan pandangannya dari layar laptop.
"Ah elah Rel, gue kira apaan, udah tugasnya besok aja, kita nonton drakor yuk." Ajak Chaca bersemangat. "Atau nggak stalking oppa oppa korea aja gimana?" Seru Chaca penuh minat.
Rellea tampak berfikir sesaat. Tujuannya menginap dirumah Chaca memang untuk mendinginkan pikiran. Jadi tidak ada salahnya untuk mengikuti keinginan sahabatnya itu.
"Kuy lah, bosen juga gue mikirin tugas." Jawab Rellea santai.
"Tugas aja enggak mikirin lo kali Rel, ngapain juga lo malah mikirin tu tugas tiap hari." Ucap Chaca diakhiri tawa. Rellea hendak membalas ucapan Chaca saat tiba-tiba handphonenya berbunyi.
Drtt drttt.
Rellea menatap handphonenya bingung. Pasalnya ada sebuah notice pesan dari nomor yang tidak dikenalnya.
Tidak diketahui : Lo Rellea kan?
❄❄❄
Annyeong maaf ku tidak update lama sekali☺☺
Semoga kalian suka ya, lagi nggak punya ide ini😂Happy reading💜💜
25 September 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
RELEVANT
Teen FictionBukahkah yang mengenal yang dapat bersatu? Lalu rasa apa yang masuk saat kedua orang sama-sama tidak mengenal? Tentang dirimu dan diriku Tentang kemustahilan yang aku semogakan Tentang aku yang selalu bertanya dalam diam Apakah kita dapat saling ber...