13

48.8K 2.1K 27
                                    


Alana sudah dipindahkan keruang rawat VIP dan itu aku yang memintanya, semula dokter akan menempatkannya diruang kelas satu tapi aku menolak aku tak ingin Alana berbagi ruangan dengan pasien lain makanya aku meminta ia ditempatkan diruangan VIP agar aku leluasa menjaganya.

Kutatap wajah damainya yang terlelap, meski belum siuman tapi Alana sudah bisa bernafas dengan normal sehingga tak lagi memerlukan masker oksigen begitu juga dengan pendeteksi detak jantung.

Kebelai lembut pipi tirusnya, berhari-hari tidur panjang tak mengurangi kecantikannya meski tak kupungkiri tubuhnya kian kurus. Kutarik kursi dan duduk didekat kepala Alana, menggenggam jemarinya dan mengecupnya pelan , tanpa sadar aku terlelap.

Kuedarkan pandangan memeriksa sekeliling, entah bagaimana caranya tiba-tiba saja aku berada disebuah taman yang sangat indah. Dipenuhi bunga-bunga beraneka warna dan kupu-kupu cantik beterbangan berpindah dari bunga yang satu kebunga yang lainnya. Sejauh mata memandang yang kulihat hanya hamparan bunga-bunga cantik, tanpa sadar seulas senyum manis tersungging dibibirku, rasanya berada ditempat ini sungguh menyenangkan.

Yang aku heran kenapa ditaman seindah ini tak ada orang? Kujelajahi seantero taman sekali lagi dan tetap tak menemukan sepotong manusiapun selain diriku, sebenarnya aku dimana?

Tapi tunggu, ada seorang anak perempuan kecil berlari kearahku, rambutnya yang dikuncir dua bergoyang-goyang seiring langkah kecilnya menapaki tanah. Dress cantik selutut berwarna putih dan mengembang dibagian bawahnya ikut bergerak ditiup angin, wajah anak itu sangat manis dan imut, aku memicing begitu ia berdiri didepanku, wajahnya mirip seseorang dan keningku kian bertaut ketika kusadari wajah anak ini mirip Alana.

"Papa!" ujar anak itu dengan senyum sumringah, ia mendongak kearahku dan sontak aku berlutut menyamakan tinggiku dengan tinggi tubuhnya. Aku kian heran, kenapa ia memanggilku papa? Aku belum punya anak apalagi anak seusia bocah lucu didepanku ini, mungkin ia kesasar dan mengira aku ayahnya?

"Namamu siapa nak? Dan mengapa kau memanggilku papa?" tanyaku seraya mengelus rambutnya pelan.

Bocah itu kembali tersenyum, "Mama belum sempat memberiku nama, dan aku memang anakmu pa." Aku ikut tersenyum, tak apa-apa ia menganggapku papanya, hitung-hitung sebagai amal dan aku tak keberatan mengangkat dia sebagai anakku,jika orang tuanya setuju.

"Mana mamamu?"

Bocah itu mengedarkan pandangannya dan senyum kembali tersemat dibibirnya, "Itu!" tunjuknya dan aku menoleh untuk melihat arah telunjuknya. Aku terkesiap, Alana berdiri dikejauhan dengan senyum manisnya, pakaiannya persis seperti yang dipakai bocah dihadapanku. Rambut sepunggungnya bergerak-gerak ditiup angin menambah kecantikannya. Ia melambai kearah kami dan bocah dihadapanku berlari kearahnya.

Pandanganku tak terputus melihata keduanya yang berpelukan erat, dalam hati aku bertanya apa benar ia anak Alana?

Keningku kian mengernyit ketika bocah itu menarik tangan Alana dan berdiri tepat didepanku, "Pa, tolong jaga mama dan adik-adikku kelak, aku mau pergi dan bawa mama kembali karena mama belum saatnya ikut denganku. Ingat satu hal pa, jangan pernah sakiti mama lagi!" matanya menatapku tajam dan aku mengangguk, bocah itu meraih jemariku dan menyatukan dengan jemari Alana, perlahan ia mundur dan tubuhnya mengambang diudara, perlahan ia memudar dan berubah menjadi cahaya putih dan langsung menghilang.

Gerakan jemari dalam genggamanku mengusik tidurku, rupanya aku tertidur sambil duduk dengan kepala menelungkup disamping tubuh Alana, jemari Alana masih dalam genggamanku dan aku melihat jemari itu bergerak-gerak.

Sontak kualihkan pandangan kewajah Alana dan aku terbelalak, mata itu terbuka dan sedang menatap langit-langit diatasnya.

"Alana kau sudah sadar?" kuguncang lengannya tapi ia bergeming dan tetap pada posisinya, aku bangkit dan berniat menekan tombol diatas kepala ranjang untuk memanggil dokter, tapi gerakanku terhenti ketika kudengar gumaman Alana, "Kau mengatakan sesuatu?" kudekatkan telingaku kebibir Alana.

"Dia....dia perempuan."

Aku mengernyit, "Dia siapa?"

"Anakku perempuan, dia perempuan," aku terhenyak, jadi bocah yang kutemui dalam mimpiku tadi adalah anakku dan Alana? Anak yang bahkan tak kusadari kehadirannya dan pergi begitu saja akibat kesalahan keluargaku? Berarti anak itu juga menemui Alana dan menyuruhnya kembali kedunia dan karena itulah Alana siuman?

Dengan cepat kutekan tombol dikepala ranjang dan kembali duduk dikursi samping ranjang, "Alana, kau dengar aku?"

Alana diam meski aku tau ia mendengar suaraku, matanya bergerak seperti mencari sesuatu dan berhenti pada gelas dimeja kecil samping ranjang, mungkin ia haus, pikirku.

"Kau mau minum?" kuraih gelas itu dan membantunya minum memakai sedotan, saking hausnya ia sampai menghabiskan seluruh air dalam gelas ditanganku.

Pintu kamar rawat terbuka dan muncullah dokter Arif diikuti seorang suster dibelakangnya. Aku menyingkir memberi akses pada dokter untuk memeriksa Alana.

"Bagaimana keadaannya Dok?"

"Sudah jauh lebih baik, tinggal pemulihan saja dan dalam beberapa hari kedepan ia sudah bisa pulang."

"Trima kasih Dok," Dokter Arif mengangguk dan menepuk bahuku pelan sebelum berlalu keluar.Aku kembali duduk disamping ranjang Alana dan meraih ponselku menghubungi kedua orangtua Alana memberitahukan keadaan Alana.

"Pergilah! Kau tak perlu menungguiku!" aku mengalihkan pandangan dari ponsel keasal suara, Alana melirik sekilas dan membuang pandangan kearah lain, sorot matanya begitu dingin dan datar. Kehela nafas panjang, aku sadar ia akan berbuat seperti itu dan aku pantas mendapatkannya, "tak usah sok peduli padaku, kalian pasti menyesalkan kenapa aku tak mati saja kan? Bukankah itu yang kalian inginkan?"

"Alana, aku....."

"Stop! Pergilah, aku mau istirahat," Alana mengangkat tangannya yang bebas dari infus dan mengibaskannya mengusirku keluar, aku kembali menghela nafas dan dengan berat melangkah keluar, kututup pintu perlahan dan bersandar didinding memikirkan langkah selanjutnya dan satu hal yang paling penting yang akan aku lakukan, minta maaf pada Alana.

***

Forgive me alanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang