Bab 3

2.7K 438 22
                                    

"Bagaimana kuliahmu hari ini?" tanya Hyunjoong setelah bermenit-menit berlalu, hanya sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing.

Jaejoong yang terfokus dengan apa yang sedang ia kerjakan, melirik sekilas sang Ayah. "Biasa saja, tidak ada hal menarik."

Hyunjoong meletakkan kaca mata bacanya, memerhatikan Jaejoong yang sibuk menggambar sketsa biru sebuah bangunan. Tidak diragukan lagi, putranya sangat mahir dalam menghasilkan sebuah karya dengan kedua tangannya bahkan, saat ia masihlah sangat muda. "Appa bangga padamu, sketsamu luar biasa."

Jaejoong melirik ayahnya yang baru saja meletakkan tangannya di atas bahunya. Dia membenci pria tua, yang diktator ini. "Hm, aku akan berusaha."

"Bagus! Jangan hanya kata-kata saja ... kau harus membuktikannya juga. Segera Appa akan membuatmu masuk perusahaan kita dan menjadikamu bisnis Men termuda di negeri ini," ucap Hyunjoong berseri-seri sembari membayangkan masa depan. "Untuk itu, Jaejoong-ah berusahalah lebih keras jangan, membuatku kecewa lagi."

"Hm," gumam Jaejoong, entah ia sedang mengiyakan atau tidak tetapi cengkeramannya pada pensil di tangannya sudah berhasil membuat potongan kayu itu terbelah dua.

"Lanjutkan lagi, pekerjaanmu. Appa akan menyuruh ibu-mu untuk menyiapkan sesuatu untukmu."

Jaejoong menoleh, menghilangkan wajah kusutnya dalam sekejap dengan raut penuh senyuman. "Tidak perlu merepotkan Eommoni, Appa. Sudah larut kurasa, biarkan dia istirahat ... begitu juga Appa. Pergilah tidur, tak baik orang seusiamu bergadang."

Hyunjoong tertawa senang mendengar kata-kata perhatian Jaejoong. "Kau sudah dewasa ternyata, bisa berkata begitu perhatian. Appa jadi, tidak menyesal membawamu kembali setelah sekian lama."

Senyum Jaejoong belum lagi hilang tetapi, dalam hatinya dia sudah menggeram marah. 'Pak tua, semakin kau banyak bicara. Semakin aku ingin mencabik-cabik dirimu... tenanglah, Jaejoong--ah! Aku akan bersabar terlebih dulu."

"Lalu, kenapa Appa masih di sini. Cepatlah istirahatlah!"

"Hhh, Appa juga inginya seperti itu  tapi, ... bagaimana lagi. Appa hanya akan menyelesaikan pekerjaan di meja dulu," ujar Hyunjoong kembali ke tempat duduknya. "Ayo, selesaikan pekerjaanmu juga agar kita bisa istirahat lebih cepat."

Jaejoong mengangguk, kembali mengalihkan wajahnya pada pekerjaan lagi sebelum akhirnya, dia menyadari jika tangannya sudah berdarah terkena serpihan kayu dari patahan pensilnya. 'Sial!'

Mata Jaejoong melirik keberadaan ayahnya, Hyunjoong. Mendesah lega pria paruh baya itu kembali sibuk dengan pekerjaanya. Lalu, dengan berhati-hati Jaejoong mulai membersihkan tangannya dengan hati-hati, itupun dia hanya bisa membalutnya dengan tisu. Dirinya, tidak boleh terlihat lagi mendapat luka baru seperti ini.

"Hoamm! Appa sepertinya aku sudah sangat mengantuk ...." Jaejoong mencoba beralasan, sudah cukup baginya duduk berhadapan dengan pria tua itu. "Aku akan melanjutkan tuugasku lagi besok, bagaimana?"

Hyunjoong mengerutkan kening. "Baiklah, sana pergi istirahat!"

"Yah, terimakasih. Tetapi, Appa juga cepatlah istirahat," sahut Jaejoong seraya bangun dan menggeliatkan tubuhnya seolah-olah dia benar-benar mengantuk sambil sebisa mungkin menyembunyikan luka di telapak tangannya. "Ok! Aku pergi. Selamat malam.

"Selamat malam!"

*

Sebelumnya di balik pintu Junsu sedang mengintip, melihat interaksi Appa dan Hyung –nya yang tampak harmonis di matanya dan berhasil membuatnya iri. Sudah sejak lama sekali baginya, jika Appa-nya tidak terlalu memerhatikannya lagi.

BLACK SEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang