2

1.1K 87 0
                                    

Aku membolak-balikkan tubuh di ranjang, mendorong bed cover dan selimut dengan kakiku. Masih setengah tertidur.

Sial, apa aku tadi menyetel pemanas ruangan terlalu tinggi, atau ....

Aku bangun dari tempat tidur, berjalan mendekati jendela lalu membukanya. Udara sejuk kurasakan, mendinginkan, menenangkan. Kulirik jam di atas nakas. Jam setengah lima pagi.

Aku mendengus saat teringat tentang perlakuan Jimin kemarin sore setelah pulang sekolah. Aishh...pria sialan itu membuatku tak bisa tidur nyenyak.

Kukenakan sweeter wol di atas t-shirt dan celana pendekku, lalu menuruni tangga. Ketika berjalan ke dapur, kunyalakan setiap tombol lampu yang kulewati hingga seluruh sudut gelap ruangan menjadi terang.

Aku membuka kulkas untuk mengambil air putih dingin yang menyegarkan. Kuambil sebotol air mineral, lalu menenggaknya hingga tersisa setengah.

Dengan mata setengah terpejam, kuletakkan botol minuman itu di atas meja makan, lalu berjalan ke arah kamar mandi untuk mencuci muka. Aku membuka pintu kamar dan ...

"Ya ampun!" aku begitu terkejut mendapati Jimin berada di dalam kamar mandi dengan hanya mengenakan handuk yang menyampir di pinggangnya. Dia sedang berkaca, kemudian menoleh saat pintu kamar mandi terbuka.

Aku langsung berbalik tanpa menutup kembali pintu kamar mandi. Berjalan lagi ke arah dapur, lalu menyambar botol minuman yang kuletakkan di atas meja. Kutenggak habis air mineral itu, lalu kulempar keras-keras botol minuman yang sudah kosong itu ke tempat sampah.

Kenapa dia tidak mengunci pintu kamar mandi, sih? Rutukku dalam hati. Ah, sialan kau Park Jimin.

"Kau sudah bangun, Kim?" suara Jimin mengagetkanku hingga nyaris membuatku hilang keseimbangan.

Dia berdiri di depanku. Masih dengan handuk yang melilit pinggangnya. Oh, ya Tuhan ... kenapa dia harus berpenampilan seperti itu??

Aku melihat tubuh Jimin yang setengah telanjang. Aku baru menyadari jika sepasang lengan pria itu cukup kekar, dadanya bidang dan berbentuk bagus, perutnya rata hingga otot-otot perut itu terlihat menggoda. Jimin terlihat berbahaya ketimbang indah.

"Apa kau menyukai apa yang kau lihat?" Jimin bertanya dengan suara rendah dan tenang.

Yang benar saja. Aku tak akan menjawab pertanyaan itu.

"Aku mau membuat kopi, apa kau mau?" aku berusaha untuk bersuara senormal mungkin dengan degupan jantung ini nyaris meledak di dalam dadaku.

Aku memenuhi mesin Krups dengan air dan menuju lemari untuk mengambil kaleng kopi serta pembuka kaleng.

"Kau ingin kopimu sepekat apa?" Aku menusuk tutup kaleng kopi itu, dan mulai membuka kaleng secepat kilat. Bagian tutup kalengnya jatuh ke dalam. Jariku terjulur meraihnya.

"Aku tadi bertanya padamu," ujar Jimin tepat di samping telingaku.

Aku terkejut hingga ibu jariku tergores kaleng. Sambil mengaduh, aku mengangkat tangan dan memeriksa lukanya. Goresannya dalam dan mengeluarkan darah.

Kudengar Jimin mengumpat. "Aku tak bermaksud mengagetkanmu."

"Aku baik-baik saja." Aku membuka keran, namun sebelum tanganku berada di bawah kucuran air, Jimin mencengkeram pergelangan tanganku.

"Coba kulihat," tanpa memberiku kesempatan untuk protes, Jimin membungkuk ke arah jariku. "Ini cukup parah."

Jimin memasukkan ibu jariku yang terluka ke mulutnya dan mengisap perlahan.

Aku terperangah. Rasa hangat, basah, sensasi isapan membuatku kaku. Kemudian kurasakan sapuan lidah Jimin. Ketika Jimin akhirnya melepaskan ibu jariku, aku hanya bisa menatapnya.

I.D.S (I Deal Scenario) NC+21Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang