Ivy (Kesetiaan dan Pernikahan)
Naruto masih setia mematut dirinya di depan cermin. Memandang tiap inchi tubuhnya yang kini terbalut sempurna dengan taxedo putih gading, dasi putih yang bertaut rumit, dan jas putih berpotongan indah. Sempurna. Rasanya tak ada lagi kata yang bisa menggambarkan dirinya kini. Helaian pirangnya kini terlihat rapi dan ditata ke belakang. Wajah rupawannya pun nampak makin memesona dengan polesan make tipis yang berpadu apik dengan kulitnya yang sewarna caramel serta manik mata indah sebiru lautan itu. Tak lupa sebuah bunga mawar putih yang tersemat apik di saku jasnya. Naruto sangat memesona. Dalam sekali pandang pun semua orang tahu itu.
"Sampai kapan kau mau mematut diri di depan cermin seperti itu, Naruto?"
Iruka hanya bisa terkekeh geli melihat keponakan yang sudah ia anggap sebagai anak sendiri itu masih nampak sibuk dengan cermin di depannya. Melihat tiap inchi penampilannya dan membenarkan kecacatan yang bahkan tak pernah ada di sana. Iruka memang tahu pemuda manis satu ini sedang gugup. Memangnya siapa yang tidak gugup di hari pernikahannya? Iruka pun dulu begitu. Hanya saja melihat Naruto yang sejak tadi tak mau lepas dari cermin di depannya, membuat Iruka geli sendiri."Paman Iruka, apakah penampilanku sudah sempurna?"
Kekehan lagi-lagi meluncur manis dari celah bibir Iruka. Rasanya Iruka sudah tak sanggup menghitung berapa kali Naruto berkata seperti itu padanya. Dan tak peduli seberapa banyaknya Naruto bertanya, jawaban Iruka masih tetepa sama.
"Kau sempurna, Naruto."
"Benarkah?" Senyum langsung terkembang indah di wajah Naruto, namun masih sama seperti sebelumnya. Kerutan itu kembali menghiasi wajah Naruto beberapa detik setelahnya. Membuat kedua alis itu semakin bertaut dan berakhir dengan Naruto yang kembali sibuk dengan cermin di depannya. Kegugupan Naruto benar-benar tak bisa berkurang sedikit pun.
"Kau tak perlu khawatir, Naruto. Penampilanmu sangat sempurna, jadi duduklah di sini dan tenangkan dirimu."
Manik mata sebiru lautan itu pun kembali menatap Iruka. Kedua alisnya masih bertaut dengan kedua belah bibir yang mengerucut imut. Tadinya Naruto ingin kembali bicara, namun tatapan Iruka dan tepukannya di kursi di sebelah pria itu sudah berhasil membungkam Naruto. Ia dengan enggan langsung duduk di bangku di sebelah Iruka. Duduk dekat-dekat dengan Iruka dan langsung menyandarkan kepalanya di bahu sang paman.
"Paman tahu kau sangat gugup tapi tenanglah. Semua akan baik-baik saja. Bukankah Sakura sudah berusaha keras untuk mewujudkan pernikahan ini?" Naruto mengangguk mengiyakan. Wajahnya semakin tenggelam di bahu Iruka. "Jadi, kau bisa tenang sekarang. Semua sudah berjalan sebagai mana mestinya."
Naruto kembali mengangguk mengiyakan. Kedua tangannya bahkan sudah terpaut sempurna dengan milik Iruka. Menggenggam kedua tangan itu erat-erat seperti yang ia lakukan sejak dulu ketika sedang gugup. Dan Iruka hanya membalasnya dengan elusan sayang di punggung tangan Naruto. Menyampaikan secara jelas bahwa Iruka akan selalu ada di sisi Naruto tak peduli kapan pun itu.
"Aku tahu, Paman. Hanya saja..." Kata itu berhenti di sana. Sebuah gelengan langsung Naruto berikan setelahnya. Ia ingin berkata, hanya saja kata-kata itu begitu mengganjal dan sulit dikeluarkan.
"Katakan saja, Naruto."
"Aku hanya merasa semua ini terlalu mendadak, Paman. Aku tak tahu apakah aku benar-benar pantas bersamanya." Akhirnya kata-kata itu kembali terucap. Menghadirkan keraguan yang kini menggantung rendah di manik mata indah milik Naruto. Dan elusan lembut dan genggaman tangan erat langsung Iruka berikan pada seseorang yang paling berharga baginya ini. Tentu Iruka tahu itu, tentang betapa keraguan itu masih hadir dan membebani pemuda pirang di sebelahnya ini.
"Paman tahu. Tapi, tidakkah kau tahu, Naruto?" Iruka langsung mengangkat wajah itu pelan. Mengelus kedua pipi berhias garis halus itu dengan penuh kasih sayang. Dan menangkupnya hingga kini kedua manik mata berbeda warna itu telah saling memandang begitu dekat. Seakan Iruka sedang mencoba menyampaikan segala rasa lewat tatapan mata.
"Tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini. Kau pun tak akan menemukan seseorang yang sempurna untuk menjadi pendamping hidupmu. Namun, kau bisa menemukan seseorang yang akan menyempurnakanmu. Kau menyempurnakan dirinya dan ia menyempurnakan dirimu. Bukankah itu sudah lebih dari cukup?"
"Seseorang yang tulus mencintaimu bukan karena segala hal yang kau miliki. Mereka mencintaimu karena kau adalah kau. Tak ada yang lain. Dan dia pun begitu. Jadi, berhenti bersedih, karena dia tentu tak akan ingin melihat calon pengantinnya bersedih seperti ini."
Elusan sayang masih Iruka berikan. Wajah rupawan nan ramah itu pun masih berhias senyum yang begitu menghangatkan. Perpaduan sempurna yang berhasil menghadirkan senyum di wajah Naruto. Duka itu sudah hilang sempurna dari manik mata Naruto. Ia tahu apa yang dikatakan Iruka itu benar. Mereka memang tak sempurna, namun cintalah yang menyempurnakan mereka.
"Nah, ini lebih baik. Aku lebih suka melihat keponakanku yang satu ini tersenyum." Elusan itu pun kini beralih menjadi tepukan lembut di kepalanya. "Ini adalah hari berbahagiamu. Yang harus kau lakukan kini hanya menemui Sasuke. Dia sudah menunggumu di altar."
Kekehan merdu itu pun kembali terdengar. Kali ini kekehan itu meluncur manis dari celah bibir Naruto. Begitu merdu dan menyenangkan. Terdengar tepat sebelum sebuah ketukan pintu terdengar di ujung ruangan. Dan nampaklah Sakura yang sedang tersenyum manis ke arahnya.
"Sudah saatnya, Naruto."
Senyum di wajah Naruto pun rasanya semakin lebar saja.
.
.Dulu Naruto pernah membayangkan bagaimana jadinya jika Sasuke mengenakan pakaian pernikahan. Tuxedo abu-abu itu. Jas hitam yang melekat di tubuh tegapnya. Tak lupa dengan setangkai mawar yang tersemat apik di jasnya. Dalam bayangan pun, Naruto sudah bisa melihat kesempurnaan yang ada dalam diri pemuda itu. Dan kini, ketika kesempurnaan itu sudah mewujud di hadapannya, senyum rasanya tak mampu hilang dari wajahnya.
Sasuke berdiri tepat di hadapannya. Berbalut apik dalam setelan sewarna manik matanya itu. Bahkan kesempurnaan yang dulu Naruto bayangkan dulu tak mampu mengimbangi pemandangan yang ada di hadapannya kini. Hanya satu kata untuk Sasuke saat ini. Sempurna. Ya, hanya itu. Ditambah dengan senyum simpul yang kini terukir apik di wajah itu.
Ah, adakah alasan lain yang bisa membuat Naruto lebih bahagia dari ini?
Lagi-lagi senyum tak mau hilang di wajah Naruto. Rasanya ia sudah terlalu ingin mengikis jarak yang ada dan menghampiri Sasuke di altar sana. Bahkan senyum dan sorakan bahagia dari orang-orang di sekitar mereka sudah ia abaikan. Serasa di dunia ini hanya ada mereka berdua. Ya, hanya ada dirinya dan Sasuke. Ketika Iruka mengajaknya melangkah menuju altar pun, Naruto sudah tak tahan untuk berlari. Naruto ingin segera sampai di hadapan Sasuke. Naruto ingin menggapai uluran tangan itu. Memeluk pemilik separuh jiwanya dan berdiam di sana.
Semua seakan berlalu begitu lama. Naruto sudah tak sanggup menahan langkahnya. Dan saat itulah tubuhnya seakan bergerak di luar perintahnya. Berlari menuju sosok Sasuke di depan sana. Genggaman tangan Irukan pun rasanya sudah tak bisa mencegahnya.
Naruto tak peduli. Ia tak peduli. Bahkan ketika sorak sorai itu semakin terdengar. Atau ketika rangkaian bunga yang tadi ia bawa kini tergeletak begitu saja di lantai gereja. Yang ada hanya Sasuke. Sosok pria yang sangat ia cintai yang kini telah memerangkap sempurna dirinya dalam sebuah pelukan hangat. Tak henti-hentinya mengecup helaian pirang indah miliknya.
Lagi-lagi, adakah yang lebih membahagiakan dari ini?
Ketika kau bersama cinta yang menyempurnakanmu.
END
Author's Note
Ehehhe Adakah yang merindukan ff ini? Adakah yang merindukan aku? Ehehehe *ditabok
Ahemmm...
Akhirnya update ini juga eheheh setelah mengalami krisis percaya diri dan tepar *curhat 😄😄😄
KAMU SEDANG MEMBACA
Bouquet
FanfictionLewat bahasa bunga akan aku ceritakan berbagai kisah tentang aku, kau, dan cinta. Kumpulan cerita pendek dengan berbagai genre dan berbagai couple. Tentu isinya pendek. Hanya sekadar iseng-iseng mengisi waktu. Warning : berbagai couple di sini adal...