First Feeling & First Letter

418 63 0
                                    

First Feeling

Berjalan menyusuri pusat pertokoan di kota sebelah yang sama sekali tidak ku kenal. Seharusnya Jihoon berada di sebelahku saat ini. Mencari bahan-bahan yang akan menjadi tugas liburan musim panas yang akan datang sebentar lagi. Tapi, Jihoon berhenti di tengah jalan. Terpaku pada deretan televisi baru yang dipajang di etalase toko elektronik.

Ya, ada Kwon Soonyoung di sana. Soonyoung yang kutahu satu-satunya lelaki yang bisa membuatnya menangis sesegukan di depan etalase toko. Dia tidak peduli semua orang memandang kami aneh. Dan aku juga tidak peduli. Untuk apa kami peduli? Aku satu-satunya yang tahu seberapa dalam perasaan Jihoon ke seorang dancer bernama Kwon Soonyoung itu.

Fanboy? Oh, tidak! Jangan sematkan gelar itu di dadanya. Dia hanya mencintai orang yang salah.

Kwon Soonyoung yang tak lain adalah teman masa kecil Jihoon. Pacar sekaligus cinta pertamannya. Yang pergi meninggalkan Jihoon untuk mengejar karirnya. Yah,, itu keputusan yang berat. Pasti.

Jihoon masih menangis memandangi Soonyoung. Diam dalam aliran air mata yang belum berhenti. Ini bukan pertama kalinya dia menjadi rapuh seperti ini. Berkali-kali.

Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku bukan badut yang bisa membuatnya tersenyum kembali dalam hitungan detik. Lagipula dia tidak butuh badut. Yang bisa kulakukan hanyalah memberinya waktu. Meninggalkannya merutuki keadaannya.

Seorang anak kecil duduk di sebuah bangku yang ada di pinggir jalan. Dia sibuk menjilati permen lolipop yang ukurannya lebih besar dari mulutnya. Aku pun duduk di sebelahnya. Kakiku sudah cukup letih untuk berjalan.

Tiba-tiba saja lolipop yang ada di tangannya terjatuh. Gadis kecil dengan rambut yang dikuncir dua itu hanya bisa diam. Ooo,, sebentar lagi dia pasti menangis.

"Huweeee!"

Ding dong deng! Benar bukan? Dia menangis. Sayangnya persediaan permen mint yang ada di tasku habis di ambil Jihoon tadi. Suara anak kecil itu memekakan telingaku. Semua orang kini memandangiku. Oh, tolonglah, dia bukan anakku. Bukan adikku.

"Ini untukmu." Seorang lelaki dengan kacamata berbingkai hitam memberikan es krim cone ukuran besar kepada gadis kecil itu yang sontak membuatnya berhenti menangis. Gadis kecil itu kemudian berlari kegirangan meninggalkanku dan,,

Ya, Tuhan. Mingyu! Lelaki itu juga memberikanku es krim cone ukuran kebih besar dari gadis kecil tadi. Rasa vanilla strawberry. Dia kemudian duduk di sebelahku.

"Kandungan susu dalam es krim itu baik untuk menetralisir racun."

"Ooh." Wajahku memerah lagi mengingat kejadian tiga hari yang lalu.

"Mungkin kedengarannya aneh untuk seorang yang baru kau kenal tapi wajahmu yang merona kemerahan itu aku suka. Manis." Ia terseyum. Manis.

"Eh?" Wajahku entah semerah apa sekarang. Diikuti gerakan detak jantung yang tidak seperti biasanya. Berdetak dengan sangat cepat. Seolah-olah memainkan sebuah lagu rock. Sulitku kontrol dan mungkin saja dia dapat merasakannya. Sangat jelas. Kenapa aku bisa seperti ini? Apakah ini yang namanya jatuh cinta? Aku makin menundukkan kepalaku. Aku hanya terlalu cepat menyimpulkan.

...

First Letter

Sudah enam bulan sepertinya aku memendam cinta kepada teman sekelasku. Aku tahu itu sungguh tidak layak mengingat posisiku yang bukan siapa-siapanya di tengah penggemarnya yang ternyata melebihi dugaanku.

Tapi apakah aku salah selalu menantikan wangi mint tubuhnya setiap kali dia melewati bangkuku? Apakah aku salah selalu histeris menceritakan kepada Jihoon bagaimana caranya melihatku? Apakah aku salah selalu bedoa setiap malam agar aku bisa bertemu dengannya di dalam mimpiku? Apakah aku salah merasa merasa senang karena ia selalu menanyakan kabarku dan tidak untuk temanku yang lain? Apakah semua yang kulakukan salah?

Dan kemarin aku baru saja menyerahkan sepucuk surat bersampul biru, surat pernyataan cinta. Tidak dengan cara langsung seperti teman-temanku yang memiliki keberanian melebihiku. Aku hanya sanggup menyelipkan di lokernya sepulang sekolah. Pun dengan bantuan Jihoon.

"Hey, berhentilah melamun!" Jihoon menyikut pelan tanganku. Sedangkan mulutnya menguap dengan lebarnya. Pikiranku kali ini memang tidak fokus mengingat kejadian kemarin.

Mingyu menemaniku di ruang kesehatan. Kakiku terkilir akibat terjatuh ketika latihan basket dan sampai sekarang perban yang lelaki itu lilitkan dengan hati-hatinya di kakiku masih membuatku kehilangan pikiran untuk bertindak normal sampai detik ini.

"Enak saja!" Aku berpura-pura membaca majalah. Aku tahu. Membaca dalam keadan berjalan dengan penuh anak-anak yang lalu lalang ke sana kemari sangat rentan untuk menabrak dan ditabrak. Tapi, hanya itu yang bisa kulakukan untuk menutupi wajahku yang selalu memerah mengingat seseorang bernama Mingyu.

"Err, don't ask me why, but I think he likes you too." Jihoon menunjuk tepat ke arah Mingyu yang ternyata sedang berdiri di bagian dinding yang menyembul sedikit di lorong sekolah. Dia menatapku. Menatapku dengan mata teduhnya. Kakiku kembali lemas. Semoga jarak 10 meter tidak membuatnya sadar betapa groginya aku.

"Berhenti membuatku melayang." Tidak pasti wajahku seperti apa saat ini menanggapi perkataan Jihoon. Jihoon hanya tergelak. Ya, silahkan, is a silly thing, isn't?

"Yes. I do. Lihatlah caranya menatapmu. Dalam sepuluh detik aku bisa menentukan dia juga mencintaimu. He do it!"

"Jihoon! Kau!" Dengan menahan rasa sakit di kakiku, aku berlari mendahului Jihoon. Takut dia akan menggodaku lagi. Aku pun berlari mendahului Mingyu yang juga yang di tangan kirinya memegang buku dengan judul sama sepertiku. Tanganku yang kosong ditahan olehnya. Dia menyelipkan secarik kertas. Dan kemudian berlalu pergi sebelum kembali memamerkan senyuman indahnya kepadaku.

Aku terdiam. Cepat-cepat aku membuka lipatan kertas yang terselip itu ketika Jihoon masih belum sampai ke tempatku berdiri.

Terima kasih

Hey! Apa maksudnya?

Aku kembali membacanya. Berharap ada tulisan lain. Dan memang benar ada PS di sana.

Terimakasih

PS : Aku menunggumu di bangku itu

Ajakan kencan? Apakah dia menerimaku? Benarkah? Ya, Tuhan! Apakah aku bermimpi? Yes! Yes! Yes!

"Akhirnya!"

"Kenapa?" Tanya Jihoon sambil menepuk pundakku.

tbc.


First • Meanie ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang