Bab 2

294 32 20
                                    

Haris memahami nantinya, sebelum dilakukan autopsi, pihak keluarga yang merasa kehilangan akan meminta agar jenazah itu segera dikembalikan dengan alasan-alasan yang tradisional. Hal itu pula yang kadang sangat menyulitkan penyidik. Mereka harus memutar strategi agar kasus itu segera selesai.

Ada pemahaman yang masih perlu diperhatikan bagi kepolisian sebagai satu-satunya institusi resmi yang bertugas dalam menangani masalah seperti ini. Bukan hanya masalah masyarakat yang hanya menginginkan kejelasan dari proses identifikasi korban, tapi juga masalah belum menyeluruhnya pemahaman masyarakat yang diakibatkan kurangnya sosialisasi dalam hal-hal semacam ini.

Akhirnya, selalu ada kejadian di mana masyarakat menuntut agar polisi cepat-cepat menemukan pelaku. Namun, di lain sisi masyarakat pula yang secara tidak sadar melakukan tindakan-tindakan yang kadang dapat menghambat proses penyelidikan. Untuk itu, Haris dan beberapa tim dari Kapolres, selalu memberikan seminar kecil-kecilan di wilayah kecamatan sebagai program edukasi masyarakat. Selain itu, hal ini dilakukan agar masyarakat memahami kinerja kepolisian serta mengajak untuk bekerja sama ketika sedang melakukan penyelidikan terkait kasus kriminal atau semacamnya.

***

Kronologis penemuan mayat berdasarkan keterangan yaitu, seorang saksi yang merupakan penjaga makam tidak sengaja mencium bau busuk di tempatnya bekerja sekitar pukul setengah sepuluh pagi. Dengan rasa penasaran, penjaga makam yang diketahui bernama Iwan Cepi itu, mencari-cari di mana sumber bau busuk tersebut.

Setelah beberapa lama mengelilingi pemakaman, dia menyadari bahwa di salah satu makam yang berada di bawah kelenteng, ada sekumpulan lalat sedang berhamburan di atas batu nisan. Dia mendekati sumber bau tersebut dan betapa dia kaget melihat kondisi mayat yang sudah terpotong di dalam kardus mi instan. Setelah itu dia segera melapor ke pihak yang berwajib. Beberapa jam kemudian, kepolisian mendatangi TKP dan segera melakukan penanganan dan pengamanan.

Mayat yang ditemukan adalah seorang anak yang diperkirakan umurnya sepuluh tahun. Berdasar keterangan dokter, mayat merupakan korban pembunuhan. Dia memakai kaos sepak bola berwarna merah dengan celana cokelat khas seragam Pramuka di sekolah. Bagian tubuhnya sudah terpotong menjadi enam bagian dan dimasukkan ke dalam kardus, menumpuk bak tumpukan kayu bakar di dalamnya. Tidak ada jejak pertikaian di tempat itu, bahkan rumput ilalang masih tegak berdiri di sekitar makam. Diduga mayat sengaja dibawa oleh pelaku ke pemakaman itu untuk menghapus jejaknya.

Sebelum mayat itu dibawa ke rumah sakit, Tedi sempat melihat tumpukan mayat di dalam kardus. Di antara kebingungan yang sedang melandanya karena perkataan Haris sebelum ke TKP, rasa iba menghujam dadanya yang besar dan bidang itu.

"Kesedihanmu tidak akan membuatnya hidup kembali." Haris mencoba untuk menenangkan Tedi.

"Aku penasaran! Bagaimana wajah Si Pembunuh itu?" ujar Tedi. Kepalan tangan Tedi tidak dapat dia sembunyikan dari pandangan Haris.

"Mari kita selesaikan kasus ini satu per satu. Tapi sebelum itu, sebaiknya kita mengisi perut yang kosong ini dulu," balas Haris.

"Ah! Benar sekali," lanjut Tedi. Semburat wajah murung Tedi kembali bersinar. Mungkin dia sedih karena sedang kelaparan.

***

Di perjalanan menuju Rumah Makan Ponyo, kerut alis pada wajah Haris semakin dalam, menandakan keseriusannya memikirkan kasus yang baru dia dapati. Namun senyumnya tetap dia pertahankan, karena di sampingnya duduk seorang detektif pemula yang sedang terkagum-kagum dengannya.

Berbagai pertanyaan bertubi-tubi menyerang rasa penasaran Haris yang haus akan jawaban dari kedua pembunuhan itu. Apa sebenarnya motif pelaku membuang mayat ke pemakaman? Adakah hubungannya dengan kasus yang sedang dia tangani di kompleks Bumi Orange? Jarak waktunya cukup dekat untuk sebuah pembunuhan berencana. Ini akan sangat menyita waktu para penyelidik agar fokus pada satu kasus.

***

Sementara di ruang autopsi, Dr. Reza sedang bertugas mengautopsi mayat bocah malang itu sambil menyambungkan beberapa bagian tubuh yang terpotong. Semua kain yang melekat pada tubuh mayat sudah dilepaskan. Dengan tenang dia mulai memejamkan mata, hal yang sering dia lakukan saat memulai pekerjaannya. Tangan yang bersarung karet putih itu diarahkannya ke bagian kepala mayat bocah laki-laki tersebut. Merabanya, mencari kemungkinan adanya pukulan yang berdampak pada proses mutilasi.

Dengan rasa penasaran, Dr. Reza mulai mengamati bagian leher yang terputus itu. Seperti memasang sebuah puzzle, Sang Dokter berusaha mencocokkan guratan potongan sedikit demi sedikit. Terlihat jelas di mata Sang Dokter, jejak jeratan pada bagian atas leher mayat bocah itu. Nampak kurang puas pada raut wajah Dr. Reza, ia bermaksud mencari kebenarannya melalui pembedahan. Namun, sebelum melanjutkan niatnya itu, Sang Dokter tiba-tiba terperanjat, "Oh, apa yang sudah aku lewatkan sedari tadi!"

Matanya tertuju pada bagian vital anak tersebut. Karena dia terlalu fokus, akhirnya dia lupa pada bagian vital tersebut. Karena rasa penasarannya, juga demi memastikan kemiripan pada kasus sebelumnya, dia segera menyiapkan satu meja lagi untuk mengambil tubuh yang masih tersimpan di lemari pendingin. Kemudian dia berniat menghubungi Detektif Haris.

"Aku harus segera memberitahukan ini kepadanya," ucapnya sendirian. Selepas menanggalkan sarung tangannya, Dr. Reza segera menyambar telepon seluler di saku jaketnya yang disimpan pada bagian belakang pintu.

***

Sementara di tempat lain, setelah selesai menyantap makanan, Haris melanjutkan perjalanannya menuju ke TKP pertama, di mana Eka Munawar menunggunya dengan tangan hampa. Tiga bungkus makanan tersimpan di jok belakang mobil Haris. Di sampingnya, Tedi menyalakan rokok, melepaskan resah yang menghalangi rasio berpikirnya karena sikap Haris yang tenang itu.

"Haris! Untuk ukuran kasus seperti ini, aku rasa kata resah pantas untuk kita ekspresikan lalu melepaskannya. Aku belum pernah melihat hal seperti itu pada raut wajahmu. Bahkan, sudah hampir seminggu sebelum kasus baru ini muncul, kau masih saja tenang seperti itu," ucap Tedi terus terang. Kesabarannya sudah tidak dapat dibendung lagi melihat tingkah laku Haris.

"Ketenangan adalah kunciku dalam memecahkan kasus," jawabnya sambil tersenyum.

"Untuk kasus pertama, kita tunggu sampai pihak keluarganya datang. Karena itu satu-satunya peluang kita menemukan jawaban. Atau bila ada satu petunjuk lain yang dapat melancarkan penyelidikan kita, tentu akan sangat membantu," lanjut Haris sembari membuka jendela kaca mobil di sampingnya, lalu mulai menyalakan rokok yang dari tadi terselip di antara jari tengah dan telunjuknya saat melewati polisi tidur.

Sampai di pertigaan memasuki kompleks Bumi Orange, seseorang dengan ugal-ugalan membawa motor trail berwarna hijau dan mengagetkan Haris. Sumpah serapah pun segera keluar dari mulut Tedi yang masih penuh dengan asap rokok. Mobil yang dikendarai Haris berhenti mendadak karena hentakan pedal rem dan kopling yang tidak teratur.

"Pertigaan itu memang terlalu menikung, alangkah baiknya dipasang kaca cembung pada sudut kanan atau kirinya agar pengendara yang ingin belok lebih hati-hati," ucap Haris mengalihkan amarah Tedi.

"Dasar anak muda sialan," umpat Tedi.

***

Sekitar sepuluh menit berlalu, Haris dan Tedi sudah berada di depan sekitar rumah TKP pertama. Terlihat dua petugas bertubuh jangkung itu sedang bercanda gurau, menghibur Eka Munawar yang nampak murung. Tedi segera keluar dari mobil Haris, lalu mendekati mereka bertiga.

Sementara itu, setelah berhenti mendadak tadi, Haris mencoba mengecek mobilnya dengan teliti, berharap tidak ada kerusakan akibat ulah pengendara yang ugal-ugalan. Haris mengambil posisi jongkok di depan bemper mobil sebelah kirinya.

Sejurus kemudian, dia mendengar telepon seluler di dalam mobil berdering sebanyak tiga kali. Melihat tidak ada kerusakan, dia memutuskan melihat telepon selulernya. Sebuah pesan masuk dari Dr. Reza, "Haris! Cepat ke sini. Aku rasa korban yang kita temukan siang tadi ada kemiripan dengan pemuda malang di Bumi Orange itu!"

Haris membaca pesan itu dengan rasa tidak percaya, entah kebetulan seperti apa yang membuat otaknya begitu pecah sehingga membuat bibirnya terbuka, sudut-sudut bibirnya mulai mengembang dan apakah itu merupakan pertanda baik?

PlagiatorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang