Lelaki berpostur tinggi itu, terlihat bosan menunggu di kursi yang disediakan oleh pihak bandara. Saat ini, dirinya sedang menunggu orang yang 'katanya' akan menjemputnya. Namun, sampai waktu menunjukkan hampir satu jam ia menunggu, orang itu tidak kunjung datang juga. Menghela napas kasar, ia melihat jam tangan keluaran terbaru dari sebuah brand ternama yang melingkar tampan di tangannya.
"Matilah kau," desisnya pelan saat menghitung berapa lama waktunya yang dipakai untuk menunggu.
Baru saja lelaki itu hendak menelanjangi seisi bandara dengan sang netra, telinganya berhasil menangkap suara yang sangat akrab dengan pendengarannyaㅡsuara dari sosok yang menjanjikan akan menjemputnya kemarin. Dengan santai, ia melipat tangannya tepat di depan dadanya. Menggoyangkan kakinya yang bertumpu pada satu tumit kaki, ketika kedua kakinya ia luruskan.
"Maaf, aku terlambat menjemputmu," kata orang itu sembari mengatur napasnya yang tak beraturan.
"Kau tahu sekarang jam berapa?"
"Iya, aku tahu. Makanya aku meminta maaf padamu!" tukas cepat lelaki yang baru datang itu.
"Aku menunggumu selama empat-puluh-lima menit, bagaikan orang bodoh yang kehilangan induknya." Ada jeda dalam kalimat lelaki yang sedang duduk itu. Ia menatap jengan kedua mata lawan bicaranya, lalu melanjutkan, "Tapi, kau malah mengingkari janji yang sudah kau buat sendiri, huh?"
"Paham, Tuan Muda. Makanya aku minta maaf padamu." Si lelaki yang berdiri itu nampak mengambil napasnya yang tersengal, lalu ia melanjutkan ucapannya, "lagipula, aku juga sudah berlari dari parkiran tadi!"
"Harusnya, kau bisa lebih cepat! Apa fungsinya jika kau diberi kaki yang panjang, tapi tidak kau gunakan sebagaimana mestinya?"
Bagus! Ingatkan aku untuk menghajarnya saat sampai di rumah nanti! erang lelaki yang berdiri itu dalam hatinya.
"Heol! Aku ini sahabatmu, bukan pegawaimu! Bisa-bisanya kau menyuruhku sesuka hatimu!" hardik pria yang postur tubuhnya tak kalah tinggi dengan si pria yang menunggu.
Senyum separo ditunjukkan oleh lelaki yang melipat tangannya itu. Tatapannya seolah mengejek sang lawan bicara. Sedangkan, yang ditatap malah menunjukkan wajah jengkelnya.
"Jadi kau mengerjaiku?"
"Salah sendiri, kenapa kau bisa telat menjemputku."
"Sialan kau, Park Chanyeol!"
÷÷÷
"Bagaimana? Kau menerima bukan, tawarannya?" tanya seorang wanita yang sudah menunggu kedatangan sahabatnya.
"Aku baru datang, tapi kau tidak menyuruhku duduk lebih dulu?" Wanita yang baru datang itu memutar bola matanya malas.
"Hehe, maaf. Aku hanya penasaran akan jawabanmu. Lagipula, bekerja di tempatku itu bayarannya lebih besar daripada bayaranmu di kedai ramen. Kau bisa menyewa rumah yang lebih baik dari yang sekarang kau tempati. Ah, kau juga bisa membayar uang sekolah bulanan Hyena tanpa harus menyicilnya."
Wanita itu terus saja membujuk sahabatnya agar mau bekerja di tempatnya. Sedangkan, sang sahabat masih terlihat ragu akan keputusan yang akan ia ambil. Wanita itu kini meyakinkan sahabatnya lagi, bahwa pilihannya adalah benar menerima pekerjaan itu. Sebenarnya, ia merasa tidak enak hati pada sang sahabat, karena sikapnya yang terlalu memaksa. Tapi ia bisa apa, jika tadi pagi ia dipanggil sang pemilik usaha tempatnya bekerja. Menanyakan bagaimana kelanjutan kabar dari temannya, yang diterima bekerja di tempat itu. Sungguh, tatapan atasannya itu seakan mengharapkan jika sahabatnya bisa ikut bergabung dalam bisnisnya.
"Jangan takut. Pekerjaanmu tidak sama sepertiku. Ini tidak berat, sungguh. Jika ada yang berbuat macam-macam padamu, kau bisa bilang padaku."
Yang diajak bicara masih diam dalam heningnya. Ia masih sangat belum yakin, jika ini adalah pilihan yang tepat untuk kehidupannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/136280912-288-k354954.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
TROUBLE [ChanJi]
Fanfiction(Slow update) *** Eunji tidak pernah mengira, jika keputusannya akan membawa dirinya pada jalan hidup yang berlawanan dengan keinginannya. Awalnya, semua berjalan sempurna tanpa ada hambatan yang berarti. Tetapi, semua tidak lagi berjalan lancar, k...