4

1.3K 83 0
                                    

Aku terbangun, saat sinar matahari dari sela-sela tirai jendela menusuk kelopak mataku. Kuedarkan pandanganku dengan mata yang masih setengah terpejam. Kamar ini bernuansa hitam putih dan beraroma musk. Aku menarik napas dalam-dalam, menghirup aroma yang sepertinya tak asing bagi indra penciumanku.

Kembali kuedarkan pandanganku ke seluruh ruangan meski mata masih berkabut. Kulewati sesosok, entahlah...kurasa dia sedang duduk. Aku tak peduli.

Kutarik tanganku ke atas untuk meregangkan ototku yang rasa-rasanya sangat kaku. Entah mengapa, tubuhku terasa pegal, kepalaku juga sedikit pening.

"Tidurmu nyenyak, Kim?" Suara dari sosok itu terdengar mengalun lembut di telingaku. Aku mengangguk.

"Ini dimana?" Tanyaku serak.

"Kamarku," jawabnya singkat.

Eh?

Tunggu...sepertinya ada yang aneh. Kamar hitam putih, aroma musk, dan suara yang selalu membuat tengkuknya meremang.

Aku mengerutkan kening, mencoba berpikir jernih di tengah rasa pening yang mengganggu. Lalu sekelebat bayangan muncul di kepalaku.

Tak terlalu jelas, namun samar-samar aku teringat tengah terbaring dan Jimin, kurasa. Dia menindihku. Membisikkan sesuatu kurang lebih seperti 'Apa kau merasakanku?' ketika sesuatu yang keras dan berdenyut milik Jimin mengusap lembut perutku bagian bawah.

Seketika itu juga mataku langsung terbuka lebar. Aku terkesiap. Kurasakan seluruh tubuhku merinding mengingat hal itu.

"Yaa, kenapa kau di sini?" Teriakku pada Jimin.

Jimin terkekeh. Ia duduk bersilang kaki. Tangannya bersedekap sembari memandangku geli. "Ini kamarku, Kim. Apa kau lupa?"

Ah benar juga, mengapa aku merasa tolol.

"Lalu, kenapa aku bisa ada di kamarmu?" Tanyaku.

Jimin semakin tergelak. Hingga bisa kulihat giginya yang berderet rapi.

"Apa kau benar-benar tidak ingat yang kau lakukan semalam?" Sepasang alis Jimin terangkat.

"Me...memangnya apa?" Rasa gugup kini menyergapku.

Jimin menarik jubah mandinya hingga terlihat lehernya yang putih dan dadanya yang bidang. Aku berusaha menelan ludah. Aku sangat yakin, jika dibalik jubah mandi yang dia kenakan, dia benar-benar telanjang.

"Apa kau tak melihatnya, Kim?" Aku mengerutkan kening. Memangnya lihat apa selain leher dan dada bidangnya?

"Apa kau tak melihat tanda yang kau tinggalkan pada...tubuhku," seketika tengkukku meremang saat Jimin dengan sengaja mengeluarkan nada seksi ketika dia mengatakan 'tubuh'.

Aku memicingkan mata supaya melihat lebih jelas. Di sana, ada dua lingkaran merah muda masing-masing di leher Jimin dan di ujung bagian dalam tulang selangkanya. Sekali lagi, aku menelan ludah. Memangnya aku yang melakukannya? Kugelengkan kepala tak percaya. "Kau pasti bercanda," gumamku.

"Kau bahkan hampir 'menyantapku', Kim," desis Jimin menyeringai.

"Aaaaaa...hentikan," aku berteriak frustasi sembari mencengkeram kepalaku. Aku menghirup napas kasar. Lalu bergegas bangun dari ranjang Jimin.

"Aku benar-benar tak percaya melakukan hal sekonyol itu," seruku. Kuhentakan kaki keras-keras saat berjalan melewati Jimin. Dia hanya tersenyum miring, pandangannya tak lepas dariku hingga aku keluar dari kamarnya.

***

Kimberly berjalan mondar-mandir di kamarnya. Setelah ia ingat semua kejadian semalam, dan alasan mengapa ia melakukannya. Ia benar-benar tak habis pikir, melakukan hal sebodoh itu pada Jimin.

I.D.S (I Deal Scenario) NC+21Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang