II

760 140 16
                                    

Keadaan Jaehyun tak begitu membaik setelah dibawa ke unit kesehatan sekolah. Jungkook penuh prihatin menatap punggung sahabatnya yang tertidur membelakangi pemuda itu. Hatinya terus berkecamuk mengkhawatirkan psikis Jaehyun yang jauh dari kata baik. Sejauh itukah Jaehyun terjatuh karena ditinggalkan oleh Chaeyeon. Pertanyaan - pertanyaan tidak logis mulai menghinggapi pikiran Jungkook yang hanya pulang dan pergi tanpa meninggalkan jawaban. Terlalu banyak keanehan yang melingkupi tabir kematian gadis sesempurna Jung Chaeyeon.

Ditengah usahanya yang agar tidak tenggelam di dalam pusaran kebimbangan, Jungkook terkejut dengan pintu unit kesehatan yang berdecit lirih. Tanpa sulit menebak, pemuda itu tahu siapa pelakunya, yaitu seorang gadis dengan wajah bengkak khas usai menangis lama, ditambah surainya yang sedikit menyentuh bahu tampak kusut.

Gadis itu nampak berhati - hati membawa tubuhnya mendekat ke arah tempat tidur Jaehyun beristirahat. Tidak terlalu dekat, bahkan dapat dibilang sangat jauh. Tetapi jarak yang gadis itu ciptakan tetap membuat ia merasakan kelegaan atas kekhawatirannya pada pemuda itu.

"Dia tidak terlalu baik, tetapi baik - baik saja saat ini. Lebih baik kau khawatirkan dirimu sendiri, Mina."

Jungkook meraih sebuah botol air mineral di atas nakas. Ia mengulurkan benda itu kepada Mina dan berhasil membuat sepasang sepatu gadis itu berani mendekat, menerima pemberiaan Jungkook dalam penuh kebisuan.

Tak harus menceritakannya, dengan hanya menyelam kedalam mata Mina dan Jungkook dapat membaca semua pikiran gadis itu yang bagai gemuruh menyapu isi otaknya. Kadang - kadang terlihat kilat yang menyambar sisi terdalam pikiran Mina dan menimbulkan hujan di pipinya. Seperti saat ini.

"Apa kau percaya pada perkataan mereka?" Lirih Mina yang beradu dengan desingan suara hujan yang mulai berguguran dari langit. Pertanyaan itu hanya membuat lidah Jungkook membeku. Mantra yang dilafalkan Mina menarik kembali seluruh memorinya untuk terulang secara acak. Beberapa bagian memang nampak kabur saat terputar di otaknya tiba - tiba. Namun beberapa kejadian itu cukup melekat yang dahulu menimbulkan tanda tanya besar dan beralih menjadi sebuah kesalahan terbesar di hidup Jungkook sekarang.

"Jangan menyalahkan dirimu atas kepergian Chaeyeon. Itu pilihannya. Dia sudah cukup dewasa untuk menentukan mana hitam dan mana putih. Berhentilah mengatakan ini salah kalian, padahal nyatanya kalian tidak pernah mengakui apapun."

Kali ini mulut Mina yang terkunci mendengar perkataan Jungkook. Gadis itu tidak bodoh menyadari iris mata Jungkook bagai belati yang meruncing menembus hati Mina. Seketika, air mata di pipi gadis itu menderu deras. Bahunya bergantian ke atas dan ke bawah terus menahan segukan. Terlihat usaha Mina mencoba menetralkan tangisnya saat menyadari bahwa masih ada Jaehyun yang beristirahat.

Perasaan bersalah bertamu mengetuk hati Jungkook. Rasanya tak tega mengatakan hal sejahat itu kepada Mina. Seorang gadis baik hati dan serapuh mutiara terlalu kejam menerima tuduhan sebagai sumber kematian sahabatnya sendiri. Apalagi oleh dirinya, salah satu teman yang begitu Mina percayai. Ia memaki dirinya sendiri dalam hati yang telah terbawa arus gelombang manusia lain untuk ikut menyalahkan Mina dan Jaehyun.

"Maafkan aku Mina. Harusnya aku tidak berkata seperti itu. Aku sahabatmu, harusnya aku lebih percaya padamu. Aku bersalah. Aku terlalu mendengarkan perkataan orang lain daripada kejujuran sahabatku."

"Tidak apa - apa Jungkook. Aku mengerti. Desas - desus di luar sana berhembus terlalu kencang sehingga kau ikut terterpa angin yang dibawanya. Tapi aku jujur, jangan salah artikan kedekatan aku dan Jaehyun. Kami teman, seperti kau dan Jihyo, kau dan Chaeyeon. Kami tidak mungkin bergerak lebih dari itu, walaupun Chaeyeon sudah tidak disini. Garis pemisah diantara kami terlalu tinggi dan tidak dapat kami tembus."

Secara tidak langsung Jungkook menangkap sinyal - sinyal pengakuan perasaan dari Mina yang sudah berulang kali ia dengar. Pemuda itu bertahan sejak lama di sisi Mina agar tetap menjebak perasaan gadis itu sendiri dalam kurungan hatinya. Jungkook berusaha mati - matian menjaga Mina agar tidak melangkah lebih jauh menggapai Jaehyun yang sudah dimiliki Chaeyeon.

Kejinya Jungkook layaknya gunting yang siap mematahkan sayap - sayap kebahagiaan Mina saat bertebangan di sisi Jaehyun. Tujuannya agar gadis itu jatuh dan menyerah pada perasaannya. Namun, usaha Jungkook tak kunjung berhasil untuk mengubur perasaan Mina yang semakin dalam.

Persahabatan adalah paling istimewa di mata Jungkook. Mina, Jaehyun, Chaeyeon dan Jihyo adalah kebahagian terbesarnya yang selalu ia genggam erat dan menjadi prioritas utamanya.

Usaha Jungkook semakin berkali - kali lipat saat panca inderanya menangkap rahasia mengenai perasaan Mina. Apalagi kebersamaan Jaehyun dan Chaeyeon telah terjalin lama dan bahkan menjadi kebahagian bagi orang lain ketika mereka bersatu. Hanya tinggal Mina yang terjebak dalam sangkar berkedok perasaan jatuh cinta yang gadis itu buat sendiri dan ia harus menyimpan fakta itu sendirian.

Mina memang tidak seburuk itu. Bahkan dia sangat bisa disandingkan dengan Chaeyeon yang selalu dianggungkan sebagai titisan dewi. Begitu luar biasa cahaya yang terpancar dari diri Chaeyeon tak membuka kesempatan bagi Mina untuk ikut terlihat. Mina mungkin bisa saja lebih luar biasa dari matahari, namun apalah daya gadis itu saat bulan seperti Chaeyeon menutupinya sebagai gerhana.

Hujan masih terus jatuh menghujam tanah yang sebelumnya beradu dengan benda - benda apapun yang menghadangnya untuk mencapai pusat gravitasi. Pada saat itu Jungkook melangkah pergi meninggalkan Mina yang tidak berhenti menahan tangisnya, ia mendapati Jihyo dalam kebisuaan di balik lorong yang menyembunyikan gadis itu. Satu aliran air mata dari matanya yang bulat menjelaskan semuanya.

"Kalian menyembunyikannya selama ini?"

Rahang Jungkook mengeras. Urat nadi kebiruan mulai menjalar di sekitar lehernya yang menandakan ia menahan sebuah gejolak amarah. Bukan kepada Jihyo, tapi kepada dirinya sendiri.

"Jadi, aku satu - satunya yang tidak tahu apa-apa?" Seru Jihyo seraya menahan satu persatu air mata yang mulai mengalir sejalan dengan fakta menyakitkan yang ia ketahui. Kadang air mata itu menahannya untuk berbicara lebih banyak. Hanya sepenggal kata perkata yang dapat terucap dari bibir Jihyo seperti hati gadis itu yang terpotong menjadi bagian-bagian kecil.

"Jihyo maafkan aku."

-satan's slave-

[97 Line] SATAN'S SLAVEWhere stories live. Discover now