Ridho itulah namaku, lahir di ranah yang sangat mempercayai tahayul dan sesembahan. Aku adalah seorang perantauan dari tanah timur ke barat untuk sebuah asa dan harapan bahwa aku sukses disini dan membanggakan orang tuaku serta memberikan pelajaran kepada desaku. Benar, desaku mengusirku karena aku membuat anak dari orang terkemuka di desaku hamil padahal bukan aku yang melakukannya. Orang – orang membenciku hanya orang tuaku dan kekasihku Sarah namanya aku mencintainya. Mungkin inilah takdir nasib yang memikul dalam bahuku. Aku harus bekerja keras dan mengubah nasibku serta orang tua yang ada di kampung. Inilah Ibukota dari Indonesia yakni Jakarta. Semua orang dari yang muda sampai tua dari yang notabene orang terpandang sampai pengangguran semua ada disini. Dengan berbekal ilmu otomotif yang aku pelajari saat sekolah, aku adalah lulusan SMK di kampungku saat itu aku lulus dengan predikat baik walaupun tidak sebaik rangking satu ataupun dua, aku cukup berpengalaman dalam bidangku ini. Tibalah aku di Ibukota kuinjakkan kaki lusuhku ke aspal Jakarta ini. Dengan nafas panjang dan berdoa aku berserah pada-Mu untuk berjalan mengikuti angin membawaku. Jalanan padat merayap, polusi tampak kelabu, penjahat mengintai sekitar, dan bangunan nampak mendongak kususuri. Telah tiba senja menjelang gelap tanpa tahu arah tujuanku hanya mengikuti naluri serta angin menuntunku dengan baju kumuh bau tak menentu seperti tukang kuli bangun serta lelah menjalar di sekujur tubuh. Aku berjalan dengan berserah pada – Mu.
Angin dan naluriku berhenti di depan sebuah toko di pinggir kota saat itu dengan uang sisa tinggal lima puluh ribu yang sebenarnya seratus lima puluh ribu yang diberikan ayah padaku yang ludes untuk membeli nasi uduk yang harganya fantastis yakni lima puluh ribu itu beserta es teh yang segar yang membuatku tidak mempunyai pilihan lagi selain memesan. Tengah jalan kerongkongan merasa dahaga untuk diberi cairan air putih saat itu ada toko kelontongan menjual aneka minuman dingin dan rokok saat itu aku berhenti dan membeli satu buah air mineral ukuran besar dan betapa kagetnya uang yang harus keluar seharga dua kali lipat dari harga minuman yang ada di kampungku. Apesnya lagi di tengah pengelanaanku ada orang dengan dandanan yang ada di televisi mengenakan pakaian hitam jaket kulit yang aku yakin dari kulit ular dan tampang sangar tindik aneka bentuk terpajang seperti sebuah lukisan abstrak itu menodong kerah baju lusuhku membawaku ke sebuah gubuk kecil jauh dari keramaian manusia.
"hei, lu kalau lewat di wilayah gue lu harus bayar upeti." Kata orang bertampang sangat abstrak itu.
"tapi bang, aku gak punya uang. Aku aja perantau dari desa timur, bang" sambil terengah – engah berkeringat dingin.
"halah, gak usah bacot lu, lu kalau mau milih yang mana mati dengan tidak membawa nama atau membayar tapi lu hidup" senyuman sinis mengambang di wajahnya.
Terdiam membeku.
"kalau kagak mau, lu mati disini hahahaha" tawa sekeras – kerasnya
"oke oke bang, ampuni saya, ini uang yang abang mau kan" dengan mengeluarkan pecahan uang dua puluhan dua.
"nah gitu doang. Baru temen hahahaha, makasih, ya" tertawa meninggalkanku.
Inilah Kota Jakarta, bahaya mengintai dimana kita berada. Malam ini aku tidur dengan beralaskan kardus yang kutemukan pada sebuah tempat sampah saat sebelum ke toko ini. Aku melihat jelas diatas kepalaku terdapat sebuah nama "Lovepiss". Benar, itu bukan sebuah toko itu adalah tempat hiburan malam yang biasanya para penjabat, orang ternama, bahkan warga sipil melepas lelah dahaga batinnya dengan para pekerja wanita lepas dengan honor dari yang ratusan sampai dengan jutaan. Saat itu aku yang masih polos tidak tahu bahwa itu tempat hiburan malam dan mengira adalah sebuah toko karena sama persis dengan toko yang ada di kampung. Betapa beruntungnya toko itu tutup dan segeralah kurebahkan alas kardus dan dengan tanpa malu aku melepas lelahku dengan alunan dari suara angin masuk dalam hati serta tubuhku. Malam telah menujukkan angka tengah hari semua kendaraan yang senantiasa menemani perjalanan kaki ini sudah lenyap tinggal orang – orang muda mudi berpacaran, bersenda gurau, ataupun menenggak minuman dan obat terlarang. Sendirian dengan malam sepi serta memikirkan keesokan bagaimana aku hidup.
Sang penyegel malam telah tiba. Mentari tiba dengan sangat cepat membuatku harus terbangun dari singgasana tidurku dan terus berjalan. Bermodal ijazah SMA yang tidak layak untuk di kota besar seperti Jakarta ini. Aku sudah menyusuri semua tempat kota dari yang menjadi buruh di perusahaan sampai dengan menjadi buruh cuci di rumah makan maupun warung tapi tak kunjung mendapatkannya. Saat itu tanpa sengaja aku melihat dari kejauhan seorang perempuan cantik dan mempesona celingak – celinguk melihat kesana kemari dengan pakaian seperti pegaiwai dengan kap mobil terbuka nomor plat B tengah kesusahan. Dan melihatku dan saling bertatapan mata berdegup kencang hatiku. Apa ini cinta.
---------------------
To Be Continued
Salam Author Receh
KAMU SEDANG MEMBACA
SWITCH !
Short StoryPernahkah Anda terbayang jika teman dekat, saudara, ataupun keluarga anda bertukar roh. benar, roh adalah jiwa kita. Anda berpikir jika itu mungkin bisa terjadi. pasti jawaban anda tidak, konyol, dan mustahil. inilah segores pena tentang seorang pem...