"You'll be surprised to know how far you can go from the point where you thought it was the end."
----------
Aku membuka mataku dengan perlahan dan menemukan bahwa diriku duduk di kursi kayu dengan tangan terikat di belakang. Aku berada di sebuah ruangan dengan jendela yang ditutupi oleh kayu, menyisakan sedikit sinar matahari yang masuk melewati celah-celah tersebut. Ketika menyadari apa yang terjadi di sini, lantas aku panik dan meronta-ronta, berusaha untuk melepaskan tali yang mengikat tanganku.
Rasa pusing pun menjalar di kepalaku ketika aku teringat akan aroma memuakkan yang membuatku jatuh pingsan. Sudah berapa lama aku tak sadarkan diri? Kucoba memejamkan mataku kembali untuk menghilangkan rasa pusing itu lalu kudengar suara langkah kaki berjalan mendekatiku.
"Kau sudah sadar rupanya." Suara dengan aksen aneh memantul ke setiap sudut ruangan.
Aku membuka mataku dan melihat sesosok pria berdiri di hadapanku. Ia menyalakan lampu yang menggantung di atasku dan meskipun ia menyamarkan wajahnya dengan memakai topeng hitam seperti yang dimiliki oleh Batman, namun aku dapat melihat dengan jelas kontur wajahnya yang tampak seumuran denganku. Rambutnya yang berwarna hijau terang langsung menjadi pusat perhatianku.
Dia mengambil kursi yang tak jauh dariku dan menyeretnya hingga menempatkannya di hadapanku dengan posisi terbalik. Mengambil pisau lipat dari saku celananya, ia duduk di kursi itu dan memandangku. Tangannya menumpu pada sandaran kursi, memainkan pisau kecilnya.
"Kami melihat mobilmu di luar. Kau pasti sangat kaya. Jadi kami menculikmu untuk meminta tebusan pada orang tuamu," jelasnya dengan santai, langsung pada inti permasalahan. Jelas ia bukan tipe pria yang suka berbasa-basi.
Aku menatapnya dengan sorot tidak percaya. "Itu tak ada gunanya. Ayahku tak mungkin akan menghabiskan uangnya untuk menebusku. Bahkan ia sama sekali tidak peduli padaku."
Aku bahkan tak percaya mengapa aku mengatakan hal itu pada pria di hadapanku, tentang ketidakpedulian ayahku.
Ia hanya tersenyum sementara mata hijaunya mengamati setiap inci tubuhku. Sekejap saja aku merasa ditelanjangi olehnya dan aku merasa keresahan dari caranya menatapku.
"Aku tidak akan sebegitu yakin."
Dia pun memajukan tubuhnya padaku dan menunjukkan pisaunya di hadapan wajahku. Aku menahan nafas ketika ia mulai memainkan pisau itu di wajahku sementara senyumannya semakin melebar.
"Michael, jangan bermain-main dengannya," ucap seseorang di ujung sana, menghentikan kegiatan pria di hadapanku yang kuketahui bernama Michael.
Michael menoleh ke belakang sembari mendengus. "Tak ada salahnya untuk bersenang-senang sebentar."
Lalu ia menambahkan, "Sial. Mengapa kau menyebut namaku? Gadis ini akan melaporkannya pada polisi."
"Tidak jika kita dapat membuatnya tutup mulut," balas pria di ujung sana.
Aku tak bisa melihatnya karena berada dalam kegelapan. Dengan santai ia berjalan ke arahku hingga dapat kulihat pria berambut hitam legam memakai topeng Hulk, menutupi keseluruhan wajahnya. Serius, apa mereka benar-benar penculik sungguhan?
"Maafkan tingkah Michael barusan. Ia memang suka sekali menggoda korbannya," kata pria itu menarik Michael hingga ia bangkit dari duduknya dan pergi.
Pria itu pun duduk di tempat Michael tadi. "Aku Calum," ujarnya. "Siapa namamu?"
"Apa kau selalu berkenalan dengan korbanmu?" tanyaku dengan tatapan sinis.
Ia terkekeh, "Aku hanya ingin mencairkan suasana."

KAMU SEDANG MEMBACA
Alive // z.m
FanfictionCHECK THE TRAILER ❝Don't look back, live your life, even if it's only for tonight.❞ Bagi Riley Williams, hidup sudah tak ada artinya lagi. Dengan berlatar belakang sebagai putri tunggal dari seorang mafia kelas kakap membuat dirinya tidak akan perna...