Bouquet 5. Cedar

222 24 3
                                    

Cedar (Aku Hidup Untukmu)

Warning : NejiGaa Couple

Gaara itu siswa yang cerdas. Semua sudah tahu itu. Bahkan tak ada satu pun yang tak mengenal Gaara. Memang siapa yang tak mengenal siswa cerdas yang yang sudah puluhan kali membanggakan sekolahnya di ajang olimpiade nasional? Selain itu, dia memang pemuda yang baik. Tak peduli jika wajahnya memang kurang ekspresif, Gaara tetap menjadi pemuda yang akan membantu siapa pun tanpa pernah diminta. Dan dia adalah pemuda yang tampan. Rasanya tak akan ada yang menyangkalnya jika sudah melihat sosok pemuda itu.

Dia memang pemuda mungil. Tak terlalu pendek, hanya saja tingginya sedikit di bawah rata-rata anak seusianya. Kulitnya putih bersih dan wajahnya pun begitu rupawan. Sepasang mata sewarna rerumputan yang nampak begitu indah. Hidung mungil nan bangir. Belahan bibir tipis sewarna cherry. Tak lupa helaian rambut sewarna apel yang membingkai wajah apiknya. Gaara adalah sempurna. Perwujudan dari keindahan dan kecerdasan itu sendiri.

Namun, jika kau mengenalnya lebih dalam, kau akan tahu jika di manik mata sehijau rerumputan itu ada sesuatu yang berbeda. Dan kau pun akan tahu bahwa satu hari dalam setahun, tepat di hari yang sama, pemuda itu akan menghilang. Tak benar-benar menghilang, dia hanya akan pergi menjauhi segala keramaian yang ada. Terus seperti itu hingga bertahun-tahun lamanya.

Bukannya tak ada yang tahu kemana perginya pemuda rupawan itu. Bahkan semua orang sudah mengetahuinya. Tanpa perlu bertanya. Tanpa perlu mencari tahu. Karena setiap tahunnya, tepat di hari yang sama, dia akan pergi ke tempat yang sama pula. Tempat terindah yang Gaara miliki. Dan tempat dimana seluruh jiwanya berlabuh.

Sama seperti hari ini. Gaara sudah duduk di tempatnya yang biasa. Di tangannya ada serangkai bunga lily putih yang nampak mekar begitu indah. Manik mata indah miliknya pun sejak tadi sudah terpancang di sana. Memandang penuh rindu ketika pemandangan itu kembali menyapa matanya.

Di sana, tepat di depannya, berdiri sebuah batu nisan keabuan dengan ukiran indah yang menghiasinya. Tak peduli sudah berapa tahun yang terlewat, tapi nisan itu masihlah tetap berdiri di sana. Seakan menjadi pengganti sosok yang tertidur di bawahnya.

"Hai Neji, bagaimana harimu?"

Senyum indah itu kembali terkembang di wajah Gaara. Jemari lentiknya pun sudah terangkat dan mengelus batu nisan di depannya. Seakan mencoba menyampaikan rasa dalam setiap sentuhannya. Diam-diam membayangkan jika yang ada di depannya kini bukanlah sebuah batu nisan tak bernyawa. Melaikan sosok pria yang paling ia cintai kini duduk di hadapannya dan tersenyum memandangnya.

Ah, Gaara masih bisa membayangkannya. Wajah tampan dengan senyum simpul yang menghiasi wajahnya. Helaian rambut kecoklatan yang panjang itu. Dan satu hal yang tak pernah bisa Gaara lupakan. Kehangatan itu. Kehangatan yang selalu bisa Neji suguhkan kepadanya. Kehangatan yang selalu mampu untuk membuainya dalam kenyamanan dan perlindungan yang tak terkira. Ya, Gaara bahkan masih bisa merasakannya. Ketika jemari kasar itu merengkuh sempurna tubuhnya. Ketika bibir tipis itu mencium keningnya lembut. Ketika suara bass milik Neji menyapa indra pendengarannya. Gaara masih ingat.

Aku mencintaimu, Gaara.

Bahkan kata-kata cinta itu. Semua masih terpatri begitu jelas di dalam kepalanya. Begitu indah namun juga menyesakkan di saat yang bersamaan. Begitu membuai namun juga terasa menyesatkan. Yang diam-diam kembali memunculkan rindu yang memenuhi relung hatinya. Menghimpit dadanya hingga Gaara tak lagi mampu untuk menghirup udara dengan benar.

Gaara rindu. Ia sangat rindu.

"Aku merindukanmu, Neji. Sangat merindukanmu."

Dan keristal bening itu kembali meluncur menuruni dua belah pipi berlapis kulit seputih salju itu. Seakan menjadi penggambaran sempurna akan apa yang pemiliknya rasakan kini. Ketika kata sudah tak mampu lagi menggambarkan perih, maka kali ini airmatalah yang berbicara. Menggambarkan pada dunia bahwa pada hari ini, di hari yang sama setiap tahunnya, ada satu orang anak manusia yang begitu tersiksa karena rindunya. Begitu tak berdaya karena cintanya. Karena takdir telah membawa separuh jiwanya pergi. Pergi meninggalkan dirinya dengan segala cinta dan rindu yang mengganjal dada.

BouquetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang