First Date & First Kiss

377 65 0
                                    

First Date

"Hosh,, Hosh,, Gyu maaf telat, kau pasti sudah lama menungguku." Syal putih yang kukenakan sudah berantakan. Aku tidak peduli. Aku memang salah tidak bisa tidur semalaman tadi yang berakibat kesiangan. Ya, aku terlampau grogi dengan kencanku hari ini.

"Belum lama." Mingyu berdiri dari duduknya dan membantuku memperbaiki syalku. Sedetik kemudian, telunjuknya menyentuh kulit luar pipiku. Dingin. Sangat dingin. Dia bohong. Dia sudah lama menungguku.

"Mengenai suratmu kemarin,,"

"Ya?"

"Terimakasih."

Hanya itu? Apakah hanya itu?

"Ayo!" Mingyu menarik tanganku dan memasukkannya bersama tangannya ke dalam saku jaket hitamnya. Sungguh hangat.

"Kemana?" Belum sempat aku mencerna perkataannya tadi dia sudah membawaku berlari.

"Kencan."

...

First Kiss

Sudah sebulan aku menjalin hubungan dengan Mingyu. Namun, aku seperti tidak memiliki hubungan dengannya. Mungkin memang hanya aku yang menyukainya. Dia sama sekali belum pernah mengucapkan cinta untukku.

Aku tahu mungkin aku egois. Tapi, aku membutuhkan kata itu. Dia selalu berdiri di sebelahku menjadi selayaknya orang asing yang sama sekali tidak ku kenal. Dia belum pernah melakukan apapun untuku. Hanya sebatas genggaman tangan dan itupun hanya terjadi ketika kencan pertama kami.

Jihoon berkali-kali meyakinkanku bahwa Mingyu sangat menyukaiku. Tapi, aku yang terlalu awam sangat membutuhkan sebuah kepastian. Katakan saja aku egois. Mungkin memang cocok untukku.

"Gyu?"

Perpustakaan. Di sudut perpustakaan ini kami sering menghabiskan waktu bersama dalam kesunyian. Sudut yang hanya kami berdua terlalu sibuk dengan berbagai buku yang sama sekali tidak kupahami.

"Ya?"

"Apakah kau mencintaiku?"

Sesaat ku melihat Mingyu terkejut mendengar pertanyaanku. Kacamata dengan bingkai logam bewarna hitam dilepaskan dan diletakkannya di atas buku yang tadi dibacanya.

"Apakah kau membutuhkannya?"

"Cium aku!"

"Kau belum membutuhkannya." Mingyu kembali memakai kacamatanya dan larut dalam buku yang ada di tangannya.

Lihat! Dia begitu sombong! Susah payah aku mengumpulkan keberanianku untuk mengatakannya dia bahkan tidak memperdulikanku. Apa maunya?

"Aku pulang!" Buku-buku milikku yang berserakan di meja kukumpulkan. Memeluknya erat dengan satu tangan dan pergi meninggalkan lelaki menyebalkan itu. Aku sudah lelah menghadapi kesombongannya. Aku belum mengenal dia.

Oh, salah. Aku tidak mengenalnya. Belum dua langkah aku meninggalkannya dia sudah menarik tanganku dan memaksaku duduk di pangkuannya.

"Kau belum mengenalku." Mingyu melepaskan kacamatanya lagi. Tangkai kacamata yang terbuat dari logam di sentuhkannya ke pipiku. Menyusurinya seinchi demi seinchi. Aku diam. Lelaki di depanku ini berbeda dari biasanya.

"Buat aku mengenalmu!" Setetes air jatuh dari pelupuk mata kiriku. Kenapa aku begitu cengeng!

Mingyu terkejut seperti menyadari betapa rapuhnya diriku. Secara tiba-tiba Mingyu menempelkan bibirnya di pipiku. Menyusuri jejak tangisan di pipiku. Dia menjilatnya. Menjilat air mataku yang jatuh.

"Kau mungkin akan menyesal memilihku."

Belum sempat aku menetralisir keadaan hatiku yang berdegub dengan kencangnya, Mingyu membungkam bibirku dengan bibirnya. Hanya sentuhan. Sentuhan saja. Hanya lima detik. Tangisan ku sudah berhenti dari 12 detik yang lalu. Memandang takjub ke sosok pria yang hanya berjarak 10 cm dari wajahku.

"Sangat menyesal." Mingyu kembali menempelkan bibirnya di bibirku. Melumatnya habis. Sesaat aku terdiam sampai lidahnya menjilati bibirku seperti meminta ijin untuk memasuki.

Ya, lakukan saja. Lidahnya sudah bermain di lidahku. Menyusuri langit-langit mulutku. Sangat panjang dan lama. Sampai akhirnya aku mendorong tubuhnya. Aku membutuhkan oksigen. Wajahku memerah lagi. Begitu pula wajah Mingyu. Sama sepertiku. Aku malu. Dia menutupinya dengan kedua tangan kirinya. Rambut coklatnya sudah berantakan bekas pegangan tanganku.

"Aku memang harus pulang." Ucapku yang kali ini tanpa ragu berlari meninggalkannya.

tbc.

First • Meanie ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang