Awal

96 10 18
                                    

"Apa cuma gue yang ngerasa masa sekolah gue gini-gini aja?"
-Fahara Debora.

Suara bel yg sangat berkarisma memenuhi gedung-gedung di SMA Kharisma, membuat seluruh isinya yang bernyawa sumringah berhamburan keluar kelas untuk mengisi perut.

"WOI, AYO KANTIIN!" tepat dikuping kiri, Dhisa berteriak pada teman sebangkunya yang sedang melamun.

Seketika temannya itu langsung tersadar dari lamunannya dengan mengerjap-ngerjapkan matanya,
"Gue gak budek Adhisa Prita!" Fara menatap tajam Dhisa sambil berlalu keluar kelas. Dhisa pun berlarian menyusul Fara. Hingga akhirnya mereka berdua berjalan bersisian menuju kantin.

"Kenapa sih, ni kantin penuh sama cowo melulu," dumel Dhisa dibalik pundak Fara sembari memegang, lebih tepatnya meremas rok bagian belakang Fara.

Yap, memang dijam istirahat, kantin SMA Kharisma akan dipenuhi kaum adam yang mangkal disetiap sisi kantin. Entah itu duduk, berdiri, bahkan jongkok sekalipun asalkan ada makanan yang mereka pegang. Bukan cuma itu, mereka juga suka menggoda bila ada siswi yang lewat. Dan lebih parahnya kalau cabe cabean yang lewat, beuhh heboh kantin! Ada yang teriak teriak godain, belum lagi tu cabe cabean dioper sana sini, kan kasian cabe cabeannya. huhu.

Bisa bayangin kan betapa absurdnya kantin ini?? Untung saja mereka berdua selalu membawa makanannya ke kelas, yaa walaupun pernah si jarang-jarang makan dikantin. Kata mereka si biar tetap terjaga dari kebisingan kantin. hihiii.

"Iiih jangan narik-narik ke, elah," kesal Fara. "Mereka kan ga ngapa-ngapain lo. Jadi, plis jangan lebay."

Dhisa menggerutu. Menarik tangannya dari rok Fara ke pedagang siomay yang menyodorkan siomay  yang tadi sudah dipesan Fara kedalam genggamannya sambil melengoskan wajahnya kearah lain dengan muka betenya. Kemana aja asal gak ke Fara, si tukang marah. Begitu katanya.

"Gausah so ngambek-ngambek lo. Ini masih daerah kantin, emangnya berani jalan sendiri ke kelas?" tanya Fara menggoda Dhisa.

"Yaudah cepet jalan." Dhisa berlagak sok cuek.

"Iya Adhisa sayang," rayu Fara menyempatkan mencolek dagu Dhisa sebelum berlalu keluar kantin.

×××××

"Dhis, nanti gue osis dulu. lo kalo mau duluan, duluan aja." Ucap Fara tanpa menatap Dhisa dengan tetap melanjutkan menyalin apa yang ada dipapan tulis kedalam buku catatannya. Karena sekarang mereka ada didalam kelas. jadi, Fara mengucapkannya dengan sangat hati-hati.

"Nunggu lo aja deh,"

"Yakin? lama gapapa?" Kali ini Fara manjawab dengan menatap Adhisa. Karena sudah selesai mencatat, ia harus segera ke ruang osis.

"Kan udah biasa." Dhisa membalasnya dengan cengiran.

Fara hanya menganggukan kepala dan bergegas pergi ke ruang osis, tak lupa ia izin dengan guru yang sedang mengajar dikelasnya. Meninggalkan Dhisa yang masih menyalin catatannya.

Fara dan Dhisa memang sudah dekat seperti layaknya saudara. Orang-orang disekitarnya menyebut mereka dengan "Kembar tak serupa" Bagaimana tidak, mereka itu deket banget kayak orang kembar, tapi sikap mereka berbanding terbalik.

Sikap Dhisa yang sangat ceria, berbeda dengan Fara yang cuek dan gak mau tau. Tetapi, ini menjadi salah satu sebab pertemanan mereka tetap baik-baik saja.

×××××

Dhisa duduk menunggu Fara ditangga depan musholla, tepatnya disamping ruang osis. Dari sini Dhisa bisa mendengar Rizky, sang ketua osis, sedang mengucapkan kalimat yang sangat panjang dikali lebar. Dhisa memainkan ponselnya untuk menghilangkan rasa bosan.

Ditengah kebosanan, akhirnya Dhisa melihat orang yang ia kenal, dan kemungkinan bisa diajak ngobrol, orang itu sedang melangkah kearahnya dengan tatapan kebawah lantai.

"RAKAAAAA!" teriak Dhisa. Orang yang dipanggilnya hanya menoleh dan melanjutkan langkahnya.

"Siniiiii!" Dhisa tetap riang menyambut teman ngobrolnya, walaupun yang dipanggil seperti tidak bersemangat.

"Ngapain lo," tanya Raka yang baru sampai ditempat Dhisa berada.

"Nunggu Fara," jawab Dhisa dengan masih memasang muka riangnya. "Sinii kek, temenin gue, bete banget gue dari tadi." Rengek Dhisa, yang langsung mengubah ekspresinya memelas.

"Gak, males!" Raka berjalan duduk disamping Dhisa. Sekedar untuk mengistirahatkan diri.

Dhisa langsung mengubah ekspresinya lagi dengan muka kesal. Raka yang melihatnya hanya menggeleng-gelengkan kepala dan bingung sendiri, bingung ni anak sebenernya orang apa bunglon sih, belom ada 5 menit sikapnya berubah-ubah gitu. Apa jangan-jangan dia jin. Raka langsung ngeri sendiri mikirinnya.

Sedangkan Dhisa yang melihat Raka melamun malah tambah kesal. Ia lupa yang diajak ngobrol ini si 'RAKA', orang gak punya semangat hidup. bukan si Kharis yang jago ngegombal, atau si Diki yang suka ngelawak. Tapi, seingat Dhisa, walaupun hidupnya datar gitu Raka orangnya humoris kok, gak sering sih, palingan cuma beberapa kali. Dhisa hanya bisa menghela nafas panjang. Ternyata ia salah orang untuk dijadikan teman ngobrol.

"Eh iya, ko lu gak osis?" tanya Dhisa sembari menepuk tangan Raka, seakan sudah melupakan kekesalannya. Raka sempat kaget karena tangannya ditepuk, tapi ia bisa langsung mengontrolnya dan kembali datar. "Futsal gue."

"Gue balik." Raka langsung berlalu meninggalkan Dhisa, tanpa menunggu jawaban Dhisa.

Dhisa menghela nafas lebih panjang dari sebelumnya melihat teman yang satunya itu. "Heran gue, punya temen napa gitu amat sih."

tbc

a/n

dibaca yak, pake hati bacanya. hehe..
sebenernya cerita ini pernah aku publish. tapi, aku unpublish dengaan alasaaaan...

biar aku aja sama yang diatas yang
tahu, hehe.

jangan lupa vomment.
salam kenal ^_^

A STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang