DESTINY - 1

10 1 0
                                    

"Nitha pamit, Bu."

"Hati-hati di jalan, Nak. Kabari jika sudah sampai, ya. Semoga pekerjaan barumu menyenangkan. Kabari Ibu sering-sering," pesan Bu Santoso pada putri tersayangnya.

"Iya, Ibuku yang paling cantik seduniaa," jawab Nitha melucu sambil memeluk tubuh Ibu yang sangat disayanginya itu.

Bu Santoso tersenyum lalu mencium kening Nitha. Hari ini Nitha akan berangkat ke Jakarta, memulai pekerjaan barunya. Dengan begitu, dia akan tinggal berjauhan dengan sang Ibu yang ada di Bandung. Tidak jauh, maka dari itu Nitha berjanji minimal sebulan sekali akan pulang ke Bandung.

Surya menutup pintu mobil lalu mendekati Ibu dan adiknya sambil berkata, "Sudah Bu perpisahannya. Jangan berlebihan ah, Bandung-Jakarta ngga jauh. Nitha juga sudah dewasa."

"Iya.. Iya..," sahut Bu Santoso sambil menyeka sebutir airmata yang lolos menetes dari sudut matanya.

"Jangan lupa pesan Ibu, Nitha. Jangan terlalu lelah bekerja. Istirahat cukup, makan jangan sampai terlambat, kalau pulang..."

"Jangan larut malam, jangan begadang, hati-hati cari teman, ya ya Nitha ingat Bu," lanjut Nitha sambil memutar bola matanya, lalu memeluk lagi Ibunya. Sungguh Ibunya orang yang sangat lembut hatinya. Dan itu menurun sifatnya kepada Nitha.

Surya tersenyum menatap pemandangan didepannya. Lalu dia bergerak mendekati Ibu dan adiknya, gantian memeluk Ibunya.

"Hati-hati dijalan, Surya. Antar adikmu baik-baik ya. Kamu menginap saja di kost adikmu barang semalam, pastikan kondisinya."

"Iya, Ibuku yang baweeel," ucap Surya dengan penuh sayang.

Lalu Surya dan Nitha masuk mobil yang kemudian melaju, semakin jauh dari rumah hingga bayangan Bu Santoso hilang dari pandangan.

Bu Santoso menghela nafas, lalu berjalan memasuki rumah dan duduk di sofa. Pelan, beliau mengambil sebuah liontin dari sakunya lalu membukanya. Dua foto yang sangat dikenalnya.

"Nitha, Ibu harus mulai ikhlas, semoga kamu bahagia. Maafkan Ibu, Nak, belum bisa membahagiakan kamu, semoga kehidupan yang lebih baik segera menyambutmu. Jadi anak kuat ya, Nak," gumamnya diiringi airmata yang mulai menetes.

📚📚📚


Nitha membuka kunci kamar kostnya. Beruntung dia mendapat kost yang lokasinya strategis, tidak terlalu jauh dari tempatnya bekerja. Sang empunya kost pun orang yang baik dan ramah.

Nitha melangkah masuk disusul Surya yang membawakan koper berisi perlengkapannya selama di Jakarta. Menjelajah masuk ke ruangan 3 petak dengan kamar mandi di dalam.

"Kamu harus beli perlengkapan masak, Tha. Biar ngga usah boros beli," celoteh Surya yang disambut anggukan kepala Nitha. Sudah terbayang apa saja yang perlu dia beli untuk keperluannya selama merantau di Jakarta. Dia bertekad menabung dan menyisihkan gajinya juga untuk tabungan dan dikirim kerumah.

"Eh, Si Eneng udah dateng aja, gimana Neng, butuh bantuan kagak?" Pak Jaki, sang empunya kost muncul tiba-tiba di pintu yang masih terbuka.

Nitha tersenyum mendengar ucapan Pak Jaki yang sangat Betawi. Bertolak belakang dengan logat bicaranya yang sangat halus. Tapi itu bukan masalah. Perbedaan untuk menunjukkan keragaman bukan?

"Eh iya, Pak Jaki, belum ada sih, terima kasih," sahut Nitha sopan.

Pak Jaki nyengir sambil menatap Surya lalu menggoda. "Pacarnya ya Neng? Ganteng."

Surya ikut nyengir tak kalah lebar. "Saya kakaknya, Pak," sahutnya.

"Oo, abangnye. Kirain pacarnye, yaudah Neng Bapak balik dulu, tadi lagi nagih uang kost aja jadi kebetulan gini hari ade disini. Neng kalo perlu apa-apa bilang aje ye, kerumah," pamit Pak Jaki lalu melenggang pergi setelah dibalas anggukan dan terima kasih Nitha dan Surya.

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang