Awan yang Gelap

33 4 0
                                    


Daun-daun bergoyang mengikuti alunan suasana pagi yang begitu cerah. Setiap dedaunan meneteskan embun pagi nan jernih dengan aroma khas suasana pagi nan sejuk. Dengan diringi suara kicauan burung yang merdu, kicauan tersebut telah membangunkan gadis remaja kecil di sebuah rumah yang begitu sederhana berdinding rapuh dengan beratap genting yang tak begitu kokoh di perdesaan terpencil yang jauh dari keramaian.

Gadis remaja kecil itu bernama Virly, ia adalah gadis remaja kecil yang mempunyai sifat lugu dengan hati yang suci. Gadis itu sangatlah baik dan suka membatu orang lain yang kesusahan. Tapi sayangnya, ia mempunyai saudara kembar laki-laki yang mempunyai sifat berbalikan dengan dirinya, ia bernama Vicky yang mempunyai watak egois dan keras kepala.

Virly, si gadis remaja kecil itu hidup tanpa kehadiran seorang ayah dan ibu sejak ia hidup di dunia. Di rumah yang begitu sederhana itu, ia hidup bersama saudara kembarnya dan seorang nenek yang sangatlah tua.

Di pagi yang cerah, Virly mengawali harinya dengan senyuman. Ia bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah yang jaraknya sangat jauh dari rumahnya. Sebelum ia berangkat ke sekolah, ia selalu membantu neneknya di dapur yang setiap harinya menyiapkan sarapan pagi untuk keluarga kecilnya.
Meskipun keluarga kecil tersebut mempunyai masalah ekonomi yang terbatas, sang nenek sangat marah jika cucu-cucunya tak mau sarapan pagi. Karena disamping masalah ekonomi yang terbatas, sang nenek sangat memperhatikan kesehatan cucu-cucunya. Lalu Vicky, saudara kembar Virly datang dan langsung duduk dengan raut muka yang cemberut dan marah.

"APA INI!!! Makan kok gini-gini ajah, bosen!" sentak Vicky.

Mendengar sentakan dari mulut Vicky, Virly hanya terdiam dan melirik ke arah neneknya. Vicky lantas pergi meninggalkan mereka di meja makan menuju dapur untuk mengambil minuman tanpa ada rasa kasihan kepada sang nenek.

Virly mencoba untuk bersabar dan melanjutkan sarapan yang telah disiapkan bersama sang nenek sembari melihat ke arah jarum jam yang terus berputar, karena ia takut telat masuk sekolah hanya gara-gara masalah makanan.
***

Sesampainya di sekolah, tiba-tiba Vicky datang menghampiri Virly yang sedang duduk di pinggir lapangan sambil melihat segerombol anak basket yang sedang memainkan satu bola basket dengan gaya-gayanya yang khas itu, dengan ekspresi marah secara tiba-tiba.

Dan Vicky langsung berkata "Vir, apa kamu nggak tau?! Sebelum tadi aku ninggalin rumah, aku liat nenek sedang nangis!" kata Vicky dengan nada tinggi dengan menatap mata Virly yang tidak tau apa-apa.

"Kayaknya nenek menahan rasa sakit yang di derita saat ini, dan kayaknya nenek udah nggak punya uang lagi untuk berobat! Apa kamu nggak sadar?! Hah?!". Sentak Vicky dengan mendorong pundak kiri Virly hingga Virly hendak terjatuh.

"Bukannya kamu yah, yang nggak sadar selama ini?" tanya Virly dengan berkacak pinggang dengan mengernyitkan wajahnya kepada saudara kembarnya yang dianggapnya sudah tak mempunyai perasaan belas kasihan kepada semua orang terutama keluarganya sendiri.

"Kalo kamu tau keadaan nenek kayak gitu dengan mata kepalamu sendiri, kenapa kamu nggak bantu nenek kek, nolong nenek kek atau apalah... tapi kok kamu malah nanya dan nyuruh aku kayak gitu, kamu juga cucu nenek, apa kamu lupa? Apa kamu nggak sadar? Apa kamu pernah menolong nenek saat nenek sedang susah? Hah?!" sahut Virly yang tiba-tiba membantah Vicky dengan nada tinggi dan kesal dengan mata yang berkaca-kaca menahan tangis. Biasanya, Virly tak pernah membantah dan semarah itu dengan orang lain terutama saudaranya sendiri.
***

Sepulangnya Virly dari sekolah, ia tak langsung pulang ke rumah, karena ia ingin bekerja untuk membiayai biaya perawatan dan berobat sang nenek yang sedang sakit-sakitan.

Ketika Virly beranjak dari suatu tempat, Virly menggeleng-geleng kepalanya tanda kekecewaannya terhadap saudaranya sendiri, ketika ia tak sengaja melihat saudara kembarnya yang tak pernah peduli akan kesembuhan neneknya dan urusan keluarganya, sedang mengendarai motor bersama teman-temannya dengan tawa lepasnya tanpa ada beban hidup yang tengah ia rasakan.

Virly tak tau mau kerja apa yang ingin ia lakukan. Beberapa menit kemudian ketika ia memikirkan pekerjaan yang ingin ia lakukan, ia menemukan satu pekerjaan yang dianggapnya tak layak untuk dilakukan. Tetapi dengan hati yang terpaksa, Virly mau melakukan pekerjaan itu yaitu dengan cara mengamen di pinggir jalan raya ketika suasana ramai dan ditengah lampu merah.

Dengan lirik lagu yang ia nyanyikan dengan suara merdunya di pinggir jalan raya dan ditengah lampu merah, ia mendapat cukup banyak uang dari hasil mengamen tadi meskipun baju seragam yang ia kenakan telah ia lumuri kotoran hingga menjadi baju seragam yang cemong.

Ditengah usahanya yang telah membuatnya lelah, Virly beristirahat di pinggir sebuah toko toserba. Tak lama kemudian ketika ia beristirahat dengan duduk sambil minum air putih mineral, tiba-tiba muncul seorang pria tua yang meminta pertolongan untuk membawakan barang-barang yang telah ia bawa dengan kelelahan. Virly menerimanya dengan sepenuh hatinya dengan senyumannya.

Setelah barang-barang tersebut dibawakan di tempat tujuan, pria tua itu memberikan uang yang nilainya cukup besar. Virly menggeleng kepalanya tanda untuk menolak pemberian pria tersebut. Tetapi pria tersebut memaksanya untuk menerima uang tersebut.

Dan akhirnya Virly pun menerimanya karena ia teringat dengan keadaan sang nenek yang sedang menunggunya di rumah sendiri. Ketika ia menghitung-hitung uang penghasilannya, ia sempat berfikir karena biaya yang dibutuhkan sang nenek saat ini masih belum bisa ia penuhi dan masih sangat kurang, ia bingung bagaimana ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu.

Di perjalanan menuju pulang, ia membawa uang yang telah diberikan oleh pria tua yang telah ditolongnya dan hasil mengamennya tadi dengan berjalan kaki.
***

Mutiara Suci (COMPLETE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang