“The course of true love never did run smooth.”
----------
Apa aku pernah bilang jika aku tidak pernah percaya akan cinta pada pandangan pertama? Well, kini aku harus menelan kembali kata-kataku itu karena dengannya ―pria yang telah menyelamatkanku― aku merasakan hal itu. Bagaimana mata kami bertemu, entah mengapa ada getaran hebat di dalam diriku seolah pertanda bahwa aku telah menemukan pangeranku. Lucu bukan?
Aku memang tidak percaya akan cinta pada pandangan pertama tapi aku justru percaya bahwa setiap wanita akan bertemu dengan pangeran yang menunggangi kuda putihnya. Salahkan pada ibuku karena sewaktu kecil beliau sering membacakanku dongeng sebelum tidur. Sebut saja Cinderella, Snow White, Sleeping Beauty. Siapa yang tak kenal mereka? Setiap wanita pasti pernah merasakan saat dimana mereka mengidam-idamkan sosok pria dengan celanan ketat dan rambut klimisnya.
Matahari sudah semakin meninggi dan aku masih menunggu kedatangan Zayn untuk menjeputku pagi ini seperti yang ia janjikan tadi malam.
Dengan bungkusan berisi coklat buatanku ―aku hanya berpikir jika ia menyukai coklat karena ia selalu memesan susu coklat untuk sarapannya― di pangkuanku, aku memainkan pita kecil berwarna merah jambu yang kuikatkan pada bungkusan kotak dengan sampul bercorak hati. Untuk sesaat aku terkekeh. Apa ini terlalu berlebihan? Rasanya seperti hari Valentine saja.
"Riley, percuma kau menunggunya. Ia tidak mungkin datang," ucap Harry yang sedang bersandar di dinding, memainkan rambut ikalnya.
Biar kuberitahu kalian, Harry sangat terobsesi dengan rambutnya. Ia tak akan membiarkan siapapun menyentuh atau bahkan merusak rambut indahnya, begitu yang ia katakan saat aku pertama kali bertemu dengannya.
Aku mendongak padanya dengan bibir mengerucut, "Dia pasti akan datang. Mungkin saja dia harus mengantar adiknya dulu ke sekolah."
Harry menghela nafas lalu menatapku dengan gemas, "Ini musim dingin. Sekolah diliburkan."
Aku berusaha menghindari tatapan matanya selagi ia berjalan ke arahku dan menghempaskan bokongnya ke atas bantal di sebalahku.
Aku menghela nafas panjang dan menyilangkan kakiku, berpura-pura merasa letih untuk berbicara dengannya. Aku hanya tak ingin ia merasakan kegugupanku yang menantikan kedatangan Zayn dan rasa semangatku yang membuncah sejak semalam. Bahwa aku tak sabar untuk segera bertemu dengannya lagi.
"Pria seperti dia tak mungkin akan datang lagi. Sama seperti pria-pria sebelumnya yang telah mencampakanmu."
Aku bangkit karena terkejut dengan apa yang ia katakan, "Dia bukan pria seperti itu."
"Terserah kau saja," ucapnya lalu menyandarkan tubuhnya ke sofa dengan kedua tangan di belakang kepalanya.
Dengan kesal aku lantas pergi ke kamarku, menghentak-hentakkan kakiku seperti anak kecil dengan membawa bungkusan coklat di tanganku. Aku menggeram dengan sebelah tanganku yang mengepal. Aku benci pria itu. Entah mengapa ayahku memilih Harry sebagai pengawalku.
Ayahku mempekerjakan Harry ketika aku berumur 15 tahun. Harry sudah kuanggap seperti kakakku sendiri. Kakak yang paling menyebalkan. Ia memang selalu ada saat aku membutuhkan seseorang ketika ayahku sedang larut dalam bisnisnya. Tapi sikapnya yang dingin dan menyebalkan itu selalu membuatku ingin merengek pada ayahku untuk memecat Harry secepatnya. Tapi anehnya tidak kulakukan.
Kadang aku berpikir untuk apa ayah menyewa pengawal untukku. Mengapa aku harus dijaga? Atau lebih tepatnya dari apa aku harus dijaga? Lagi pula aku bukanlah putri seorang presiden yang memiliki banyak ancaman di luar sana bukan? Lantas mengapa? Berkali-kali aku menanyakan hal itu pada diriku sendiri. Dan ketika aku bertanya pada Harry, ia hanya menjawab, "Kau itu seperti bayi yang akan selalu membuat onar. Maka dari itu aku harus mengawasimu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Alive // z.m
FanfictionCHECK THE TRAILER ❝Don't look back, live your life, even if it's only for tonight.❞ Bagi Riley Williams, hidup sudah tak ada artinya lagi. Dengan berlatar belakang sebagai putri tunggal dari seorang mafia kelas kakap membuat dirinya tidak akan perna...